Berita

meutya hafid/net

Hukum

Meutya Hafid: Seringnya Penyanderaan Sudah Tidak Bisa Ditolerir

JUMAT, 24 JUNI 2016 | 17:25 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Kementerian Luar Negeri RI mesti terus menekan pemerintah Filipina untuk mengamankan wilayah lautnya dari ancaman kelompok separatis.  

Desakan itu diucapkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menanggapi fakta bahwa selama tiga bulan terakhir lebih dari 40 orang warga negara Indonesia (WNI) disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.

Yang terakhir, tujuh WNI kembali disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan yang diduga faksi Abu Sayyaf ketika berlayar melewati Laut Sulu, Senin (20/6).


"Seringnya penyanderaan ini sudah tidak bisa ditolerir. Untuk itu, saya meminta Kemenlu untuk menekan pemerintah Filipina agar lebih serius menjaga wilayah perairannya. Ini bukan tidak mungkin kembali terjadi pada waktu mendatang.” ujar Meutya.

Meutya meminta Kemenlu dan aparat terkait seperti TNI, Polri dan BIN berkoordinasi untuk melepaskan WNI yang disandera. Mantan jurnalis ini juga mendukung kebijakan pemerintah untuk tidak membayar sepeser pun ke kelompok teroris untuk menebus sandera,

"Kebijakan luar negeri kita sudah jelas, perlindungan WNI menjadi prioritas utama," ucapnya.

Ketua Bidang Luar Negeri DPP Golkar ini juga meminta pemerintah segera mengimplementasikan joint declaration hasil pertemuan trilateral antara Indonesia-Malaysia-Filipina yang menyepakati empat poin kerjasama dalam upaya pengamanan kawasan perairan di perbatasan tiga negara.

Potensi ancaman penculikan, penyanderaan, dan perompakan oleh kelompok bersenjata di wilayah laut Indonesia-Malaysia-Filipina semakin tinggi, seiring dengan potensi ekonomi dan perdagangan yang besar di ketiga negara. Untuk itu, pemerintahan tiga negara perlu segera menyepakati Standart Operating Procedure kerjasama keamanan di kawasan.

"Agar jika terjadi keadaan bahaya, ketiga negara telah mempunyai prosedur pengamanan," ujar Meutya.

Penyandera tujuh WNI itu terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama membawa tiga ABK lalu kemudian kelompok kedua datang membawa empat ABK. Sebetulnya ada 13 ABK yang mereka tangkap, tetapi enam ABK lain dibiarkan bebas. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya