Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyita 289 log kayu di gudang milik Perusahaan Dagang Karya Mandiri (PD KM), Serang, Banten. Kayu-kayu ini diduga ilegal.
Gudang tersebut berada di pinggiran Kota Serang. Jaraknya sekitar 4,5 kilometer dari pusat kota. Letaknya di Jalan Warung Jaud, Kasemen, Serang. Letaknya di pinggir jalan yang tak terlalu besar. Hanya cukup dua mobil berpapasan. Gudang berukuran sekitar 1000 meter persegi itu, dibangun di areal bekas persawahan.
Masuk ke bagian dalam, terÂdapat sebuah rumah yang dibuat menjadi petakan dengan beberÂapa ruangan. Tepat di sampingÂnya, berdiri bangunan dua lantai bercat putih.
Menurut pengawas pekerja di PD KM Deri, bangunan itu juga untuk operasional gudang. "Buat operasional sehari-hari saja," kaÂtanya pada Rabu lalu (5/10).
Di bagian belakang, gudang berbentuk kotak. Di atasnya dibangun rumah-rumah semi permanen tanpa dinding untuk meletakkan kayu yang sudah maupun akan diolah. Bangunan-bangunan itu berukuran lebar sekira empat meter, bersambung mengelilingi gudang.
Di beberapa sudut, diletakkan mesin-mesin pengolah kayu, mulai dari yang berukuran kecilhingga yang paling besar. Sementara kayu-kayu yang sudah selesai diolah menjadi papan, dan kayu balok, diletakkan di sebelahnya.
Di bagian tengah, gudang dibiarkan terbuka. Di tempat ini, kayu-kayu mentah yang belum diolah, diletakkan. Beberapa kubik kayu berukuran diameter 50 cm yang disita Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga diletakkan di bagian ini. Termasuk kayu yang berada di sebuah truk tronÂton BH 8709 AJ.
Kayu-kayu yang disita penyÂidik KLHK, dipasangi PPNS line berwarna kuning, mirip garis polisi. Kayu yang disita tersebut berjenis rimba campuran. Dari puluhan orang yang bekerja di gudang tersebut, hanya Deri yang tersisa.
"Saya menunggui gudang saja, takut-takut kalau ada yang datang, seperti saat ini," ucapnya.
Dia mengaku sudah dua tahun bekerja di gudang tersebut. Dari penjelasannya, gudang tersebut mempekerjakan 25 orang yang berasal dari kampung-kampung di sekitar gudang.
Status mereka, menurut Deri, hanya buruh lepas. "Sudah dua minggu ini, setelah disita, tidak ada kegiatan. Pekerja juga dipuÂlangkan," terangnya.
Menurut Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Muhammad Yunus, penggerebekan PD KM dilakukan pada akhir bulan lalu. Sebelum mengeksposnya, lanjut Yunus, pihaknya telah terlebih dulu melakukan penÂdalaman.
Dia menjelaskan, tidak semua kayu yang berada di dalam gudang tersebut disita. Namun, operasional pengolahan kayu-kayu yang tidak disita, tetap dihentikan untuk pengembangan lebih lanjut.
"Yang pasti, perusahaan berÂhenti beroperasi dulu. Kalau kayu yang tidak bermasalah, tidak akan kita bikin bermasalah," ujarnya.
Lebih lanjut, Yunus menegasÂkan, perbuatan PD KM meruÂpakan tindak pidana. Tindakan itu bisa dikenakan Pasal 83 ayat (1) huruf b, atau Pasal 87 ayat (1) huruf a atau huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, junto (Jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai duÂgaan memuat, membongkar, mengeluarkan, memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin dan atau mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengÂkapi surat keterangan sahnya hasil hutan.
"Ancaman yang bisa dikenaÂkan terhadap pelaku kejahatan ini adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 5 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar," jelas Yunus.
Menurut Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera Halasan Tulus, petugas menemuÂkan aliran kayu dari Palembang ke Serang atau milik PD KM. Petugas, lanjutnya, juga menÂemukan kayu gelondongan ilegal sebanyak 289 buah dari perusaÂhaan tersebut, yang berada tak jauh dari lokasi penangkapan.
Hal semacam ini, kata dia, sanÂgat merugikan negara. Ancaman
ilegal logging terhadap keutuhan kawasan hutan masih tinggi. "Selama tahun 2015-2016 terÂdapat 24 kasus yang ditangani PPNS KLHK," kata Halasan.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani memaparkan, sejak tahun 2015, pihaknya mengamankan 14.200 meter kubik kayu ilegal. Sebagian besar di antaranya, merupakan jenis kayu merbau, kayu ulin dan kayu meranti yang berhasil diamankan dari hutan konservasi.
Ilegal logging atau pembalaÂkan liar, menurutnya, merupakÂan sebuah kejahatan teroganisir yang melibatkan banyak pihak. "Berbagai modus yang dilakuÂkan, antara lain penguasaan lahan untuk pertanian, perkeÂbunan dan pertambangan," tandasnya.
Latar Belakang
Dokumen Tak Sesuai Dengan Jumlah Dan Jenis Kayu
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengamankan 289 log kayu jenis rimba campuran hasil
illeÂgal logging. Kayu-kayu tersebut diduga berasal dari hutan di Sumatera Selatan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK menemukan, Dokumen Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang diterÂbitkan Kepala Desa Pangkalan Bayat atas nama S, merupakan dokumen tidak benar. Soalnya, kayu tersebut diduga merupakan kayu yang ditebang dari kawasan hutan produksi (hutan negara), bukan dari hutan hak.
Penyidik Juga menemukan peÂlanggaran penggunaan dokumen hasil hutan berupa SKAU, karena antara dokumen dan jumlah fisik kayu sebenarnya, terdapat perÂbedaan yang nyata antara jenis, jumlah dan volume kayu.
Penyidik kemudian menyimÂpulkan terjadi peristiwa pidana sehubungan dengan dugaan meÂmuat membongkar, mengeluarÂkan, memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin dan atau mengangkut, menguaÂsai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf b, atau Pasal 87 ayat (1) huruf a, atau huruf c Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimaÂna yang dilaporkan petugas berdasarkan Laporan Kejadian Nomor: LK.05/BPPHLHK/SW.3/Polhut/2016 tanggal 20 September 2016.
Orang yang paling bertanggungjawab terhadap perkara ini, versi KLHK, yakni HS, selaku penerima kayu yang berasal dari Desa Pangkalan Bayat, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang juga merupakan pemiÂlik Perusahaan Dagang Karya Mandiri (PD KM).
Kronologis pengungkaÂpan tersebut, yakni pada 20 September lalu, sekitar pukul tujuh malam, petugas Polisi Kehutanan dari Kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Seksi Wilayah III Palembang, mengamankan satu unit mobil truk tronton Nomor Polisi BH 8641 ML merk Nissan, warna biru tua, yang sedang mengangÂkut kayu sebanyak 169 batang dengan berbagai jenis dan ukuÂran, dengan alas hak dokumen SKAU No 000443 dan daftar ukur kayu.
Petugas menemukan, truk yang dikendarai Hz ini, sedang mengangkut kayu log dari Desa Pangkalan Bayat, Bayung Lencir, Musi Banyuasin dengan tujuan ke Serang, Provinsi Banten.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK M Yunus menyatakan, pemberantasan
illegal logging sering meleset dari ekspektasi ketika sampai di ranah pengadilan. Lemahnya aturan perundang-undangan juga ditenÂgarai menyebabkan pelaku kejaÂhatan lingkungan tidak mendapat efek jera. "Kalau sudah di ranah itu, sebenarnya bukan lagi keÂwenangan kami," ucapnya.
Yunus mengaku sudah melakukan banyak hal untuk meÂmaksimalkan hukuman bagi pelaku kejahatan lingkungan. Di antaranya, mendukung peningkaÂtan kapasitas hakim tentang lingÂkungan hidup dan kehutanan.
KLHK juga sudah meneken
memorandum of understanding (MoU) dengan Mahkamah Agung (MA) terkait hakim bersertifikat lingkungan.
"Nanti hakim yang punya serÂtifikat saja yang bisa menyidangÂkan kasus kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. Biar tidak ada lagi hakim yang bilang, kaÂlau hutan dibakar, bisa tumbuh lagi," tandasnya. ***