Berita

foto :net

Bisnis

Naikkan Iuran Peserta, BPJS Kesehatan Tidak Transparan

SELASA, 05 APRIL 2016 | 09:37 WIB | LAPORAN:

Setelah dibanjiri protes masyarakat, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III bagi kategori peserta mandiri.

Namun, keputusan itu tidak berlaku bagi iuran dengan manfaat pelayanan kelas I dan II. Terhitung 1 April 2016, iuran BPJS Kesehatan Kelas II naik menjadi Rp 51 ribu per orang per bulan, dari yang sebelumnya Rp 42.500. Sedangkan, untuk kelas I, iuran bulanan per orangnya meroket dari Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu

Pattiro menilai, tidak haram hukumnya jika BPJS Kesehatan menaikkan iuran pesertanya. Tapi, harus diingat, sebagai badan publik, lembaga penjamin kesehatan masyarakat Indonesia itu harus bersedia buka-bukaan, terlebih soal informasi mengenai penghitungan biaya satuan premi peserta.


"Jadi, BPJS Kesehatan harus buka hitung-hitungan biaya satuan premi agar publik tahu nominal RP 51 ribu dan Rp 80 ribu itu asalnya dari mana," ujar peneliti Pattiro, Didik Purwondanu.

Dengan membuka informasi tersebut, jelas Didik, masyarakat bisa memantau apakah iuran yang selama ini mereka bayarkan setiap bulannya sudah mencukupi atau belum.

"Ini perlu dilakukan supaya masyarakat tidak merasa dicurangi, terlebih ketika pelayanan yang rumah sakit mitra BPJS Kesehatan berikan masih belum optimal," terangnya.

Selain mentransparansikan informasi mengenai biaya satuan premi tersebut, juga wajib hukumnya bagi BPJS Kesehatan, sebagai badan publik, untuk membuka informasi mengenai besaran anggaran yang selama ini mereka kelola sesuai UU Keterbukaan Informasi. Termasuk informasi jumlahmasyarakat Indonesia yang terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan juga harus membuka informasi mengenai alasan mereka merugi.

"Perlu diberi tahu ke publik apakah kerugian terjadi karena sudah terlalu banyak orang sakit di Indonesa, atau karena besarnya biaya operasional rumah sakit, atau karena ada yang salah di dalam sistem pengklaiman sehingga terjadi pembengkakkan biaya. Ini perlu agar tidak ada asumsi-asumsi liar di masyarakat. Masyarakat perlu tahu, karena yang BPJS Kesehatan kelola ini uang masyarakat," pungkas Didik.[wid] 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya