Berita

Foto/Net

On The Spot

Pedagang Sayur Diprotes Pembeli Dan Langganannya

Harga Cabe Rp 80 Ribu Per Kilogram
SELASA, 08 NOVEMBER 2016 | 09:27 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Seiring tingginya frekuensi hujan di berbagai daerah, harga cabe melonjak. Di sejumlah pasar di Jakarta dan daerah lainnya, harga cabe naik hampir dua kali lipat.

Supinah berjalan santai di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Sesampai di kios sayuran, ibu yang mengenakan kaos warna coklat ini, berhenti sambil melihat-lihat berbagai macam sayuran yang dijajakan.

Sejurus kemudian, wanita berumur sekitar 40 tahun ini membeli cabe keriting. "Bu, bungkus cabenya, ya. Biasa, setengah kilo," pinta warga Kedaung, Ciputat, Tangerang Selatan ini kepada pedagang sayur langganannya.

Dengan cekatan, Lastri, peda­gang sayuran menimbang cabe keriting yang dipesan Supinah. "Ini Bu, Rp 40 ribu," ucap Lastri sambil menyerahkan sebungkus cabe kepada pembeli.

Sembari menerima bungkus cabe, Supinah yang mengena­kan kerudung bengong sejenak. "Tidak salah Bu harganya? Biasanya cuma Rp 15 ribu set­engah kilo," protes Supinah. "Benar Bu, sudah seminggu ini naik," jawab Lastri santai.

Akhirnya, Supinah mengam­bil uang dari dalam dompet yang semula dijepit di ketiaknya. "Ya sudah," ujar Supinah sambil berlalu pergi dengan wajah dongkol.

Supinah mengaku terpaksa membeli cabe karena sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. "Kalau makan tidak ada sambal, tidak enak. Ada yang kurang rasanya," ujar dia.

Kendati demikian, wanita berkulit sawo matang ini berharap, kenaikan harga cabe tidak ber­langsung lama karena member­atkan konsumen. "Kalau seperti ini terus, yang rugi konsumen," keluhnya sambil berlalu pergi.

Senada, Irwan salah satu pem­beli cabe keriting, mengatakan tetap membeli cabe keriting kendati harganya naik dua ka­lipat. Soalnya, cabe itu akan digunakan untuk usaha warung Padang miliknya. "Walaupun mahal, saya tetap beli 5 kilo se­tiap hari," ujar warga Kampung Utan, Ciputat ini.

Dia tidak bisa membayangkan bila masakan Padang cabenya hanya sedikit. "Masakan bakal jadi hambar. Pembeli nanti banyak yang komplain," kha­watirnya.

Kendati harga cabe naik dua kali lipat, pria berumur 38 tahun ini enggan menaikkan harga makanannya, karena takut mem­beratkan pembeli. "Paling sam­belnya dikurangi cabenya. Yang penting masih terlihat merah," tandasnya.

Berdasarkan pengamatan di Pasar Ciputat, kenaikan harga cabe cukup mempengaruhi jum­lah pembeli. Sepanjang pagi hingga kemarin siang, jumlah pembeli cabe bisa dihitung jari. Pedagang lebih banyak melayani pembeli sayuran selain cabe rawit dan keriting. Bahkan, ham­pir setiap pembeli cabe komplain karena harganya naik drastis.

Sementara, Lastri, pedagang cabe di Pasar Ciputat mengaku, harga cabe mulai melonjak sejak seminggu lalu. "Sekarang harga cabe keriting Rp 80 ribu per kilo. Cabe rawit Rp 70 ribu per kilo," sebutnya.

Mahalnya harga cabe keriting dan rawit, kata Lastri, karena dirinya mengambil cabe kerit­ing di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur sudah Rp 70 ribu per kiogram. "Sudah biasa kami ambil untung Rp 10 ribu per kilo," ucapnya.

Kendati harga cabe mahal, Lastri menyebut, jumlah pem­beli tidak berkurang. Sebab, cabe sudah menjadi kebutuhan wajib sehari-hari. "Tapi seka­rang pembeli hanya membeli dalam jumlah sedikit. Biasa satu kilo, sekarang menjadi setengah kilo," sebut dia.

Mahalnya harga cabe, duga Lastri, karena curah hujan tinggi, sehingga petani enggan me­manen cabenya. "Kalau dipanen takutnya busuk. Jadi, dibiarkan di pohonnya saja sambil menunggu tidak hujan," ujar dia.

Tidak jauh beda, harga cabe rawit dan keriting di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur juga tinggi. Kendati mahal, tetap ban­yak yang membeli cabe di pasar terbesar di Jakarta ini. "Kalau beli di sini harus dalam jum­lah besar supaya murah," ujar Kasan, salah satu pedagang cabe di Pasar Induk. Kendati begitu, Kasan mengamini mahalnya harga cabe keriting maupun rawit. "Sudah hampir seminggu ini naik," ujar Kasan.

Kasan menyebut, saat ini harga cabe keriting di tingkat petani sudah Rp 60 ribu per kg. Sedangkan cabe rawit Rp 50 ribu per kg. "Pokoknya, kami hanya ambil untung Rp 10 ribu per kilo dari harga jual petani," sebutnya.

Setiap hari, warga Serang ini, mengaku mendapat kiriman dari petani cabe langganannya di berbagai daerah. Seperti Malang, Temanggung, Sukabumi dan Cikajang, Garut. "Setiap hari kami dapat kiriman 1,5 ton cabe keriting dan 1 ton cabe rawit," sebut dia.

Kendati harga mahal, Kasan memastikan tidak ada penurunan daya beli masyarakat. Pasalnya, pembeli dagangannya sudah menjadi langganan, terutama warung-warung nasi Padang. "Omzet sehari-hari biasanya Rp 80 juta. Kalau harga cabe naik bisa Rp 130 juta," ujarnya.

Angka itu merupakan angka penjualan. Sedangkan untung­nya tetap saja Rp 10 ribu per ki­logram. "Mau mahal atau murah harga cabe, untung saya sama saja. Yang berat itu pembeli," tandasnya.

Kendati demikian, pria yang mengenakan kemeja warna gelap ini berharap, harga cabe kembali normal seharga Rp 25 ribu per kg. Sebab, dengan harga seperti itu, semua pihak sudah untung. Dia pun tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk modal membeli cabe dari petani. "Petani untung, konsumen juga tidak berat," tandasnya.

Dia menduga, mahalnya harga cabe karena sering hujan, seh­ingga petani enggan memanen cabenya dalam jumlah besar. Akibatnya, pasokan berkurang. "Kalau banyak-banyak bisa busuk kena air," sebut dia.

Terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut, disparitas harga cabe di Jakarta paling tinggi dibandingkan daer­ah lain. "Tapi hanya beberapa tempat, karena tidak sama antar daerah," ujar Enggar di Jakarta.

Menurut Enggar, disparitas harga cabe di Jakarta berkisar antara Rp 5.000-Rp 10.000 per kg. Namun, naiknya harga cabe, kata dia, tidak mempengaruhi inflasi karena kontribusinya sangat kecil.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan juga menyebut, mahalnya harga cabe di pasaran karena curah hujan yang tinggi, sehingga petani eng­gan memanen cabe karena takut busuk. Akibatnya, pasokan cabe ke pasar berkurang dan memicu kenaikan harga. "Bukannya tidak ada stoknya, stok banyak, cuma petani tidak berani memanen karena cuaca. Jadi, dibiarkan saja di pohon agar tidak busuk," ujar Oke di Jakarta.

Selain intensitas hujan yang tinggi, kata Oke, melonjaknya harga cabe juga dipengaruhi erupsi gunung di sejumlah daerah, sehingga menghambat distribusi. Seperti, Di daerah yang harganya tinggi, teruta­ma di Aceh dan Sumatera Utara. "Pasokan turun selain karena cuaca, juga ada erupsi Gunung Sinabung," sebut dia.

Saat ini, kata Oke, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk mengatasi kendala pasok dari sentra produksi cabe merah ke daerah lain. "Kami coba menunggu waktu pemetikan, baru kemudian mentransportasikan­nya," kata dia.

Kendati harga cabe melonjak, lanjut Oke, pemerintah tidak akan mengimpor cabe sam­pai akhir tahun ini. Alasannya, persediaan cabe di tingkat petani masih cukup banyak.

Latar Belakang
Panjangnya Mata Rantai Pasok Menjadi Salah Satu Sebab Harga Cabe Melonjak

Seiring tingginya intensitas hujan, harga cabe keriting dan cabe rawit merah melonjak.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga cabe mulai naik sejak September 2016. Saat itu, harga cabe kerit­ing Rp 33.870 per kg, cabe merah besar Rp 32.760 per kg dan rawit merah Rp 34.020 per kg.

Saat ini, harga terus melonjak, mencapai Rp 47.050 per kg untuk cabe merah keriting, Rp 47.600 per kg untuk cabe merah besar dan Rp 42.370 per kg un­tuk cabe rawit merah. Bahkan di beberapa daerah, harganya telah menembus Rp 60 ribu per kg, antara lain di Jakarta (Rp 61.818 per kg), Banda Aceh (Rp 72.000 per kg), dan Bandung (Rp 79.000 per kg).

Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, pemerintah akan memasok 8 hingga 10 ton cabe per hari untuk mengendalikan gejolak harga di Jakarta. "Kami akan memutus rantai pasokan hortikultura yang mencapai 8 hingga 9 tingkatan," kata Amran.

Menurut Amran, panjangnya rantai pasok menjadi salah satu penyebab tingginya disparitas harga cabe dari tingkat petani ke konsumen di Jakarta. Karena itulah pihaknya mencoba men­gurangi panjangnya rantai pasok tersebut.

Sebenarnya, kata Amran, har­ga cabe merah keriting di tingkat petani saat ini hanya sekitar Rp 20.000. Harga ini kemudian melonjak hingga mencapai Rp 70.000 per kilogram di pasar. Padahal, lanjut dia, dari sisi pasokan tidak ada masalah dan masih sangat mencukupi. "Kami memiliki banyak sentra produksi cabe," klaimnya.

Sementara, Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementarian Pertanian (Kementan) Yasid Taufik mengatakan, untuk mengendalikan gejolak harga hortikultura, khususnya harga cabe di Jakarta, Kementan akan bekerja sama dengan Avalis memasok sekitar 8 hingga 10 ton cabe per hari dalam waktu dekat. Avalis merupakan kelom­pok yang membawahi sejumlah kelompok tani di sentra produksi cabe.

"Jumlah ini akan bertambah menjadi 30 ton cabe per hari pada 2017 untuk membantu kebutuhan cabai di Jakarta yang mencapai 180 ton per hari," sebut dia.

Yasid mengakui, panjangnya rantai pasokan menjadi salah satu penyebab tingginya dispari­tas harga cabe dari tingkat petani ke konsumen. Menurutnya, harga cabe merah di tingkat petani saat ini hanya sekitar Rp 20.000. Harga ini kemudian melonjak hingga Rp 50.000, bahkan mencapai Rp 70.000 per kilogram. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Warganet Geram Bahlil Bandingkan Diri dengan Rasulullah: Maaf Nabi Tidak Minum Alkohol

Kamis, 26 September 2024 | 07:43

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

UPDATE

DPRD Kota Bogor Berharap Sinergitas dalam Perayaan HUT ke-79 TNI

Minggu, 06 Oktober 2024 | 23:47

Pram-Rano Komitmen Sehatkan Mental Warga Jakarta Lewat Ini

Minggu, 06 Oktober 2024 | 23:23

IKA Unpad Rekomendasikan 4 Calon Menteri Prabowo-Gibran

Minggu, 06 Oktober 2024 | 22:23

Dukung Egi-Syaiful, Partai Buruh Berharap Ada Kenaikan Upah

Minggu, 06 Oktober 2024 | 22:17

Mega-Prabowo Punya Koneksi Psikologis dan Historis

Minggu, 06 Oktober 2024 | 21:56

KPK OTT di Kalimantan Selatan

Minggu, 06 Oktober 2024 | 21:14

Dharma Pongrekun: Atasi Kemacetan Jakarta Tidak Bisa Hanya Beretorika

Minggu, 06 Oktober 2024 | 21:11

Pram dan Rano akan Perhatikan Kesejahteraan Guru Honorer agar Tidak Terjerat Pinjol

Minggu, 06 Oktober 2024 | 20:54

Suswono Kehabisan Waktu Saat Pantun Penutup, Langsung Dipeluk RK

Minggu, 06 Oktober 2024 | 20:42

Badai PHK Ancam Jakarta, Pram-Rano Bakal Bikin Job Fair 3 Bulan Sekali

Minggu, 06 Oktober 2024 | 20:30

Selengkapnya