Berita

Ilustrasi/net

Nusantara

Pemerintah Ambil Untung Dari Kemacetan Yang Kian Parah?

SELASA, 04 JULI 2017 | 15:49 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Kemacetan lalu lintas di sejumlah kota besar, khususnya Jakarta, kembali menghantui masyarakat pasca masa libur Idul Fitri lalu. Inilah bukti bahwa pemerintah tidak pernah menemukan solusi efektif untuk mengatasi kemacetan.
 
"Kepala gatal, tetapi kaki yang digaruk. Seperti itulah respons pemerintah terhadap kemacetan yang setiap hari makin parah," ujar Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan, dalam keterangan persnya, Selasa (4/7).
 
Menurut ITW, penyebab utama kemacetan adalah populasi kendaraan bermotor yang tidak terkontrol. Akibatnya, ruas dan panjang jalan tidak mampu lagi menampung. Kemudian, faktor kesadaran tertib lalu lintas masyarakat yang sangat rendah, serta penegakan hukum yang belum maksimal.
 

 
Semestinya, lanjut Edison, pemerintah lebih fokus pada penyediaan transportasi angkutan umum yang aman, nyaman, terintegrasi ke seluruh penjuru, dengan tarif terjangkau semua lapisan masyarakat. Dengan begitu, masyarakat tertarik menggunakan kendaraan umum untuk aktivitas harian. Perlu diingat bahwa menyiapkan transportasi umum yang layak dan nyaman adalah kewajiban pemerintah terkait pelayanan umum tanpa tujuan profit.
 
Upaya di atas harus disusul pembatasan penjualan kendaraan bermotor di kota-kota besar dalam waktu tertentu atau berjangka. Secara bersamaan, dilakukan upaya meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas sekaligus penegakan hukum yang maksimal.
 
"Pemerintah bisa melakukan moratorium berjangka penjualan kendaraan bermotor di kota-kota tertentu, hingga jumlah kendaraan ideal dengan daya tampung ruas dan panjang jalan," ujar Edison.
 
Dia mengkritik pemerintah yang cuma fokus dalam pembangunan infrastruktur dengan membangun ruas tol secara masif. Contohnya, proyek Tol Jakarta-Cikampek 2. Proyek bernilai hampir Rp 17 triliun ini akan menambah dua jalur layang di sisi kiri dan dua jalur di sisi kanan jalan tol yang sudah ada.
 
"Jalan tol adalah bisnis. Sebab, setiap melintas di jalan tol, rakyat akan dikenakan tarif Rp 1.250 per Km. Seharusnya pemerintah membangun lalu lintas dan angkutan jalan pro rakyat, bukan memanfaatkan kemacetan untuk menambah pundi-pundi bersama pengusaha," pungkas Edison. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya