Berita

Foto/Net

Bisnis

Pemerintah Mau Perketat Syarat Relaksasi Ekspor

Dorong Pembangunan Smelter
KAMIS, 03 NOVEMBER 2016 | 09:13 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kementerian Koordina­tor (Kemenko) Perekono­mian kemarin menggelar rapat koordinasi dengan jajaran ke­menterian terkait membahas revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 soal Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi itu mau direvisi karena pemerintah ingin memperpanjang relak­sasi ekspor mineral yang batas waktunya akan berakhir pada awal tahun depan. Belum ada keputusan yang diambil dari rapat tersebut.

"Soal hilirisasi minerba se­dang dibahas. Mudah-mudahan selesai sebelum akhir tahun," ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan usai rakor di Kantor Kemenko Perekono­mian, di Jakarta.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar memastikan, relaksasi yang diberikan pe­merintah tidak akan merusak semangat hilirisasi. Sebaliknya, relaksasi dibuat supaya pembangunan smelter tetap dilanjutkan. Saat ini, pihaknya tengah mencari formulanya. "Kita menerima masukan. Semua input yang berguna akan kita pertimbangkan," katanya.


Sekadar informasi, jika relaksasi ekspor jadi diberi­kan, maka kebijakan tersebut merupakan kedua kalinya pelaku usaha pertambangan dapat kelonggaran. Sebenarnya, berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara hanya mineral yang sudah diolah dan dimurni­kan saja yang bisa diekspor. Namun pemerintah mem­berikan relaksasi selama tiga tahun dengan tujuan agar perusahaan-perusahaan tambang menjalankan hilirisasi, membangun smelter sebelum 12 Januari 2017.

Deputi Bidang Usaha Per­tambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengungkapkan usulan-usulan terkait revisi PP Nomor 1 Tahun 2014 yang berkembang dalam rapat. Menurutnya, da­lam revisi akan ada perbaikan-perbaikan untuk memastikan hilirisasi berjalan.

Dia menuturkan, ada usulan agar serapan dana investasi tidak lagi menjadi indikator utama di dalam menghitung tingkat kemajuan pembangu­nan (progres) smelter. Tetapi menekankan realisasi pem­bangunan fisiknya. Pasalnya, terdapat kasus di mana inves­tor telah menyetorkan uang ja­minan pembangunan smelter, namun belum melakukan kon­struksi sama sekali. Sehingga, aktivitas tersebut sudah bisa dikatakan progres.

"Dari sisi progresnya akan kami naikan lagi. Tidak boleh lagi orang ngasih uang ja­minan sebagai bagian dari progres. Harus ada building-nya. Kami perlu memastikan bahwa smelter bisa jadi tidak hanya dengan uang jaminan," ujarnya.

Selain itu, Fajar mengung­kapkan, pemerintah akan mem­perketat pengawasan. Karena, progres smelter berkaitan erat dengan pengenaan bea ke­luar (BK) ekspor mineral. Dia merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.153/PMK.011/2014 ten­tang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Aturan tersebut menyebut jika kemajuan pembangunan atau serapan dana investasi smelter antara 0 hingga 7,5 persen, maka bea keluar yang dibayarkan sebesar 7,5 persen. Apabila realisasi progres smelter antara 7,5-30 persen, maka membayar bea keluar 5 persen. Sedangkan progres pembangunan lebih dari 30 persen, maka bea keluar yang dibayar 0 persen.

"Kalau sekarang kan pro­gres investasinya makin maju, biayanya keluar kan makin kurang. Namun belum ada yang mengatur progres fisiknya," jelasnya.

Dengan demikian, lanjutnya, ada peluang pemerintah juga akan mengubah PMK acuan pengenaan BK ekspor min­eral. Pasalnya, BK dihitung berdasarkan tingkat kemajuan pembangunan smelter sesuai persentase nilai serapan biaya, sesuai pasal 4 APMK no. 153 tahun 2014. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya