Berita

Foto/Net

Politik

Tidak Perlu Khawatir Dengan Penghapusan Presidential Threshold

RABU, 24 MEI 2017 | 15:37 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Fraksi-fraksi di DPR diminta agar merampungkan pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang sudah mepet. RUU ini akan digunakan untuk Pemilu 2019 yang tahapannya sudah dimulai September 2017.

"Tidak apa-apa berkompromi asalkan berbasis pada kepentingan rakyat," kata pengamat politik Said Salahudin saat dihubungi redaksi, Rabu (24/5).

Terkait persoalan ambang batas persyaratan calon presiden (presidential threshold) yang masih tarik-ulur, Said menilai keberadaan presidential threshold sebaiknya ditiadakan saja, dan itu sesuai amanat Mahkamah Konstitusi.


"Kenapa tidak ada (presidential threshold), supaya rakyat punya kesempatan lebih banyak memilih pasangan capres-cawapres," ujarnya.

Dan dengan peniadaan presidential threshold, maka tidak akan ada pembedaan terhadap partai lama dan partai baru dalam RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. Sehingga unsur, norma, syarat dan hak setiap parpol sama di depan konstitusi.

Said melanjutkan, tidak usah khawatir dengan rencana peniadaan presidential threshold. Pasalnya, dengan penghapusan presidential threshold pun, paling banter akan ada enam pasangan capres-cawapres dan bisa mengerucut tiga pasangan.

"Itu dengan asumsi partainya ada 10 sampai 12," lanjutnya.

Dan dengan pertimbangan politik di Indonesia, tidak adanya parpol yang mendominasi, ditambah tidak ada figur yang dominan, dan biaya pencapresan yang tidak sedikit, bisa dipastikan parpol-parpol akan berkoalisi.

Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 juga mengamanatkan, 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden'.

Dengan begitu, sebut Said, tidak mudah bagi setiap parpol memunculkan calon sendiri. Mereka pasti akan tetep berkoalisi.

"Percaya sama saya. Pilpres 2014 lalu misalnya, kan bisa saja empat pasangan, tapi nyatanya hanya dua pasangan," pungkasnya. [rus]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya