Berita

Nasaruddin Umar/Net

Lorong Sunyi Menuju Tuhan (37)

Spiritual Contemplations: Mensyukuri Apapun

RABU, 14 JUNI 2017 | 10:25 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

MENSYUKURI nikmat dan karunia Tuhan biasa. Yang luar biasa ialah mensyukuri musibah. Mensyukuri nikmat dan karunia Allah Swt biasa disebut syukur. Sedangkan mensyukuri apapun yang da­tang dari Allah Swt, termasuk musibah, penderitaan, kece­wa, atau penyakit. Bersykur terhadap berbagai nikmat Tuhan (syukur) adalah sesuatu yang biasa. Akan tetapi mensyukuri pen­deritaan, musibah, dan kekecewaan (syakur) itu luar biasa. Syukur banyak dilakukan orang tetapi syakur amat langka dilakukan orang, sebagaima­na dikatakan dalam ayat: Wa qalil min 'ibadiy al-syakur (Hanya sedikit sekali di antara hambaku yang mampu mencapai tingkat syakur).

Bersyukur dalam arti syukr banyak difahami se­cara keliru. Banyak orang yang menyangka ber­syukur ialah mengucapkan tahmid (al-hamdulillah) tetapi sesungguhnya itu bukan syukur melainkan hanya tahmid, memuji-muji Tuhan. Bersyukur ialah memberikan sebagian nikmat Tuhan kepada ham­ba-Nya yang membutuhkannya. Misalnya gaji kita dinaikkan atau kita memperoleh keuntungan usa­ha dagang, maka cara mensyukurinya kita harus mengeluarkan zakat, infaq, dan shadaqah kepada orang-orang yang layak menerimanya, atau seba­gaimana ditunjuk oleh Syara'.

Bersyukur dalam arti syakur berarti bersabar menerima cobaan Tuhan dan tidak pernah salah paham terhadap Tuhan. Misalnya seseorang diuji dengan penyakit kronis, seperti diabet atau ga­gal ginjal yang mengharuskan cuci darah berkali-kali seminggu, tidak perlu mengutuk diri sendiri atau menyalahkan orang lain, bahkan menyalah­kan Tuhan, melainkan harus sabar sambil men­jalani pengobatan secara intensif. Tidak boleh pasrah sebelum berusaha secara maksimum sebatas kemampuan kita. Kalau sudah dilaku­kan berbagai upaya, namun penyakit itu masih mendera kita maka bersahabatlah dengan pe­nyakit itu. Bersahabat dengan penyakit menurut para ahli anastesia (ahli rasa nyeri) dapat menu­runkan rasa sakit itu sendiri. Yakinkan pada dirin­ya bahwa penyakit ini pasti bentuk lain dari rasa cinta Tuhan terhadap diri kita. Nabi pernah ber­sabda: Tidak ditimpa sebuah penyakit, penderi­taan, kekecewaan, sampai kepada duri menusuk kaki, melainkan itu semua sebagai pencuci dosa masa lampau". "Tanda-tanda jika Tuhan mencin­tai hamba-Nya ia menurunkan siksaan lebih awal di dunia supaya di akhirat nanti lunas, tidak lagi disiksa atau mengurangi siksaan kerasnya di ner­aka". "Sehari dilanda penyakit demam akan diha­puskan dosanya selama setahun".


Kalau selama ini kita bersyukur dalam arti syukur, maka kita sudah berada setingkat lebih baik daripa­da orang yang tidak pernah bersyukur samasekali atau hanya bertahmid. Namun kita masih perlu ber­juang bagaimana kita sampai ke tingkat lebih tinggi lagi, yaitu syukur dalam arti syakur. Untuk mencapai derajat syakur kita perlu meningkatkan kesadaran spiritual kita dengan meningkatkan kesabaran dan pengendalian diri. Kualitas syakur tidak bisa dicapai tanpa berusaha untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Syakur tidak da­tang dengan sendirinya melainkan melalui proses perjuangan batin (mujahadah).

Kualitas syakur yang dicapai perlu dipertahank­an. Mungkin dalam satu atau beberapa kasus kita berhasil mempertahankan kualitas syakur tetapi dalam kasus-kasus tertentu kita gagal. Mungkin ta­hun ini kita berhasil tetapi tahun berikutnya kita tu­run lagi ke tingkat syukur. Kita lebih betah dan lebih senang menerima nikmat tetapi kita kurang ikhlas menerima cobaan, bahkan mengutuk cobaan itu.

Sehubungan dengan ini menarik untuk disimak firman Allah Swt dalam Q.S. al-Baqarah/2261 "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, pada­hal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat bu­ruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Q.S. al-Baqarah/2:216).

Orang-orang yang sudah sampai pada tingkat syakur akan betul-betul menikmati hidupnya den­gan tenang. Jika ia dikaruniai rezki, kesehatan, dan berbagai kesenangan lainnya ia tak henti-henti­nya bersyukur. Akan tetapi jika ia dicoba dengan musibah, penderitaan, dan kekecewaan, ia bers­abar. Orang-orang seperti inilah yang termasuk be­bas Iblis. Karena jika diuji kemewahan ia bersyukur dan jika diuji dengan penderitaan ia bersabar. ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya