Berita

arief poyuono/net

Politik

Dibongkar, Niat Busuk Di Balik Rencana Pengampunan Pajak

SELASA, 10 MEI 2016 | 17:28 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Sebenarnya, Indonesia tidak memerlukan peraturan tax amnesty. Sebab, uang pengemplang pajak, buronan BLBI dan koruptor kakap yang lari ke luar negeri sudah masuk ke Indonesia sejak 10 tahun lalu.

Cara dana dana haram tersebut masuk pasar keuangan Indonesia dalam bentuk pembelian surat utang negara, obligasi yang dikeluarkan pemerintah dan swasta, serta saham-saham yang listing di Bursa Saham.

"Dana yang diperkirakan Rp 4000 triliun di luar negeri itu sejak dulu sifatnya in-out sehingga sering menyebabkan kekacauan ekonomi makro dan mikro," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono dalam pernyataan persnya.


Ia mengatakan, kepentingan para pengemplang pajak dan para koruptor mensponsori lahirnya Tax Amnesty hanya untuk menghindari hukuman dan melakukan pencucian uang.

"Sialnya Presiden Joko Widodo sangat nafsu sekali dengan capaian dana yang akan didapat dari pengampunan pajak mereka, yang hanya Rp 60 triliun, itupun kalau target tercapai," lanjutnya.

Nafsu menarik 1,5 persen dari total aset yang ada di luar negeri itu karena pemerintah sudah "ngos-ngosan" mencari sumber penerimaan negara. Hal ini disebabkan penerimaan pajak Indonesia yang masih didominasi tambang sumber daya alam, sedangkan bisnis sektor sumber daya alam saat ini mengalami penurunan yang sangat radikal.

Karena itu, kondisi perekonomian pada tahun 2016 akan semakin terpuruk dan pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai targetnya. Semakin turunnya harga minyak dunia dan pelambatan ekonomi Tiongkok yang merupakan tujuan utama ekspor Indonesia akan berpotensi menurunkan permintaan dan harga komoditas SDA.

Kondisi ini yang kemudian menggeser tumpuan penerimaan pajak perusahaan kepada wajib pajak orang pribadi. Sialnya lagi, wajib pajak orang pribadi yang ada tidak bisa terkejar karena makin turunnya pendapatan ekonomi keluarga dan mengarah pada turun daya beli masyarakat.

Dilanjutkannya, ada niat busuk dari rencana penerapan UU Tax Amnesty oleh para pengemplang pajak yang ada di lingkaran pemerintahan dan elite partai politik pengagas Tax Amnesty.

Pertama, dengan tax Amnesty kekayaan pribadi dan perusahaan para pengemplang pajak, pengemplang BLBI serta koruptor akan diputihkan dengan hanya membayar 1,5 persen dari total kekayaan yang dimiliki mereka.

Kedua, akan mempermudah masuknya dana mereka yang sudah diputihkan sebesar 90 persen ke sektor Investasi pasar modal dan keuangan. Artinya, akan mempermudah mereka menguras devisa negara dengan melakukan spekulasi di pasar modal dan keuangan. Tentu ini akan mengganggu stabilitas Ekonomi Nasional.

Ketiga, akan menciptakan inflasi yang lebih tinggi dengan masuknya dana terutama di sektor perbankan, dan penyaluran kredit yang kurang berhati-hati yang pada akhirnya akan menciptakan kebangkrutan di sektor perbankan. Hal ini akan menambah jumlah orang miskin di Indonesia akibat inflasi yang memperlemah daya beli masyarakat.

"Jadi, tidak ada manfaat penerapan Tax Amnesty karena hanya akan membawa bencana ekonomi yang lebih besar," tegasnya.

Arief berjanji, jika pemerintah tetap ngotot menggolkan UU Tax Amnesty atau Peraturan Pemerintah soal Tax Amnesty maka Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu akan mengambil langkah konstitusi untuk melawannya.

"Kami juga meminta masyarakat jangan terlena dengan isu kacangan soal bahaya PKI, sementara Jokowi dan parpol pendukung tax amnesty bersama para pengemplang pajak sedang merancang pengampunan pajak," pungkasnya. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya