Berita

Megawati

Politik

PDIP: Kelompok Islam Eksklusif Pasti Terganggu Dengan Pidato Megawati

JUMAT, 13 JANUARI 2017 | 09:48 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Meski mendapat apresiasi luar biasa dari publik, namun diakui pasti ada yang menolak isi pidato yang disampaikan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada acara HUT ke-44 PDIP pada Selasa kemarin.

Bahkan ada menyebut yang isi pidato tersebut berbahaya karena bisa menyulut konflik di tengah masyarakat.

"Tentu tidak bisa menyenangkan semua orang," ungkap politikus PDIP Eva Sundari  saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL pagi ini.


Dia menegaskan bagi kelompok yang selama ini kerap mengusung isu SARA, egois, dan tidak mau berdialog, pasti merasa tertohok dengan pidato Megawati tersebut. Karena itu akan menolak apa yang disampaikan Presiden ke-5 tersebut.

"Kelompok yang eksklusif tentu terganggu, kalau yang inklusif happy," sambung anggota DPR RI ini.

Eva menjelaskan sejak awal ideologi PDIP adalah Pancasila. Yaitu, Pancasila yang menerima semua agama, termasuk Islam.

"Islam yang seperti NU dan para founding fathers zaman BPUPKI, yang terdiri dari macam-macam agama. Jadi bukan NKRI yang bersyariah," tekan Eva.

Karena itu, dia menambahkan, pihak-pihak yang menolak pidato Megawati tersebut punya agenda di luar Pancasila.

"Orang-orang NU dan Muhammadiyah tak ada yang protes. Karena paham. Karena bagi Bu Mega Islam kebangsaan, bukan Islam yang punya agenda di luar Pancasila, yang memperalat Islam di luar agenda konsensus kebangsaan," tandasnya.

Sebelumnya sejumlah pihak menyayangkan isi pidato Mega tersebut. Salah satunya pakar otonomi daerah, Prof. M. Ryaas Rasyid, yang menurutnya, sangat berbahaya. Namun dia mengingatkan umat Islam jangan sampai terprovokasi, lalu menyerang Mega. Karena dia yakin, Mega hanya membacakan pidato yang disiapkan orang-orang yang anti Islam.

Berikut pernyataan Prof. M. Ryaas, yang pada masa Pemerintahan Gus Dur-Mega, menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Saya kenal lama dengan megawati. Saya tahu batas kemampuannya berpidato dan berkomunikasi. Dari materi itu saya yakin dia hanya membacakan. Penulis pidatonya pasti seorang yg anti-Islam atau  sangat takut pada kebangkitan Islam atau mau menempatkan PDIP pada garis depan konfrontasi nasionalis thdp Islam. Ini sangat berbahaya. Ummat Islam jangan lsg terpancing atau terprovokasi untuk lawan megawati apalagi menempatkannya sebagai sasaran. Tujuan mereka agar ummat menyasar ke mega karena mega akan otomatis dibela kaum marhaenis. Ini yg ingin dibenturkan oleh kekuatan anti Islam itu. Wallahu alam.


Dalam pidato pada Selasa lalu, Megawati memang berbicara soal kelompok yang menurutnya menghendaki keseragaman dalam berpikir dan bertindak, dengan memaksakan kehendak. Dia pun menyinggung soal Aksi Bela Islam, terutama yang terakhir, yaitu gerakan 212 yang turun dengan jumlah besar. Meski memang dalam pidatonya Mega menyebut penghujung tahun 2015, namun diyakini maksudnya adalah 2016.

Berikut cuplikan pidato Megawati.

Peristiwa di penghujung tahun 2015, telah menggugah sebuah pertanyaan filosofis dalam diri saya: cukupkah bagi bangsa ini sekedar memperingati 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila? Dari kacamata saya, pengakuan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, memuat suatu konsekuensi ideologis yang harus dipikul oleh kita semua. Dengan pengakuan tersebut, maka  segala keputusan dan kebijakan politik yang kita produksi pun, sudah seharusnya bersumber pada jiwa dan semangat nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

Apa yang terjadi di penghujung tahun 2015, harus dimaknai sebagai cambuk yang mengingatkan kita terhadap pentingnya Pancasila sebagai pendeteksi sekaligus tameng proteksi” terhadap tendensi hidupnya ideologi tertutup”, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Ideologi tertutup tersebut bersifat dogmatis. Ia tidak berasal dari cita-cita yang sudah hidup dari masyarakat.

Ideologi tertutup tersebut hanya muncul dari suatu kelompok tertentu yang dipaksakan diterima oleh seluruh masyarakat. Mereka memaksakan kehendaknya sendiri; tidak ada dialog, apalagi demokrasi. Apa yang mereka lakukan, hanyalah kepatuhan yang lahir dari watak kekuasaan totaliter, dan dijalankan dengan cara-cara totaliter pula. Bagi mereka, teror dan propaganda adalah jalan kunci tercapainya kekuasaan.

Syarat mutlak hidupnya ideologi tertutup adalah lahirnya aturan-aturan hingga dilarangnya pemikiran kritis. Mereka menghendaki keseragaman dalam berpikir dan bertindak, dengan memaksakan kehendaknya. Oleh karenanya, pemahaman terhadap agama dan keyakinan sebagai bentuk kesosialan pun dihancurkan, bahkan dimusnahkan. Selain itu, demokrasi dan keberagaman  dalam ideologi tertutup tidak ditolelir karena kepatuhan total masyarakat menjadi tujuan. Tidak hanya itu, mereka benar-benar anti kebhinekaaan.

Itulah yang muncul dengan berbagai persoalan SARA akhir-akhir ini. Disisi lain, para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan dirinya sebagai pembawa self fulfilling prophecy”, para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya.
[zul]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya