Penyebutan sejumlah nama anggota DPR RI yang diduga terlibat korupsi proyeke-KTP oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis kemarin (22/6) dikritisi.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan, penyebutan nama anggota dewan yang didasarkan pada keterangan dua terdakwa korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto masih membutuhkan bukti tambahan. Terlebih, keterangan keduanya terkait dugaan keterlibatan sejumlah anggota dewan telah dibantah oleh dalang korupsi e-KTP Andi Narogong dan saksi mahkota Paulos Tanos.
"Ini kembali pada bukti penguat. Bukti lain itu bisa jadi surat yang bisa menguatkan keterangan saksi-saksi yang saling menyangkal," katanya kepada wartawan, Jumat (23/6).
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, jaksa menyebut ada pertemuan antara keduanya dengan Setya Novanto serta Andi Narogong dan Paulos Tanos untuk membahas proyek e-KTP. Namun, dakwaan itu dibantah oleh kesaksian Andi Narogong dan Paulos Tanos. Keduanya memastikan bahwa tidak ada pembahasan soal proyek e-KTP dengan Setya Novanto yang saat ini menjabat ketua DPR.
Margarito menilai, bila tidak ada bukti lain yang bisa menguatkan dua keterangan yang saling bertentangan maka seluruh peristiwa yang disebut terdakwa dan para saksi bisa dianggap tidak ada.
"Artinya, kita tidak bisa menggunakan keterangan yang menyangkal. Kita juga tidak bisa menggunakan keterangan yang memberatkan untuk menjerat Setya Novanto dan para anggota DPR," jelasnya.
"Bila tak ada bukti tambahan, itu artinya keterangan para saksi itu bernilai negatif dan tidak bisa digunakan sebagai acuan penyidik untuk melakukan pengembangan kasus ini," beber Margarito.
Dia menambahkan, terkait dakwaan jaksa terhadap Irman dan Sugiharto yang menyebut nama-nama anggota dewan yang berbeda dengan fakta bersidangan harus dilakukan pengecekan kembali. Termasuk mengecek kualitas keterangan saksi yang dihadirkan jaksa.
"Itu bagaimana mereka (yang menyebut) apakah melihat, apakah mereka ikut dalam rapat ataukah mereka cuma dengar. Saya dengar dari ini Novanto ikut rapat, keterangan-keterangan yang kayak begini tidak bisa dipakai. Tapi kalau orang-orang itu ikut dalam rapat, melihat langsung Novanto ikut dalam rapat maka keterangan mereka itu menjadi beralasan," ujarnya.
"Jadi, kembali itu harus dicek pada apakah saksi yang menyangkal-menyangkal itu adalah mereka yang melihat, mendengar, dan mengalami kejadian itu atau tidak. Kalau mereka tidak melihat, tidak mengalami, tidak mendengar melainkan mendengar dari orang lain maka keterangan mereka tidak bisa dipakai. Harus dicek lagi rentetan peristiwa," demikian Margarito.
[wah]