Berita

HNW

Politik

Alasan Jokowi Minta Agama Dan Politik Dipisahkan Tak Berbasis Fakta

RABU, 29 MARET 2017 | 15:02 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Permintaan Presiden Joko Widodo agar persoalan politik dan agama dipisahkan untuk menghindari gesekan di antara masyarakat, terutama saat pemilihan kepala daerah dipertanyakan.

Terlebih apa yang disampaikan Presiden saat peresmian tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, pada Jumat lalu (24/3) itu tidak berbasis fakta.

"Fakta politik di lapangan juga tak sepenuhnya berpihak pada pembenaran statement Presiden Jokowi," jelas Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid kepada Kantor Berita Politik RMOL (Rabu, 29/3).

Dia menepis anggapan adanya gesekan bahkan konflik karena persoalan agama dan politik. Tak hanya di tingkat global, tapi juga di Indonesia dalam serangkaian Pilkada seperti sinyalemen Presiden juga tidak terjadi.

"Di tingkat global, yang paling banyak menimbulkan gesekan dan konflik adalah keputusan politik terkait perang," ungkap mantan Presiden PKS ini.

Ada dua perang dunia, yang korbannya jutaan orang, dampak destruktifnya lintas benua. Hidayat menegaskan keputusan politik yang membuat Perang Dunia pertama maupun kedua, tak ada hubungannya dengan agama.

Selain itu, dia juga mengungkit tentang sepak terjang Partai Komunis di Uni Soviet dan China.

"Komunisme yang dianut oleh Lenin, Stalin maupun Mao Tse Tung, juga hadirkan korban mati dan sengsara atas jutaan orang. Dan kita tahu bahwa keputusan politik petinggi-petinggi partai Komunis yang hadirkan gesekan luar biasa itu tak ada kaitannya sama sekali dengan agama," ungkapnya.

Begitu juga ketika Amerika Serikat saat era George Bush Jr dan sekutunya menjatuhkan Presiden Irak saat itu, Saddam Hussain. Korban berjatuhan akibat serangan AS dkk, yang sama sekali tak ada kaitan dengan agama.

"Keputusan politik itu berbasiskan informasi salah yang disampaikan oleh CIA dan sudah hadirkan gesekan dahsyat yang hancurkan negara dan jatuhkan korban yang meninggal maupun terluka jutaan orang jumlahnya," paparnya.

Sementara dalam konteks pilkada di Indonesia, dia menambahkan, berbagai gesekan yang terjadi bahkan anarkhi, juga bukan karena masalah agama. Tetapi lebih pada kecurangan yang dibiarkan dan ketidaknetralan aparat dan penyelenggara pilkada, yang mengundang amarah warga.

"Itupun hanya terjadi pada kasus yang sangat terbatas," jelasnya.

Terbukti, pilkada serentak 2015 hampir tak ada gesekan di tingkat rakyat. Pilkada serentak 2017 juga demikian. "Ada laporan gesekan di Morotai dan beberapa di Papua, tapi itu pun tak terkait dengan masalah agama direlasikan denga politik," bebernya.

Kalaupun maksud Presiden Jokowi merujuk Pilgub Jakarta, dia menegaskan, Pilgub Jakarta adalah 1 dari 101 pilkada serentak di Indonesia pada tahun 2017.

Kalaupun itu disebut sebagai "ada gesekan", hal itu justru bermula dari pernyataan politik Basuki T. Purnama di kepulauan Seribu, yang berujung penetapannya menjadi tersangka oleh Kepolisian dan saat ini menjadi Terdakwa setelah Kejaksaan melimpahkan ke Pengadilan.

"Maka mestinya 1 peristiwa (DKI) di antara 101 peristiwa, janganlah digebyah uyah/digeneralisir. Karena hal itu justru menimbulkan keresahan meluas yang bisa jadi pemicu gesekan-gesekan yang merugikan harmoni kehidupan rakyat dan antar rakyat Indonesia," tandasnya. [zul]

Populer

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

Pasukan Berani Mati Bela Jokowi Pembohong!

Minggu, 22 September 2024 | 14:03

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Kejagung di Bawah ST Burhanuddin, Anak Buah Jalan Masing-masing

Rabu, 25 September 2024 | 17:11

Akun Fufufafa Ganti Nama dari Gibran jadi Slamet Gagal Total

Senin, 23 September 2024 | 08:44

Gibran Tidak Layak dan Tidak Boleh Dilantik Menjadi Wakil Presiden

Sabtu, 21 September 2024 | 08:09

UPDATE

Masuk Komite III DPD, Komeng Bakal Perjuangkan Hari Komedi Nasional

Selasa, 01 Oktober 2024 | 14:04

Kadis Pendidikan Polman Diduga Arahkan Guru Dukung Paslon Tertentu di Pilkada

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:57

KPU Harusnya Beberkan Rekam Jejak Dewan Bukan Umur

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:53

IKI Indonesia Naik ke Level 52,48 per September 2024

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:47

Iran Tolak Kirim Tentara ke Lebanon, Optimis Hizbullah Kuat Lawan Israel

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:46

Hilgers dan Reijnders Resmi Jadi WNI, Sepak Bola Nasional Makin Maju

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:44

Fokus Perjuangkan Hari Komedi, Komeng Ogah Jadi Pimpinan DPD

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:20

Kekayaan Melonjak, Mark Zuckerberg Resmi Gabung Klub 200 Miliar Dolar Bareng Elon Musk

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:18

BPOM Ancam Cabut Izin Kosmetik Overclaim, Influencer Juga Bakal Dipanggil

Selasa, 01 Oktober 2024 | 13:07

Korban Banjir Nepal Tembus 193 Orang

Selasa, 01 Oktober 2024 | 12:59

Selengkapnya