Reformasi sektor keamanan dalam negeri seharusnya terus bergerak maju dengan menunjukan konsistensi pada pendekatan hukum sipil yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Mendorong-dorong TNI ikut menangani tindak pidana terorisme adalah cara berpikir mundur dan kontraproduktif dengan agenda reformasi.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo menjelaskan, tidak ada urgensi menambah atau memperluas tugas pokok dan fungsi TNI melalui revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Revisi UU ini tidak boleh kebablasan pemanfaatan oleh negara atas kekuatan dan kemampuan TNI harus tetap berpijak pada UU 34/2004 tentang TNI dan UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara.
"Masalahnya, cakupan kebijakan dan strategi nasional dalam penanggulangan tindak pidana terorisme sangatlah luas. Ada langkah pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerja sama internasional," ujarnya kepada wartawan, Minggu (24/7).
Menurut Bambang, jika TNI dilibatkan dalam tugas memerangi tindak pidana terorisme, konsekuensi logisnya pun akan sangat luas dan prinsipil. Semua konsekuensi itu harus dipatuhi dan dijalankan, karena penanganan pidana terorisme masuk dalam kerangka penegakan hukum.
Karena itu, menempatkan dan memberi wewenang TNI sebagaimana tertuang dalam Pasal 43A ayat (3) dan 43B ayat 1 pada draft revisi UU Terorisme menjadi tidak masuk akal, dan bahkan tidak sejalan dengan agenda reformasi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum di dalam negeri. Agenda ini menyepakati penegakan hukum yang berpijak pada hukum sipil.
"Kalau hukum sipil, segala sesuatunya harus tunduk pada KUHAP. Pelaksana KUHAP adalah polisi. Dengan begitu, menjadi mustahil jika TNI juga ditugaskan menangani tindak pidana terorisme. Bukankah teroris yang ditangkap akan diproses secara hukum dan dihadapkan ke pengadilan. Kalau TNI menangkap teroris, proses hukumnya dilaksanakan oleh siapa," ujarnya.
Dia menambahkan, kontribusi TNI dalam memerangi terorisme adalah sebuah keniscayaan. Sejatinya, bukan hanya TNI dan Polri, semua elemen rakyat pun harus berkontribusi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Namun, peran masing-masing elemen harus proporsional, sesuai peraturan perundang-undangan serta derajat tantangannya.
"Kontribusi TNI dalam memerangi terorisme idealnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan harus berdasarkan perintah Presiden RI selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara," tegas Bambang.
[wah]