Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) di Kementerian Agama tahun 2010. Ketiganya pun ditahan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengatakan, perkara korupsi terkuak setelah penyidik memeriksa 27 saksi dan dokumen proyek.
"Sudah ada tiga tersangka yang ditahan. Penyidik masih mengembangkan perkara ini," katanya.
Ketika tersangka yang telahditahan itu adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Agama berinisial ZAS, ketua panitia pengadaan berinisial MM, dan Liem Wendra Halingkar, Direktur PT Berca Hardaya Perkasa (PT BHP). Perusahaan milik Hartati Murdaya itu menjadi rekanan dalam proyek ini.
Liem ditetapkan tersangka, sejak 18 Agustus lalu. Penetapan tersangka terhadap Liem diÂlakukan menyusul pemerikÂsaan saksi dari PT BHP seperti Denny Alpha Yunus, Rawuh Ivan Irawan, MEFeng, Binsar, dan Irwan Irmawan.
Saksi-saksi itu diperiksa terkait penyiapan barang dan software dalam pengadaan dan pengelolaan Siskohat di seluruh Indonesia.
Pada tahap penyelidikan kasus ini, penyidik menemuÂkan dugaan inefisiensi anggaÂran negara sebesar Rp 43,332 miliar. Juga menduga terjadi penggelembungan harga atau mark-up harga barang mencaÂpai Rp 3,507 miliar.
Tak hanya itu, penyidik juga mengendus pengadaan perangÂkat fiktif mencapai Rp 5,662 miliar, berikut denda keterlamÂbatan yang nilainya mencapai Rp 245,509 juta.
"Sehingga total kerugian negara akibat praktik melawan hukum ini, mencapai Rp 52,773 miliar," beber Rum.
Bekas Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi DKI itu menjelaskan, koÂrupsi ini terjadi karena minimÂnya pengetahuan pihak pemberi kerja (Kementerian Agama) kepada rekanan yang ditunjuk menggarap Siskohat.
Parahnya lagi, pihak rekanan yang juga memiliki pengetahuan minim mengenai aplikasi sistem Siskohat melakukan berbagai kecurangan.
Adapun modus pelaku mengÂgangsir dana negara di kasus ini, beber Rum, antara lain dilakuÂkan dengan cara menentukan perkiraan harga sendiri yang tidak valid.
Sementara pihak penyelenggÂara lelang (Kementerian Agama) membuat daftar harga sendiri dengan hanya melihat kontrak-kontrak sebelumnya.
Panitia lelang tidak melakukan survei khusus ke lapanganmengenai harga barang di pasaran. Akibat keteledoran itu, harga barang dalam proyek Siskohat membengkak.
Penyidik gedung bundar juga menemukan sejumlah perangkat yang diduga tidak seÂsuai spesifikasi. Selanjutnya, ketaksesuaian spek itu makin diperparah dengan distribusi alat yang tidak merata ke daerah-daerah.
Proyek ini juga dianggap menghambur-hamburkan uang negara, karena di beberapa daerah sudah memiliki aplikasi Siskohat sendiri. Panitia penÂgadaan diduga tidak memiliki data yang jelas mengenai daerÂah-daerah yang sudah dan beÂlum memiliki sistem komputerisasi dalam pendataan calon jamaah haji. Bahkan, aplikasi yang dimiliki daerah memiliki spesifikasi yang tinggi dari apÂlikasi di pusat.
Rum mengatakan, penyidik masih mengembangkan perkara ini untuk menelusuri adalah pelaku lain. "Kemungkinan penetapan status tersangka masih terbuka. Tergantung hasil penyidikan," pungkasnya.
Kilas Balik
Jaksa Tuntut 6 Tahun Penjara, Hakim Cuma Vonis 2 Tahun
Liem Wendra Halingkar, Direktur PT Berca Hardaya Perkasa (PT BHP) juga pernah dijerat dalam perkara dugaan korupsi proyek Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP).
Ia ditetapkan sebagai terÂsangka bersama Michael Surya Gunawan, Direktur Government Technical Support PT BH pada 2012 lalu.
Empat tersangka lainnyaberasal dari Ditjen Pajak. YakniKetua Panitia Lelang Pengadaan, Bahar; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), PulungSukarno; bekas Direktur Informasi Perpajakan, Riza Noor Karim; dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak, Ahmad Sjarifudin Alsjah.
Noor Rachmad, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung saat itu menÂjelaskan, Liem ditetapkan seÂbagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan yang diterbitkan 12 Januari 2012.
PT BHP adalah pemenang proyek itu. Liem yang menekan kontrak dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak.
Proses penunjukkan PT BHP sebagai rekanan proyek ini diduga melanggar prosedur. Penyidik gedung bundar juga menemukan adanya perubahan spesifikasi teknis dalam pelaksaÂnaan proyek tahun 2010 itu.
Berdasarkan hasil pemerikÂsaan ditemukan sejumlah pengadaan barang fiktif dari proyek senilai Rp 43 miliar. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 12 miliar.
Atas perbuatannya, Liem dijerat Pasal 2 atau 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Lim juga dituding telah melangÂgar Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Di persidangan, Liem meÂnyampaikan eksepsi dengan meÂnyebutkan bahwa PT BHPtelah menang lelang tanpa campur tangan politik. Ia menyebutkan, perusahaanya bisa menyediakan sistem dengan biaya lebih muÂrah, yakni Rp 38 miliar. Lebih rendah Rp 5 miliar dari anggaran proyek itu Rp 43 miliar.
Liem memohonkan kepaÂda majelis hakim agar dinyaÂtakan tidak bersalah dan tidak merugikan keuangan negara. Selanjutnya, dia meminta agar hakim membebaskan dari tuntuÂtan dan memulihkan harkat serta martabatnya.
Pengadilan Tipikor Jakarta dalam putusan perkara noÂmor 51/Pid.B/TPK/2012 yang diketuk 11 Desember 2012 menyatakan, Lim terbukti seÂcara sah dan meyakinkan berÂsalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan subsidair Pasal 3 junto Pasal 8 ayat (1) b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Hakim pun menjatuhkan hukuman dua tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp 265 juta, kepada Liem.
Jaksa penuntut umum keberaÂtan dengan putusan ini dan mengajukan banding. Sebelumnya jaksa meminta Liem dijatuhi hukuman penjara selama 6 taÂhun, denda Rp 500 juta subsider dan membayar uang pengganti Rp 14,6 miliar.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding dari JPU. Namun dalam putusannya menguatkan vonis yang telah dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta kepada Liem. ***