Berita

Johannes Leimena

Politik

Ketuhanan Johannes Leimena

SABTU, 07 JANUARI 2017 | 08:53 WIB | OLEH: YUDI LATIF

SAUDARAKU, pada awal kemerdekaan, Indonesia memiliki seorang dokter religius yang memiliki kepedulian besar pada usaha kesejahteraan sosial, terutama menyangkut kesehatan masyarakat.

Dokter itu bernama Johannes Leimena (biasa disapa Oom Jo), Putra Ambon (Maluku), kelahiran 6 Maret 1905. Ia kerap disebut sebagai dokter serba bisa karena selain menjadi dokter yang menguasai berbagai urusan kesehatan, ia juga seorang politisi dan diplomat dalam perundingan antara Indonesia dan Belanda.

Leimena merupakan satu-satunya tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat Menteri (termasuk menteri muda, wakil menteri dan wakil Perdana Menteri) dalam 18 Kabinet yang berbeda, selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus; sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), utamanya di Kementerian Kesehatan dan Sosial. Bahkan ia pun pernah menjadi pejabat Presiden. Selain itu, Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.


Kepedulian sosial-keagamaannya mulai bangkit saat ia menempuh pendidikan kedokteran tingkat rendah di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen) di Jakarta dan NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya. Pada masa ini, keprihatiannya atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa memberinya motivasi untuk aktif pada Gerakan Oikumene”.

Penghayatan religiositasnya tumbuh bersamaan dengan kesadaran sosialnya. Pada 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung, yang kemudian melahirkan Organisasi Oikumene pertama di kalangan pemuda Kristen, Cristelijke Studenten Vereeniging (CSV), yang merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Selain itu, sebagai aktivis Jong Ambon, ia juga ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia II, yang menghasilkan Sumpah Pemuda.

Setelah menempuh pendidikan kedokteran tingkat rendah di NIAS Surabaya (1930), ia melanjutkan studinya untuk meraih dokter penuh di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta. Ia meraih gelar doktor pada 17 November 1939 dengan disertasi Leverfunctie-proeven bij Inheemschen”, yang mengkaji kasus-kasus penyakit yang dijumpainya selama bertugas. Setelah itu, ia berjuang melalui profesi kedokterannya untuk mengembangkan kemanusiaan; bukan hanya kemanusiaan secara fisik sesuai dengan profesinya sebagai dokter, melainkan juga humanisme transendental yang diwujudkan dalam tindakan. Pemikiran kesehatannya melebihi batas-batas ilmu kedokteran dan kesehatan yang digelutinya.

Dengan humanisme transendentalnya, Leimena menjelma menjadi sosok seorang dokter yang memiliki jiwa dan sifat kesetiakawanan yang tinggi. Sebagai orang beriman, ia mengamalkan ajaran Kristennya ke dalam pergaulan bermasyarakat dan berbangsa. Bagi Oom Jo, beragama dan beribadah adalah suatu kesadaran yang bertanggung jawab” sehingga dalam prakteknya adalah berkewarganegaraan yang bertanggung jawab.”

Setelah menyandang gelar dokter, ia mulai diangkat sebagai dokter yang bertugas di CBZ (sekarang RS Cipto Mangunkusumo). Komitmen kemanusiaannya tersentuh saat membantu pasien korban letusan Gunung Merapi, dan tambah menguat ketika bertugas di rumah sakit Immanuel Bandung dan rumah sakit milik pabrik kertas di Padalarang.

Leimena terkenal karena keberhasilannya menemukan racikan obat salep untuk mengobati penyakit kulit ringan, yang banyak diidap rakyat kecil, dengan label salep Leimena”. Salep yang sangat terkenal mujarab pada zamannya itu membuktikan seorang Leimena sebagai dokter yang inovatif dan peduli kebutuhan rakyatnya.

Oom Jo merasa tak cukup melayani pasien yang ada di poliklinik atau rumah sakit. Ia sering berkunjung ke daerah sekitar Bandung melihat kondisi kesehatan di masyarakat seperti di Sumedang, Padalarang, Majalaya, dan Ciparay. Kelak, hasil persentuhannya dengan masyarakat ini membuatnya memiliki gagasan membentuk poliklinik untuk melayani masyarakat, khususnya petani.

Ketika menjabat Menteri Kesehatan (1953-1955), Oom Jo merumuskan rencana pembangunan kesehatan yang komprehensif yang dikenal dengan nama Rencana Leimena. Rencana ini mengkonsepsikan pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan penyembuhan (preventif dan kuratif) dan perimbangan fasilitas layanan kesehatan di kota dan desa. Melihat kondisi kesehatan masyarakat yang disaksikan, menumbuhkan kepedulian pada Leimena. Kepedulian kemanusiaan inilah yang membuatnya sangat mempedulikan kesehatan masyarakat Indonesia, dengan mengembangkan pendirian layanan kesehatan yang sekarang dikenal sebagai Puskesmas.

Sedemikian kuat komitmen dan integritasnya dalam kemanusiaan dan kesejahteraan sosial, tak heran kalau Mohammad Roem, yang pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia, menyebut Leimena sebagai pribadi yang memiliki integritas, kejujuran penuh dedikasi. Sri Sultan Hamengkubowono IX (1979) pun pernah mengenang arti penting sosok Leimena, "Andaikata Oom Jo sekarang ini masih berada di tengah-tengah kita, niscaya dia akan menjadi tauladan kita semua sebagai pemimpin politik yang jujur dan sebagai pemimpin yang tetap hidup sederhana dengan murni." (Zuhdi, 2010).

Bahkan tak kurang dari Bung Karno sendiri memberikan testimoni atas dirinya: "Ambillah misalnya Leimena-seorang dokter desa. Kami pernah berjumpa sebentar di masa perang ketika ia mengobati sakit kepalaku dan kemudian, juga sebentar, ketika aku berkunjung ke kotanya setelah kemerdekaan. Tidak lama setelah itu seorang pembantuku menjemputnya untuk dibawa ke Jakarta. Sebagai seorang Kristen dari Maluku, ia mewakili dua minoritas yang kuinginkan dalam kabinetku, untuk mewujudkan semboyan kami: Bhinneka Tunggal Ika. Yang lebih penting, saat bertemu dengannya aku merasakan rangsangan indra keenam, dan bila gelombang intuisi dari hati nurani yang begitu keras seperti itu menguasai diriku, aku tidak pernah salah. Aku merasakan dia adalah seorang yang paling jujur yang pernah kutemui" (Adams, 2011: 289).

Jejak langkah Dokter Leimena merupakan contoh ekselen dari semangat ketuhanan yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Dirinya merupakan penjelmaan dari tiga peran sosial dalam mewujudkan keadilan sosial: peran penyelenggara negara, peran pasar/pelaku usaha (sebagai dokter dan pemegang merek salep Leimena”) dan peran masyarakat sipil (sejak aktivis mahasiswa) yang secara bergotong-royong menghadirkan kesejahteraan sosial.

Penulis adalah cendekiawan, pemikir Islam dan kenegaraan


Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya