Berita

foto:net

On The Spot

Apotek Dan Toko Obat Di Pasar Kramat Jati Sepi

Gara-gara Kasus Vaksin Palsu
SELASA, 28 JUNI 2016 | 09:17 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Direktorat Tindak Pidana Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri membongkar sindikat peredaran vaksin palsu untuk balita. Akibatnya, beberapa apotek atau toko obat ditutup petugas Kepolisian.

Salah satunya, Apotek Rakyat Ibnu Sina yang berada di Blok BL01 BKS 050, Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin. Apotek yang berada di lantai 2 ini berada di tengah-tengah deretan kios-kios berukuran kecil. Kios berukuran 2X2 meter ini tertutup rapat. Namun, tidak tampak garis polisi yang melin­tang di depannya.

Apotek dengan nama sama juga berdiri berderet di samp­ingnya. Tidak hanya satu apotek, melainkan tiga apotek mem­punyai papan nama maupun apoteker sama, yaitu Habibul Faathir S Farm.

Yang membedakan hanya no­mor kios. Yaitu, BKS 049, BKS 051, BKS 66. Yang ditutup hanya BKS 050. Siang itu suasana apo­tek sedang sepi, hanya terlihat penjual obat yang berjaga di de­pan toko. Sementara, tiga apotek yang memiliki nama sama yang sebelumnya tutup, sudah buka kembali seperti biasa.

Ahmad, salah satu pemilik Apotek Rakyat yang berada di depannya membenarkan, polisi menggrebek salah satu apotek yang kedapatan menjual vaksin palsu, Selasa (21/6). "Polisi lang­sung menangkap dua penjual yang sedang berjaga. Penangkapan cepat, tak ada ribut-ribut," ujar Ahmad di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin.

Akibat penangkapan itu, kata Ahmad, penjualan obat di Pasar Kramatjati menjadi sepi karena pembeli takut membeli obat palsu.

Sebelum ada penangkapan, kata Ahmad, omzet tokonya bisa Rp 3 juta dalam sehari. "Sekarang bisa turun sampai 70 persen. Cuma dapat Rp 1 juta. Itu saja sudah be­rat banget," curhat Ahmad seraya menyatakan, di pasar tersebut ter­dapat sekitar 50 toko obat, herbal dan alat kesehatan.

Ahmad mengaku tidak tahu menahu soal penjualan vaksin palsu oleh tetangga tokonya. Apalagi, ucap dia, vaksin ter­simpan rapi di lemari pendingin, sehingga tak mungkin terlihat di depan umum. "Nama toko sama, tapi produknya masing-masing. Kita memang sama-sama kenal, tapi barangnya kita tidak tahu," ucapnya.

Apalagi, sesuai prosedur izin yang keluar, lanjut dia, tokonya tidak menjual vaksin, hanya obat standar untuk sakit ringan, mis­alnya untuk batuk dan obat gatal. Tapi, menurutnya, dua orang berinisial MF dan T yang berjaga di apotek BKS 50 sudah dibawa polisi karena diduga menjual vaksin palsu. "Barangnya sudah disita polisi, delapan dus vaksin yang disita," sebutnya.

Sejauh ini, Ahmad belum mendapati adanya pelanggan dari apotek yang ditutup kom­plain akibat memakai vaksin palsu. "Kalaupun ada, mungkin langsung ke dua pelaku yang sudah ditangkap," ujarnya.

Sementara Edo, penjual obat lainnya menyebut, ada empat toko obat yang memiliki nama Apotek Rakyat Ibnu Sina, tapi dimiliki orang yang berbeda. "Yang di­tangkap hanya di Blok BL01 BKS 050," ujar Edo, kemarin.

Alasan menggunakan nama apotek yang sama, kata Edo, kar­ena ongkos membayar apoteker dan perizinan bisa lebih murah. "Mereka keberatan kalau harus bayar gaji apoteker. Apalagi, harus mengeluarkan Rp 1,5 juta setiap bulan," sebutnya.

Dengan adanya kerjasama ini, kata Edo, maka empat toko itu akan join membayar biaya apoteker setiap bulannya. "Jadi tiap apotek hanya perlu bayar Rp 400 ribu," tandasnya.

Namun, izin membuat apotek skala kecil dengan nama sama, menurut Edo, maksimal hanya empat toko. "Izinnya ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur," sebut dia.

Keuntungan membuka apotek dibanding toko obat, kata Edo, obat yang dijual bisa sangat variatif. Termasuk bisa menjual obat dengan label "K" atau keras seperti amoxilin. "Tapi kalau toko obat biasa, tidak bisa menjual obat kategori keras," jelasnya.

Terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya menegaskan, pihaknya telah menetapkan 15 tersangka dalam sindikat pere­daran vaksin palsu untuk balita. "Total tersangka berjumlah 15 orang," ujar Agung di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin.

Menurut Agung, Bareskrim sudah memeriksa 18 orang saksi terkait kasus ini. "Dari pihak ru­mah sakit, apotek, toko obat, dan saksi lain yang terlibat dalam proses pembuatan," ucapnya.

Agung menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para tersangka, diketahui distribusi vaksin palsu tak hanya di Jakarta. "Peredarannya juga hingga ke Banten, Jawa Barat, Semarang, Yogyakarta dan Medan," urainya.

Saat ini, menurut Agung, Mabes Polri tengah melakukan kordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait temuan vaksin palsu. "Langkah-langkah pence­gahan yang kita lakukan untuk mengantisipasi penyebaran yang sudah cukup luas," tuturnya.

Agung juga mengancam para tersangka dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Kita tahu mereka mendapatkan harta hasil kejahatan cukup besar dan dalam proses pengejaran aset," tegasnya.

Agung menjelaskan, tersangka ditangkap di beberapa tempat berbeda. Yaitu, di Pasar Kramat Jati dengan nama Apotek Rakyat Ibnu Sina. "Di sini berhasil diamankan MF sebagai penjual vaksin palsu dengan omzet per minggu Rp 2,5 juta," sebut dia.

Polisi kemudian bergerak ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) kedua di Jalan Manunggal, Kalisari, Jakarta Timur dan me­nangkap Thamrin yang bertin­dak sebagai kurir dengan omzet Rp 6 juta per minggu.

Selanjutnya di TKP ketiga di Lampiri, Jatibening diamankan Seno sebagai kurir dengan omzet Rp 20 juta per minggu. Juga di Puri Hijau Bintaro ditangkap Agus Priyanto selaku produsen dengan omzet Rp 17,5 juta per minggu.

Tak berhenti di sini, polisi terus bergerak ke TKP kelima di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur dan menangkap Syahrial. "Dia juga sebagai produsen vak­sin palsu dengan omzet Rp 25 juta per minggu," tandasnya.

Di TKP keenam di Kemang Regency polisi menangkap Rita Agustina dan suaminya Hidayat Taufiqurahman. "Pasangan sua­mi istri itu juga sebagai produsen dengan omzet Rp 22 juta per minggu," sebut dia.

Agung menambahkan, para tersangka sudah beroperasi se­lama 13 tahun. "Sejak 2003 sempai sekarang. Jadi sekitar 13 tahun," tegasnya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jelang Lengser, Jokowi Minta Anak Buah Kendalikan Deflasi Lima Bulan Beruntun

Senin, 07 Oktober 2024 | 10:00

Kekerasan Terhadap Etnis Uighur Ubah Hubungan Diplomatik di Asteng dan Astim

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:57

Zulhas Janji akan Kaji Penyebab Anjloknya Harga Komoditas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:49

2 Wanita ODGJ Hamil, Kepala Panti Sosial Dituding Teledor

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:46

Hubungan Megawati-Prabowo Baik-baik Saja, Pertemuan Masih Konsolidasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:36

Pasar Asia Menguat di Senin Pagi, Nikkei Dibuka Naik 2 Persen

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:30

Riza Patria Minta Relawan Pakai Medsos Sosialisasikan Program

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:29

Penampilan 3 Cawagub Dahsyat dalam Debat Pilkada Jakarta

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:26

Aramco Naikkan Harga Minyak Mentah Arab Light untuk Pembeli di Asia

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:17

PDIP Ingatkan Rakyat Tak Pilih Pemimpin Jalan Pintas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:16

Selengkapnya