Keseriusan operator dalam membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi tercermin dalam besar atau kecilnya besarnya belanja modal atau capital expenditure (capex). Besarnya capex ini penting, terlebih lagi untuk membangun jaringan telekomunikasi di daerah terpencil dan terluar Indonesia.
"Semakin besar capex yang dikeluarkan, semakin besar juga kemampuan operator untuk membangun infrastruktur telekomunikasinya," jelas Dr. Ir. Ian Joseph M. Edward, MT., dari Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi ITB dalam keterangan tertulis yang diterima petang ini (Kamis, 4/5).
Menurut Ian seharusnya operator telekomunikasi lain yang beroperasi di Indonesia seperti Indosat, XL, H3I dan Smartfren juga memiliki komitmen dan visi yang sama juga seperti Telkomsel yaitu membangun infrastruktur telekomunikasi hingga pelosok negeri. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi hingga pelosok juga termasuk dalam program pemerintah Jokowi yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa.
"Capex Telkomsel besar tak lepas dari komitmen induknya yaitu PT Telkom yang merupakan perusahaan BUMN. Sebagai perusahaan milik Negara, Telkom dan Telkomsel mengemban tugas sebagai agen pembangunan," ungkapnya.
Jika para pemegang izin lisensi selular nasional tersebut memiliki anggapan bahwa mereka sudah membayar universal service obligation (USO) sehingga tidak perlu lagi menggembangkan jaringan di daerah terluar dan terpencil, menurutnya tidak tepat. Komitmen pembangunan yang mereka setujui ketika mendapatkan izin lisensi nasional tidak ada hubungannya dengan USO.
Selain itu, ada anggapan dari salah satu CEO perusahaan telekomunikasi yang mengatakan bahwa ada beberapa daerah yang dikuasai oleh salah satu operator telekomunikasi yang membuat harga mahal. Menurut Ian anggapan yang dilontarkan CEO telekomunikasi tersebut tidak benar.
"Jika operator menjadi dominan di suatu wilayah, maka mereka harus berani menggeluarkan capex untuk membuka di daerah yang baru. Bukan hanya mengeluh saja dan menggantungkan pada dana USO," terang Ian.
Lebih jauh dia menjelaskan operator yang mengalokasikan capex sangat cekak, mencerminkan mereka hanya mau membangun di daerah perkotaan yang menguntungkan saja. Yang telah telah memiliki infrastruktur sangat memadai.
"Selain hanya mencari keuntungan, operator yang memiliki capex minim juga bisa mencerminkan mereka hanya sebagai follower dari market leader yang telah terlebih dahulu membangun jaringan telekomunikasinya. Jika dianggap daerah tersebut sudah menguntungkan, mereka baru mau menggelar jaringan," tandasnya.
[zul]