Pemerintah diminta meÂlihat kenyataan masyarakat Indonesia. Tidak perlu ribet membicarakan ekonomi dengan utang luar negeri besar-besar, bicara investasi asing, atau hal lainnya yang penuh retorika.
Pemerintah diminta mulai memperhatikan dan mengurusi hal-hal nyata, seperti warung-warung Tegal (warteg), demi memperkuat dan mengembangÂkan perekonomian rakyat.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Ali Mahsun menyamÂpaikan, untuk wilayah DKI Jakarta saja terdapat 25.000-an warteg. Karena itu, sebagai wujud kepedulian dan pengemÂbangan perekonomian rakyat, pemerintah ditantang membuat warteg masuk kawasan ekonomi strategis (KES).
"Ini ekonomi rakyat yang perlu diperhatikan dan dimaÂjukan pemerintah. Nggak usah ngomong gede deh," ujarnya.
Para pengusaha warteg jelas Ali, diwadahi dan menjadi angÂgota Asosiasi Pengusaha Warteg Nusantara. Dari sisi ekonomi, sebagian besar mereka merupaÂkan anggota Koperasi Warteg Nusantara (Koantara). Saat ini, Koantara baru menyuplai beras ke seluruh warteg.
"Kami dapat pinjaman modal dari PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan -red) Surveyor Indonesia dengan bunga murah tanpa agunan. Di Jakarta juga ada Martabak Khas Slawi Tegal," ujar Mukroni, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Warteg Nusantara, yang juga Ketua Koantara, saat pertemuan denÂgan Ketua Umum DPPAPKLI Ali Mahsun, di Warteg Nurul Menteng, Jakarta Pusat.
Di tempat yang sama, Ali mengatakan, warteg ada di seluruh Tanah Air. Usaha warteg juga merupakan bagian tak terpisahÂkan dari perekonomian rakyat dan warisan budaya bangsa. "Warteg harus dilestarikan, dikembangÂkan, harus maju sehingga mamÂpu bersaing menjadi pilar perekoÂnomian bangsa," ujarnya.
Karena itu, jelas Ali lagi, menghadapi era masyarakat ekonomi Asean (MEA) dan perÂsaingan bebas laiannya, warteg harus masuk ke semua kawasan ekonomi strategis di seluruh Indonesia.
"Harus ada di kawasan pasar tradisional, kawasan wisata, kawasan industri, kawasan olahÂraga, dan kawasan ekonomi strategis lainnya. Warteg harus terus berbenah, harus eye catching dan mampu bersaing," ujarnya.
"Jika pemerintah tidak mau, dan cuma ngomong, kami sekaÂrang bergandengan tangan antara APKLI dengan Koantara untuk mewujudkannya," pungkas Ali.
Seperti diketahui, persoalan penanganan warteg sempat memÂbuat heboh republik ini. Soalnya, pemerintah pernah mau menarik pajak para pengusaha warteg. Pada 2015 lalu, saat terjadinya penuÂrunan penerimaan pajak di kuarÂtal pertama, pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodojonegoro membebaskan pajak barang mewah. ***