Berita

ilustrasi/net

Takjub Suasana Eropa

SABTU, 25 JUNI 2016 | 12:11 WIB | OLEH: PIUS GINTING

AKTIVIS senang jalan-jalan ke Eropa dan Amerika Serikat. Jalanannya rapih, tamannya luas. Tidak banyak motor yang membuat sumpek jalanan penuh polusi. Tidak hanya aktivis. Termasuk orang-orang kelas menengah atas Indonesia. Rasanya seperti masuk ke dalam mimpi keadaan sosial yang diimpikan.

Namun kita tak boleh melupakan, dalam dunia yang saling terhubung, dan dalam ekonomi selalu jelas: sebuah kenikmatan yang didapatkan ada usaha yang dicurahkan. Usaha tersebut bisa kerja keras sendiri, atau kerja keras orang lain yang hasilnya dinikmati oleh majikan, bos, dan pembesar.

Bila melihat film keadaan pabrik Eropa tahun 1700, 1800, keadaannya sangat mengerikan. Bahkan anak-anak ikut kerja hingga 12 jam. Keadaan itu tak terjadi lagi sekarang, namun Eropa dan Amerika lebih sejahtera.


Mengapa? Karena beban pekerjaan berat itu dilakukan di negara dunia ketiga. Buruh sawit, buruh tambang, buruh tekstil di negara dunia ketiga keadaannya tak beda dengan Eropa tahun 1700, 1800-an.

Sementara Eropa dan negara maju bisa pertahankan sistem ini, karena teknologi dan pengetahuannya telah maju terlebih dahulu. Dan untuk mempertahankan hubungan tak seimbang itu, transfer teknologi dan pengetahuan ke negara ketiga dihambat dengan hak kekayaan intelektual, atau harga yang mahal.

Pekerja di negara dunia ketiga ditempatkan hanya jadi buruh mekanis, dengan pengetahuan yang tak berkembang. Sebagian besar tenaga produktif di Indonesia tamatan SD. Dihajar dengan pekerjaan berat dan monoton, maka tak ada kesempatan berkembang, seperti monotonnya kerja office boy, tak berkesempatan untuk kursus sebuah pengetahuan yang lebih tinggi.

Jalan keluarnya, negara berkembang perlu memakmurkan diri. Salah satunya dengan menasionalisasi kebun luas dan tambang luas, dikelola dengan memperhatikan dampak lingkungan. Dan dikelola secara transpraran, agar tak jadi sapi perahan para elit.

Tapi program nasionalisasi di bawah kontrol rakyat hampir tidak disuarakan secara luas. Naomi Klein, penulis tentang perubahan iklim dalam sekali kesempatan menyatakan mendukung nasionalisasi.

Sekilas ganjil, nasionalisme chauvinis bisa langgeng bersamaan dengan ekonomi yang didominasi oleh korporasi multi nasional.

Slogan NKRI harga mati dikunyah-kunyah ditengah banyak rakyat mati karena sakit tak diurus dengan baik.

Sementara kelas menengah atas jalan ke Eropa, dan ogah dengan program nasionalisasi korporasi multinasional.

*nasionalisasi, bedakan dengan borjuisasi nasional. [***]

Penulis adalah pemerhati politik lingkungan. 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya