Berita

Foto/Net

Bisnis

Karena Super Power, KPK Jangan Takut Sikat Koruptor

Soal Telegram Kapolri
RABU, 21 DESEMBER 2016 | 08:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Publik media sosial cukup ramai membahas berita tentang surat telegram Kapolri, yang memerintahkan jajarannya agar tindakan hukum penggeledahan dan penyitaan oleh KPK, Kejaksaan dan pengadilan terhadap anggota Polri, harus seizin Kapolri atau Propam Polri.

Khalayak netizen heboh membahas surat Kapolri kepada para Kapolda soal perlunya izin Kapolri atau Kabid Propam Polda terkait, apabila penyidik KPK, Kejaksaan atau pengadilan, melakukan tin­dakan hukum penggeledahan, pe­nyitaan dan masuk ruangan Mako Polri.

Netizen heboh membahas sejum­lah tautan berita tentang surat tele­gram tertanggal 14 Desember 2016 itu. Diberitakan, Kapolri melalui Kadiv Propam Polri mengeluarkan surat telegram bernomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM.


Pembicaraan netizen tentang surat tersebut, di antaranya, ramai di me­dia sosial Twitter. Misalnya, akun @dikdikfitra mengingatkan bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum, termasuk anggota Polri, "Tak ada pengecual­ian!!"

Akun @leoagian berpendapat, tindakan hukum penggeledahan dan penyitaan oleh penyidik tidak perlu mendapat izin atau persetujuan in­dividu atau pimpinan institusi yang akan ditindak.

"KPK itu super power untuk ka­sus korupsi. Siapapun yang terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme harus diusut, tanpa harus mendapat izin pimpinan instansinya!" cuitnya.

Akun @kopral1224 menilai, surat telegram tersebut bisa dinilai mempersulit KPK, Kejaksaan atau pengadilan, menindak anggota Polri dan menyita barang bukti di ruangan Mako Polri. "Lah, kalau Kapolri ng­gak kasih izin gimana?"

Netizen menilai surat telegram tersebut sebagai langkah mundur dalam sektor penegakan hukum. "Semoga birokrasi yang menyesat­kan tidak menimbulkan kerugian dimana-mana," sindir netizen @ DieanAiiu.

Senada disampaikan netizen @ syarifh240960, "Di satu sisi izin Kapolri perlu, di sisi lain mungkin bisa menghambat gerak cepat pen­egak hukum lain untuk mendapatkan barang bukti."

Topik ini juga ramai dibahas ne­tizen pengguna Facebook. Seperti akun Diandrias Kurnilwansyah me­minta institusi penegak hukum lain tidak mempedulikan surat Kapolri. "Harus ada yang berani tangkap oknum siapapun penyelenggara negara ini, baru adil. Jangan takut," harapnya.

Akun Arief Hutomo khawatir surat Kapolri mempersulit KPK, Kejaksaan dan Pengadilan mengusut kasus korupsi yang melibatkan oknum anggota Polri, "Jadi dengan adanya 'ulasan' tersebut, mana SOP yang akan dipegang sebagai 'acuan' oleh KPK???"

Akun FajriHakim meminta Kapolri membatalkan surat telegram tersebut. "Dibatalin aja pak Kapolri. Kalau izin dulu, bisa dibawa kabur barang buktinya," pintanya.

Selain khalayak netizen, kritik ju­ga disampaikan oleh peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter.

Dia menilai surat edaran Polri itu dapat memicu ketegangan antar penegak hukum. Surat tersebut seolah-olah memposisikan Polri di atas penegak hukum lain.

"Rasanya tidak perlu ada surat tersebut. Jangan sampai telegram ini memicu ketegangan lagi di antara aparat penegak hukum. Karena yang kami pahami, tele­gram ini memposisikan seolah-olah polisi levelnya di atas aparat penegakan hukum lain," ujar Lalola di Kantor ICW, Jakarta.

Lalola mengingatkan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini cukup baik mengatur penggeledahan dan penyitaan oleh aparat penegak hukum, yakni, harus seizin ketua pengadilan negeri.

Maka itu, kata Lalola, pihaknya mempertanyakan motif Kapolri me­nyampaikan surat tersebut kepada jajarannya.

"Pasal 33 ayat 1 dan 38 ayat 1 KUHAP, misalnya, mewajibkan izin ketua pengadilan negeri bagi aparat penegak hukum melakukan peng­geledahan dan penyitaan. Kenapa perlu izin Kapolri lagi?" kata dia.

Karena itu ICW mendesak surat tersebut ditarik atau dibatalkan. "Kapolri sebaiknya membatalkan telegram ini," desaknya.

Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, arahan Kapolri terse­but sebenarnya sudah lama berlaku. Namun, baru belakangan kembali ditegaskan oleh Polri bahwa harus ada izin Kapolri untuk penggeleda­han anggota Kepolisian.

Agar setiap penggeledahan anggota Polri harus ada pendamp­ingan oleh Divisi Propam atau Divisi Hukum Polri. "Karena ada beberapa kejadian yang langsung (geledah), dampaknya ke organ­isasi. Muncul pertanyaan anggota Polri gini-gini di media massa, kok kita nggak tahu ada masalah," jelas Rikwanto. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya