Suara tersebut berasal dari bagian belakang SD, SMP, dan SMA tersebut. Di situ terdapat beberapa ruang kelas dan sebuah lapangan futsal. Suasana dalam kelas riuh, karena sudah waktuÂnya pulang sekolah. Begitu juga suasana di lapangan. Beberapa murid SD Pribadi berlarian riang,sambil berebut bola.
Di lantai dua gedung sekolah ini, para murid SMP Pribadi masih berada di ruang kelasnya masing-masing. Para murid masih duduk rapih di bangku, sementara guru menerangkan di depan.
Kegiatan belajar mengajar di SD, SMP, dan SMA Pribadi
Bilingual Broadcasting School, tampak berlangsung normal. Begitu juga dengan aktivitas lainnya. Para staf dan murid-murid seolah tidak terpengaruhtudingan Kedutaan Besar (Kedubes) Turki di Indonesia, yang menyatakan sekolah tersebut sebagai salah satu lemÂbaga pendidikan yang terkait dengan
Fethullah Terrorist Organisation (FETO).
"Bukan tidak terpengaruh. Hanya saja kami sudah diingatÂkan, agar proses belajar mengajar harus tetap berjalan seperti biasa. Kasihan murid-murid kalau sampai terganggu belajarnya karena kabar tersebut," ujar Juru Bicara Pribadi Bilingual Broadcasting School Depok, Ari Rosandi di kantornya.
Menurut Humas Yayasan Yenbu ini, para murid SMP dan SMA di sekolah tersebut sudah mengetahui soal tudingan tersebut. Begitu juga dengan para orangtua murid dan alumni sekolah itu. Mereka pun sudah mengungkapkan reaksinya keÂpada pihak sekolah.
Menurutnya, para orangtua, murid dan para alumni kesal, karena sekolahnya dituding beraÂfiliasi dengan organisasi teroris. Beberapa orangtua bahkan sudah mendatangi kami, dan menyataÂkan siap membantu kami untuk menyikapi berita tersebut.
"Siswa kami yang sudah mengerti, seperti siswa SMA malah tegas membela sekolah dan mereka tak percaya dengan apa yang dikatakan Kedubes Turki," ucapnya.
Ari mengatakan, pihaknya beranggapan, permintaan Kedubes Turki untuk menutup sekolah adalah berlebihan dan tidak berdasar. Sebab Kedubes Turki, tidak menunjukkan bukti adanya hubungan sekolah itu dengan organisasi Fethullah Gulen. Apalagi sejak sekolah itu berdiri, tidak pernah ada kabar yang mengaitkannya dengan organisasiteroris, kecuali tuduÂhan yang disampaikan Kedubes Turki itu.
Harusnya, lanjut dia, sebeÂlum menyatakan sekolah ini terkait dengan organisasi teroris, Kedubes Tukri lakukan pemeriksaan lapangan dulu. Cek, apa betul sekolah ini mengajarkan faham Gulen yang dicap sebagai teroris oleh pemerintah Turki.
"Sepengetahuan saya, sejak sekolah ini didirikan, kami beÂlum pernah didatangi Detasemen Khusus 88, karena adanya dugaan mengajarkan paham radikal atau terkait dengan tindak terorismemana pun," kata Ari.
Ari mengakui, pihaknya perÂnah bekerjasama dengan
Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (Pasiad), lembaga swadaya dari Turki seÂlama sekitar 20 tahun. Kerja sama yang dilakukan hanya di bidang pendidikan, seperti pelatihan guru dan olimpiade siswa.
Kerja sama itu pun diketahui dan mendapatkan rekomenÂdasi resmi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai akhirnya kerjasama ini selesai terhitung mulai tanggal 1 November 2015.
"Dengan berakhirnya kerja sama tersebut, kami sudah tidak ada lagi hubungan secara kelemÂbagaan dengan lembaga Pasiad dari Turki. Harusnya Kedubes Turki sudah tahu itu," tukasnya.
Ari memaparkan, selama bekerjasama dengan Pasiad, pihaknya beberapa kali mendaÂpatkan kunjungan kehormatan dari para petinggi dari Pemerintah Turki. Contohnya, kunjungan Perdana Menteri Turki Recep Tayip ErdoÄŸan ke Banda Aceh pada 2005. Ketika itu Erdogan bertatap muka langsung dengan para guru dan siswa setelah kejadian bencana tsunami melanda Aceh.
Contoh lain adalah kunjungankehormatan Presiden Turki Abdullah Gül pada 2011 dan kunjungan kehormatan Wakil Perdana Menteri Turki Bülent Arınç pada 10 Desember 2011 ke Sekolah Kharisma Bangsa.
"Dengan adanya kunjungan-kunjungan kehormatan tersebut, kami yakini bahwa kerjasama dengan Pasiad sebelumnya telah memberikan kontribusi terhadap hubungan baik Indonesia dan Turki. Jadi seharusnya kami tidak dikaitkan dengan organisasi teroris," paparnya.
Pria berkacamata itu menamÂbahkan, Sekolah Pribadi Depok merupakan sekolah yang berada di bawah naungan yayasan lokal, bukan di bawah naungan lembaÂga asing. Sekolah tersebut juga didirikan dengan izin dari Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten setempat juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sehingga pengelolaannya mengikuti segala ketentuan yang ditetapkan oleh Kemendikbud.
"Artinya kami menerapkan kurikulum nasional, bukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Turki atau organisasinya Gulen. Kalau pun ada pelajaran tamÂbahan, paling Bahasa Inggris. Kami tidak pernah mengajarkan kekerasan apalagi paham yang mengarah kepada tindakan terorisme," ucapnya.
Ari menegaskan, pihaknya menilai rilis yang dikeluarkan Kedubes Turki sebagai tudinÂgan yang sangat tidak beretika. Dengan menyebut langsung nama sekolah, dan mengaitkanÂnya kepada jaringan terorisme. Artinya, Kedubes Turki sudah melancarkan fitnah keji yang jauh dari norma hukum dan daÂpat merusak citra sekolah.
Tapi, pihaknya tidak dalam kapasitas mengomentari atau memberikan pernyataan, terkait kondisi yang terjadi di dalam negeri Turki. Sebab, ini adalah lembaga pendidikan yang hanya bergerak di bidang pendidikan, tidak di bidang politik.
"Kami hanya akan mengambil langkah tegas yang terukur dan terarah, sesuai dengan koridor hukum dan beretika menanggapi hal ini," tegasnya.
Dia menyatakan, untuk saat ini pihaknya belum menentuÂkan tindakan apa yang akan diambil. Pihaknya berencana mengadakan rapat terlebih dahulu, guna memutuskan hal itu. Namun, rapat tersebut tidak hanya dilakukan oleh internal sekolahnya. Rapat tersebut juga akan melibatkan beberapa sekolah lain yang disebut terÂlibat organisasi teroris oleh Kedubes Turki.
"Minimal kami akan minta agar Kedubes Turki memulihkan nama baik kami. Sebab tidak sepantasnya, Turki melalui perwakilanya di Indonesia menÂcampuri urusan yang bukan keÂwenangannya, dengan menuding tanpa dasar seperti yang ditulis dalam rilis," tandasnya.
Total ada sembilan sekolah yang dianggap terlibat organisasi teroris yang dipimpin Fetullah Gulen, dan diminta untuk ditutup oleh Kedubes Turki.
Sembilan lembaga pendididiÂkan tersebut adalah Pribadi
Bilingual Boarding School yang berada di Depok dan Bandung. Lalu, Kharisma Bangsa
Bilingual Boarding School di Tangerang Selatan, Semesta Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa
Bilingual Boarding School di Yogyakarta.
Kemudian, Sragen Bilingual Boarding School di Sragen,
Fatih Boy's School dan
Fatih Girl's School di Aceh, serta Banua
Bilingual Boarding School di Kalimantan Selatan. ***