Pasca bertemu dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Ahzar meÂmastikan tidak akan ada perubahan sikap Muhammadiyah dalam mengungkap fakta dalam kasus tewasnya terduga teroris Siyono yang diduga dilakukan Densus 88. MuhamÂmadiyah akan terus mengawal pengungkapan kasus ini.
Terlebih hasil autopsi yang dilakukan tim dokter forensik gabungan polisi dan Muhammadiyah menyebutkan ada luka yang disebabkan benturan benda tumpul dan patah tulang pada jenazah Siyono. Berikut peÂmaparan Dahnil kepada Rakyat Merdeka terkait pengungkapan kasus kekerasan tersebut dan adanya perlakuan khusus terhÂadap Siyono:
Apa temuan penting tim dokter forensik sejauh ini?
Kemarin ada dua catatan pentingyang disampaikan tim dokÂter forensik.
Kemarin ada dua catatan pentingyang disampaikan tim dokÂter forensik.
Apa saja itu?Pertama, tehadap jenazah Siyono sama sekali belum pernah dilakukan autopsi. Padahal pihak Kepolisian menyatakan sudah pernah dilakukan autopsi, semenÂtara temuan tim dokter, belum pernah dilakukan autopsi sama sekali. Walaupun hari ini (5/4) pernyataan Kadiv Humas beda lagi ya, yang menyatakan iya belum dilakukan autopsi karena keluarga menolak. Padahal sebelumnya bilang sudah autopsi, sekarang bilang memang belum (autopsi). Karena keluarga sudah menandatangani surat tidak perlu melakukan autopsi.
Memangnya benar Ibu Suratmi sudah tanda tangan?Padahal Bu Suratmi, istrinya Siyono tidak mau tanda tangan surat. Dia memang ingin menÂdorong autopsi.
Selain itu, apa lagi temuanÂnya?Yang kedua, memang ditemuÂkan banyak patah tulang, yang disebabkan oleh benturan keras benda tumpul. Tetapi, untuk kepastian penyebab kematiannya, memang harus dilakukan uji miÂcroscopis. Dua hal penting itulah yang disampaikan tim dokter forensik. Hasil lengkapnya akan kita sampaikan dalam pekan ini, apa saja temuan dari tim dokter forensik berkaitan dengan hasil autopsi.
Apa selanjutnya yang akan ditempuh Muhammadiyah setelah mendapatkan hasil autopsi?Dari sisi Pemuda Muhammadiyah dan Muhammadiyah, kita tentu sebagai pihak yang mendampingi, proses mencari keadilan Bu Ratmi (Suratmi), berkaitan dengan langkah hukum selanjutnya, karena pihak yang meminta juga pihak Komnas HAM, sebagai pihak yang punya legal standing, berkaitan dengan prosespeÂnyelidikan akibat kematian dari Pak Siyono, tentu langkah selanjutnya yang perlu dilakuÂkan sebenarnya kami serahkan kepada Komnas HAM sebagai pihak yang meminta bantuan kepada Muhammadiyah dalam usaha mencari fakta.
Belum lama ini pihak Muhammadiyah dipanggil Kapolri, apa yang dibicarakan?Normatif saja ya. Misalnya pihak Muhammadiyah menyamÂpaikan perlu memang dievaluasi Densus 88, penanganan terorisme itu harus diperbaiki, bukan justru menghadirkan teror baru, hal-hal normatif seperti itu saja.
Respons Kapolri?Pak Kapolri setuju melakukan perbaikan atau evaluasi terhadap Densus 88.
Juga terkait SOP Densus 88?Semuanya. Penganggaran, transparansi, akuntabilitas, sumÂber pendanaan dan macam-macam, saya pikir harus ada evaluasi yang mendasar dan radikal terhadap Densus 88.
Setelah bertemu Kapolri, apakah sikap Muhammadiyah akan berubah?Oh tidak sama sekali. Tim Forensik tetap akan bekerja seÂbagaimana mestinya. Kami juga akan menyampaikan temuan dokter forensik ya secara sebeÂnar-benarnya.
Ada pihak-pihak yang curiÂga, kenapa Muhammadiyah ngotot sekali melakukan adÂvokasi terhadap Siyono. Apa dia bagian dari kader atau keluarga Muhammadiyah?Sama sekali yang bersangkuÂtan tidak ada kaitannya dengan Muhammadiyah. Dia buÂkan kader dan bukan warga Muhammadiyah.
Darimana bisa membuktiÂkan bahwa yang bersangkuÂtan bukan bagian dari Muhammadiyah?Coba Anda lihat saja Bu Ratmi, dia kan menggunakan cadar, sederhananya dilihat dari itu saja. Mana ada warga Muhammadiyah yang menggunakan cadar. Bahkan Muhammadiyah sama sekali nggak kenal sama merÂeka, sampai dengan mereka mendatangi PP Muhammadiyah di Jogja yang diterima oleh Pak Busyro, yang kemudian Komnas HAM juga datang meminta banÂtuan kepada Muhammadiyah unÂtuk melakukan pendampingan. Jadi murni semuanya gerakan kemanusiaan. Siapa saja yang datang ke Muhammadiyah, seÂlama Muhammadiyah sanggup, kemudian mereka mustad’afin, tertindas, dan mencari keadilan, tentu Muhammadiyah bantu.
Apa pelajaran dan catatan penting dari kasus ini?Ada evaluasi mendasar dalam usaha kita melakukan deradikaÂlisasi oleh apa yang dilakukan Densus 88, juga apa yang diÂlakukan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), bagi kita itu justru bukan usaha deradikalisasi, tapi justru melaÂhirkan radikalisasi.
Ada orang yang dituduh teroris tanpa proses hukum yang jelas di bunuh. Itulah kemudian melahirÂkan dendam-dendam baru terhÂadap negara, dalam hal ini polisi, Densus 88. Apa yang dilakukan Muhammadiyah mendampingi Suratmi, itulah sejatinya gerakan deradikalisasi. Jadi bagi kami, dakwah itu merangkul, bukan menendang. Dakwah itu ya harus bangun jembatan bukan bangun tembok. Densus 88 dan BNPT selama ini kan masih dipenuhi dengan kekerasan, tuduhan dan segala macam ya. ***