Berita

Foto/Net

X-Files

Kantor 4 Lantai PT Melati Technofo Indonesia Tutup

Bosnya Jadi Tersangka Di KPK
SELASA, 20 DESEMBER 2016 | 09:22 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

KPK mengimbau Fahmi Darmawansyah yang berada di luar negeri segera pulang. Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) ini ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kamis (15/12).
 
Sejak itu, Kantor MTI di Jalan Tebet Timur Dalam Nomor 95A, Jakarta Selatan, tutup. Halaman parkir juga lengang. Kendati tidak ada aktivitas, kantor em­pat lantai itu tidak sepenuhnya kosong. Pasalnya, jendela lantai tiga dalam keadaan terbuka sebagian. Sesekali, seseorang pegawai mengintip di balik tirai sambil mengawasi keadaan sekitar. "Kantornya sudah tutup sejak Jumat (16/17)," ujar Yadi, salah seorang petugas parkir yang tidak jauh dari lokasi.

Pada tengah hari, rooling door dibuka pelan-pelan. Suara pintu dari besi itu terdengar. Tak lama kemudian, keluar seorang pria yang mengenakan kaos warna gelap. Sambil berjalan terburu-buru, lelaki berumur 30 tahunan ini enggan menjelaskan kon­disi kantor. "Saya baru kerja di sini. Tidak tahu ini kantor apa?" elaknya sambil berlalu.


Kantor perusahaan rekanan Bakamla ini, berdiri megah di tengah ruko-ruko yang berderet di Jalan Tebet Timur Dalam. Di kantor perusahaan milik suami artis Inneke Koesherawati ini, tidak ada plang nama perusahaan yang tertempel di depannya. Bahkan, nomor ruko juga tidak tampak. Yang membedakan dengan ruko lainnya, hanya teralis dari kayu yang terpasang di depannya. "Technofo sudah berkantor di sini sejak empat tahun lalu," ujar Yadi.

Menurut Yadi, karyawan tera­khir terlihat beraktivitas di kan­tor tersebut pada Kamis (15/12). "Setelah itu tutup," ujar pria asal Ponorogo ini.

Yadi menyebut, jumlah kary­awan di perusahaan tersebut sekitar 30 orang, bekerja lima hari dalam seminggu. "Tidak ada yang aneh dengan perusahaan itu. Saya tahunya kontraktor ka­bel," kata pria yang mengenakan seragam warna biru ini.

Sebetulnya, lanjut Yadi, era kejayaan perusahaan itu terjadi tiga tahun lalu. Saat itu, setiap harinya paling tidak ada 50 mobil operasional silih berganti terparkir di depan perusahaan tersebut. "Tapi sejak setahun terakhir, sudah jarang terlihat mobil operasional yang parkir. Yang paling sering mobil me­wah punya bos perusahaan itu," tuturnya.

Nama PT MTI mencuat ke publik sejak KPK menangkap Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi. Dirut perusahaan tersebut diduga menyuap Eko sebesar Rp 2 miliar dalam pen­gadaan monitoring satelit. Fee ini diduga baru sebagian kecil dari Rp 15 miliar commitment fee, yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar.

Peralatan tersebut rencananya ditempatkan di berbagai lokasi di Indonesia dan terintegrasi den­gan seluruh stasiun yang dimiliki Bakamla, serta dapat diakses di Pusat Informasi Maritim (PIM) yang berada di kantor pusat Bakamla.

Sementara itu, Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Sudewo membantah dirinya abai dengan perilaku anak buahnya. "Saya su­dah sering mengingatkan, apalagi sekarang ini kami jadi Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli," ujar Ari belum lama ini.

Menurut Arie, kasus suap ini merupakan kelalaian anak buah­nya dalam menjalankan tugas. Sebab, selama ini, pihaknya sudah melakukan penguatan internal, terutama inspektorat Bakamla agar kejadian suap me­nyuap tak terjadi di Bakamla.

Saat ini, lanjut dia, lem­baga yang dipimpinnya akan mengembalikan Eko Susilo Hadi ke kejaksaan sebagai lembaga yang mendelegasikan sebelum­nya. Arie menceritakan, Eko bergabung dengan Bakamla sejak empat tahun lalu. Dia merangkap jabatan sebagai Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama (Inhuker) dan Plt Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla sejak Mei 2016 dan berakhir 9 Desember 2016.

Menurut Arie, kewenangan Sestama Bakamla dalah men­jadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Seluruh perencana proyek pengadaan barang/jasa hingga lelang dan pemenang tender, be­rada dalam kewenangannya.

Ada tiga proyek yang berada dalam kewenangan Eko Susilo. Pertama, proyek pengadaan backbone coastal surveillance system senilai Rp 400 miliar yang dimenangi CMI Technology. Kedua, proyek pengadaan lon­grange camera plus tower Rp 102 miliar yang dimenangi PT Zhasa Putra Deratama.

Terakhir, proyek pengadaan monitoring satelit Bakamla senilai Rp 402,71 miliar yang dimenangi PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI). "Anggaran proyek ini, mengalami pengu­rangan menjadi Rp 200 miliar setelah ada instruksi Presiden untuk penghematan anggaran," sebutnya.

Kendati terjadi dugaan korupsi dalam pengadaan alat monitoring satelit, Arie memastikan, proyek tersebut akan terus berlangsung karena telah ditargetkan untuk pengawasan laut. "Ini kan proyek sampai akhir tahun. Ini baru tahap pertama," sebutnya.

Dia menambahkan, proyek tersebut sudah memasuki proses lelang dan direncanakan selesai pada akhir 2016, dengan ang­garan Rp 400 miliar. "Anggaran awalnya kami minta Rp 1,5 triliun, tapi hasil pemeriksaan BPK hanya memberi Rp 400 miliar dan ini sedang berjalan," jelasnya.

Ke depan, Arie berjanji lebih serius memberantas oknum yang masih bermain proyek di insti­tusinya. Kasus korupsi sekecil apapun tak bisa ditolerir,” te­gasnya.

Terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo membenarkan Eko Susilo Hadi merupakan pegawai kejaksaan. "Tapi, sudah empat tahun tidak ada di lingkungan kerja kejaksaan," ujar Prasetyo.

Prasetyo menegaskan, tidak akan membela Eko yang ditang­kap KPK. "Kalau bersalah, kita tidak akan membela orang yang bersalah. Tapi kalau benar, kita akan bela sampai manapun, itu prinsip," tegas politikus Partai Nasdem ini.

Dia mengatakan, pihaknya tidak akan memanggil Eko un­tuk diperiksa secara internal di kejaksaan. Sebab, Eko tidak ber­tugas lagi di kejaksaan. "Biarkan KPK proses. Beda kalau ber­tugas di kejaksaan, kita akan lakukan pemeriksaan internal," pungkasnya.

Latar Belakang
KPK Sita Uang Senilai Rp 2 Miliar Di Halaman Parkir Kantor Bakamla

Operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, terjadi hari Rabu (14/12) pukul 12.30 WIB.

Saat itu, Eko diduga men­erima uang dari dua orang ber­nama Hardy dan Adami di kan­tor Bakamla, Jalan Soepomo, Jakarta Pusat. Setelah penyera­han uang itu, tim KPK menga­mankan Hardy dan Adami di halaman parkir kantor Bakamla. Dari tangan Eko, KPK menyita uang senilai Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura.

Satu jam kemudian, pukul 13.30 WIB, tim KPK menang­kap seseorang bernama Danang di kantor PT Melati Technofo Indonesia (MTI). Kemudian, empat orang tersebut dibawa ke kantor KPKuntuk menjalani pemeriksaan intensif.

Dari pemeriksaan dan gelar perkara, KPK memutuskan meningkatkan status perkara ke tingkat penyidikan dan me­netapkan Eko sebagai tersangka penerima suap. Eko dijerat den­gan Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, KPK juga menetap­kan Hardy Stefanus, M Adami Okta dan bos PT MTI Fahmi Dharmansyah sebagai tersangka pemberi suap. Ketiganya dis­angkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999, se­bagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Danang yang turut diamankan dalam OTT dilepas­kan, dan saat ini masih berstatus sebagai saksi.

Sedangkan tiga tersangka te­lah ditahan KPK di rutan yang berbeda. "Tersangka ESH (Eko Susilo Hadi) di Polres Japus, HST (Stefanus Hardi) di Polres Jaktim dan MA (Muhammad Adam) di Rutan Guntur," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, beberapa waktu lalu.

Sementara, Fahmi Darmawansyah berada di luar negeri. Wakil Ketua KPKSaut Situmorang mengatakan, pihaknya sudah mengimbau Fahmi agar me­nyerahkan diri ke kantor KPK. "Lebih baik datang sendiri," ujar Saut.

Namun, Saut belum bisa membuka dimana keberadaan Fahmi saat ini. Namun, dia membantah jika dikatakan, Fahmi sengaja disembunyikan oknum pihak tertentu di luar negeri. "Tidaklah, tidak ada info seperti itu," ujar bekas staf ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini.

KPK, kata dia, akan menunggu Fahmi hingga Senin (kemarin). "Bila sampai Senin, dia tidak juga datang, maka KPK akan mencarinya," tandasnya.

Namun, Saut tetap meminta tersangka tersebut agar dengan sadar diri datang ke kantor KPK untuk mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya