Berita

foto:net

On The Spot

Tak Ada Ayam Keliaran Di Lapak Lebak Bulus V

Dimusnahkan Aparat Pemprov DKI
SELASA, 22 MARET 2016 | 09:53 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sudah tidak ada unggas seperti ayam yang berkeliaran di lapak pemulung di Jalan Lebak Bulus V, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Sore itu, Giman membawa ikan yang baru saja dibelinya ke tempat tinggalnya yang be­rada di ujung lapak pemulung. Ikan tersebut dibungkus dalam kantong kresek hitam berukuran sedang. Dari Luar kantong, terli­hat ada gerakan dari dalam. Ikan yang dibelinya itu tampak terus bergerak di dalamnya. Giman langsung menyimpan ikan yang baru saja dibelinya, dan kembali lagi ke luar rumah.

Di luar rumah, ada tiga orang pemulung yang sedang duduk di kursi plastik di teras. Mereka tampak saling berbincang sambil mendengarkan musik. Sebuah alat pemutar mp3 tersedia dekat kursi yang bersender pada tembok rumah semi permanen tersebut.


Tidak biasanya mereka bisa bersantai di waktu seperti ini. Biasanya, jika tidak sibuk mem­bereskan sampah, jam segitu mereka sibuk mengurus semua hewan piaraan milik Giman.

Hari itu, dari lima orang, hanya dua orang pemulung yang tampak masih memberesi sampah di samping rumah. Mereka berdua duduk di depan pintu kandang milik Giman, sembari memasukkan semua sampah ke dalam karung. Hanya ada dua buah karung yang masih diisi. Sisanya sudah ditumpuk pada lahan di sekitar wilayah lapak pemulung tersebut.

Seperti diketahui, semua un­ggas milik warga di sini telah dimusnahkan oleh Suku Dinas Pertanian, Kelautan dan Ketahanan Pangan (KPKP) Jakarta Selatan akhir pekan lalu. Pemusnahan tersebut dilakukaan menyusul ditemukannya virus flu H5N1 atau flu burung di tem­pat itu pada Rabu, 16 Maret.

Nunung, salah seorang warga RT014/04 menyatakan, sampai saat ini warga sebetulnya masih keberatan dengan pemusnahan unggas mereka. Sebab, selain unggas milik mereka umumnya didapat dengan cara membeli, hewan tersebut juga sudah dipe­lihara bertahun-tahun. Apalagi hal itu dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa izin.

Kata Nunung, setelah me­nyemprot unggas di sini pada Rabu pagi, petugas Sudin KPKP langsung pulang. Tidak ada pem­beritahuan tertulis jika mereka akan memusnahkan hewan ter­nak. Lalu pada saat pemusnahan Jumat, juga begitu. "Petugas langsung ambil unggas-unggas penduduk tanpa seizin pemilik. Sudah begitu sampai hari ini enggak ada pernyataan untuk ganti rugi. Padahal unggasnya didapat dengan cara membeli," katanya, kemarin.

Ibu dua anak ini menam­bahkan, pada hari Rabu, Sudin KPKP Jakarta Selatan cuma datang ke sini untuk melakukan penyemprotan. Hal itu dilaku­kan sebagai upaya pencegahan, agar wabah tidak meluas dan warga terhindar dari flu bu­rung. Sementara itu pada hari Jumat, petugas datang ke tempat tersebut, setelah itu langsung mengambil dan memusnakan peliharaan mereka.

"Mereka cuma ngomong mau musnahin ternak karena rawan menularkan flu burung. Enggak ada surat keterangan hasil uji lab yang menyatakan jika unggas di tempat kami seluruhnya positif terkena flu burung. Akibatnya warga emosi, mereka enggak terima petugas main ambil be­gitu saja," ucapnya.

Nunung mengatakan, dirinya dan para warga sebetulnya me­nyadari adanya kemungkinan mereka terjangkit flu burung jika tetap berinteraksi dengan peli­haraannya. Namun dia berang­gapan, hal tersebut juga tidak bisa membenarkan kesewenang-wenangan petugas.

"Kami sadar bahayanya, dan kami juga enggak mau sampai kena flu burung. Tapi enggak boleh begitu juga. Warga kan juga rugi karena ternaknya di­matiin, tanpa ada ganti rugi. Jadi jangan mentang-mentang punya wewenang," tandasnya.

Nunung pun meminta agar pemerintah lebih berhati-hati da­lam melakukan prosedur pemus­nahan ternak, yang terinfeksi flu burung. Pemerintah benar-benar harus memperhatikan kenya­manan dan keamanan ketika melakukan hal tersebut.

"Pas pemusnahan anak-anak kecil juga dibiarkan bebas nonton. Padahal area pemusnahan tersebut harusnya steril, dan hanya petugas yang berseragam khusus diperbo­lehkan ada di sana. Kata petugas juga habis tugas seragam mereka bakal langsung dibakar karena berbahaya. Kalau begini kan kon­disi anak-anak juga enggak tahu gimana," tandasnya.

Kekesalan serupa juga diungkapkan Giman, salah seorang warga yang ternaknya dimusnah­kan. Dia menyesalkan tindakan petugas KPKP yang tidak mem­berikan hasil tes laboratorium kepada mereka, sebelum ter­naknya dimusnahkan.

"Sebagai orang awam saya merasa lebih baik kalau petugas menyerahkan hasil tes tertulis yang menyatakan semua ternak kami memang positif terkena flu burung. Jangan cuma lewat omongan. Jadi kami juga enak, lebih ikhlas ternak yang sudah kami rawat baik-baik harus di­musnahkan," ujarnya.

Menurut dia, pernyataan lisan saja tidak cukup untuk membuat dirinya mengikhlaskan semua ternaknya dimusnahkan. Sebab dirinya tidak yakin, semua ter­naknya terkena flu burung.

"Berdasarkan pengalaman sa­ya, ternak-ternak itu tidak terlihat seperti sedang menderita flu bu­rung. Gejalanya berbeda dengan yang terjadi 2007," kata dia.

Giman menjelaskan, dalam kasus ini, tidak ada satupun ter­nak miliknya yang mati seketika. Pada kasus ini ternak miliknya terlihat sakit beberapa hari be­lakangan, berbeda dengan 2007 dimana ternaknya yang sebelum­nya terlihat sehat tiba-tiba mati saat makan. Ketika itu, tubuh ternaknya juga membiru secara tiba-tiba.

"Saya duga mereka sedang sakit karena pergantian musim. Berdasarkan pengalaman me­mang ada siklus dimana fisik hewan drop saat itu. Biasanya maksimal mereka akan sakit selama 10 hari, setelah itu biasa lagi. Jadi bukan karena flu bu­rung," jelas pria yang mengaku sudah puluhan tahun memelihara unggas tersebut.

Giman pun mengaku bingung, mengapa hasil tes laboratorium dimana hewannya yang menjadi sample, dinyatakan positif flu bu­rung. Sebab sejak awal, sepenge­tahuannya tidak ada unggas yang mati mendadak di daerah itu.

"Piaraan saya jadi sample karena katanya hewan yang di­duga kena flu burung itu berasal dari sini. Padahal piaraan saya tidak ada yang mati mendadak. Yang ada saya potong karena sakit, lalu saya konsumsi. Saya juga enggak tahu itu siapa yang melapor ada ternak saya yang tiba-tiba mati," terangnya.

Pria asal Bantul ini tidak mau berspekulasi, ada warga yang tidak suka sehingga memuncul­kan kasus flu burung ini. Dia hanya berharap, pemerintah melakukan tindakan yang tepat dalam upaya menjaga kesehatan warganya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya