Berita

Publika

Reklamasi, Bentuk Pemerkosaan Ibukota

SABTU, 17 SEPTEMBER 2016 | 08:41 WIB

MASIH belum hilang dari ingatan sorak sorai nelayan dan rakyat Jakarta ketika gugatannya dikabulkan oleh PTUN, 31 Mei lalu. Pengadilan meminta kepada tergugat, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, untuk menunda proses reklamasi (Pantai Utara Jakarta) sampai berkekuatan hukum tetap.

Pengadilan mewajibkan pihak tergugat untuk mencabut Pergub Nomor 2238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi terhadap PT Muara Wisesa Samudra. Hal tersebut disebabkan banyaknya aspek yang mendapatkan dampak buruk seperti lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial budaya.

Namun, pernyataan Menko Maritim baru, Luhut Binsar Pandjaitan, 13 September lalu menyayat hati rakyat Jakarta. Bertempat di Kementerian ESDM, Luhut telah sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan reklamasi. Keputusan ini jelas sepihak, tidak transparan, dan melanggar asas-asas hukum yang berlaku.


Bagaimana tidak, putusan PTUN memiliki legal standing yang jelas serta kekuatan hukum yang valid. Namun, putusan hukum tersebut didobrak secara arogan melalui jalur kekuasaan. Tindakan ini secara tegas menciderai hukum Indonesia, khususnya induk hukum UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyatakan secara gamblang bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini juga mengindikasikan naiknya Luhut sebagai Menko Maritim adalah untuk melegalisasi proyek reklamasi.

Keputusan yang diambil Menko Maritim tidak dibarengi dengan hasil kajian berupa dokumen maupun naskah akademik yang disebar kepada publik. Sehingga, masyarakat tidak dapat menilai apa saja yang menjadi pertimbangan dalam keputusan yang diambil tersebut. Berbeda dengan keputusan moratorium sebelumnya yang hasil kajiannya bisa diakses dan bersifat transparan.

Selain itu, penundaan dan pemindahan lokasi konferensi pers pada Selasa lalu menunjukan sifat pengecut seorang menteri. Pasalnya konferensi pers yang akan dilakukan itu dikawal oleh aksi demonstrasi mahasiswa BEM Seluruh Indonesia dan nelayan. Baru setelah aksi demonstrasi bubar, Menko melaksanakan konferensi pers. Seharusnya jika proyek ini tidak bermasalah menteri tidak harus takut berhadapan dengan publik, rakyatnya sendiri.

Tidak hanya sampai di situ, ketika konferensi pers hendak dilaksanakan nyatanya pengawalan mahasiswa tetap berlanjut. Mahasiswa dari BEM UI hadir untuk mempertanyakan keputusan dilanjutkannya reklamasi. Secara mendadak terjadilah audiensi dan pemaparan kementerian kepada mahasiswa. Terjadilah dialektika dan tidak sedikit pemaparan menteri mampu disanggah oleh mahasiswa.

Menariknya, rekaman berupa video, audio, dan lain-lain diminta untuk dihapus oleh menteri. Hal ini menunjukan rasa ketakutan dari hasil kajian yang masih belum transparan dan mempertegas bahwa tidak ada alasan untuk melanjutkan reklamasi, karena banyak kejanggalan di sana sini.

Secara logika tegas tergambar bahwa reklamasi bukan untuk rakyat Indonesia, tetapi untuk para pengembang dan kalangan menengah ke atas. Reklamasi juga merupakan produk yang melanggar Nawacita, karena negara menjadi lemah karenanya.
Bagaimanapun juga nelayan membutuhkan laut untuk kehidupannya, bukan rusunawa ataupun pulau palsu yang menyediakan kebahagiaan semu. Reklamasi adalah bentuk pemerkosaan kepada ibukota, karena jalur strategis perdagangan, perekonomian, bahkan sosial dan politik akan dikuasai oleh pengusaha dan pihak asing yang bermukim di sana.

Jika sudah demikian, maka rakyat Jakarta tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya terbelenggu dalam penjajahan model baru. Maka selagi masih bisa bergerak, jangan siakan kesempatan tersebut. Karena ketika kita diam saat ibukota diperkosa, kita adalah anak durhaka.

Bagus Tito Wibisono
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia
Ketua BEM UNJ 2016

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya