Sudah tidak ada unggas seperti ayam yang berkeliaran di lapak pemulung di Jalan Lebak Bulus V, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Sore itu, Giman membawa ikan yang baru saja dibelinya ke tempat tinggalnya yang beÂrada di ujung lapak pemulung. Ikan tersebut dibungkus dalam kantong kresek hitam berukuran sedang. Dari Luar kantong, terliÂhat ada gerakan dari dalam. Ikan yang dibelinya itu tampak terus bergerak di dalamnya. Giman langsung menyimpan ikan yang baru saja dibelinya, dan kembali lagi ke luar rumah.
Di luar rumah, ada tiga orang pemulung yang sedang duduk di kursi plastik di teras. Mereka tampak saling berbincang sambil mendengarkan musik. Sebuah alat pemutar mp3 tersedia dekat kursi yang bersender pada tembok rumah semi permanen tersebut.
Tidak biasanya mereka bisa bersantai di waktu seperti ini. Biasanya, jika tidak sibuk memÂbereskan sampah, jam segitu mereka sibuk mengurus semua hewan piaraan milik Giman.
Hari itu, dari lima orang, hanya dua orang pemulung yang tampak masih memberesi sampah di samping rumah. Mereka berdua duduk di depan pintu kandang milik Giman, sembari memasukkan semua sampah ke dalam karung. Hanya ada dua buah karung yang masih diisi. Sisanya sudah ditumpuk pada lahan di sekitar wilayah lapak pemulung tersebut.
Seperti diketahui, semua unÂggas milik warga di sini telah dimusnahkan oleh Suku Dinas Pertanian, Kelautan dan Ketahanan Pangan (KPKP) Jakarta Selatan akhir pekan lalu. Pemusnahan tersebut dilakukaan menyusul ditemukannya virus flu H5N1 atau flu burung di temÂpat itu pada Rabu, 16 Maret.
Nunung, salah seorang warga RT014/04 menyatakan, sampai saat ini warga sebetulnya masih keberatan dengan pemusnahan unggas mereka. Sebab, selain unggas milik mereka umumnya didapat dengan cara membeli, hewan tersebut juga sudah dipeÂlihara bertahun-tahun. Apalagi hal itu dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa izin.
Kata Nunung, setelah meÂnyemprot unggas di sini pada Rabu pagi, petugas Sudin KPKP langsung pulang. Tidak ada pemÂberitahuan tertulis jika mereka akan memusnahkan hewan terÂnak. Lalu pada saat pemusnahan Jumat, juga begitu. "Petugas langsung ambil unggas-unggas penduduk tanpa seizin pemilik. Sudah begitu sampai hari ini enggak ada pernyataan untuk ganti rugi. Padahal unggasnya didapat dengan cara membeli," katanya, kemarin.
Ibu dua anak ini menamÂbahkan, pada hari Rabu, Sudin KPKP Jakarta Selatan cuma datang ke sini untuk melakukan penyemprotan. Hal itu dilakuÂkan sebagai upaya pencegahan, agar wabah tidak meluas dan warga terhindar dari flu buÂrung. Sementara itu pada hari Jumat, petugas datang ke tempat tersebut, setelah itu langsung mengambil dan memusnakan peliharaan mereka.
"Mereka cuma ngomong mau musnahin ternak karena rawan menularkan flu burung. Enggak ada surat keterangan hasil uji lab yang menyatakan jika unggas di tempat kami seluruhnya positif terkena flu burung. Akibatnya warga emosi, mereka enggak terima petugas main ambil beÂgitu saja," ucapnya.
Nunung mengatakan, dirinya dan para warga sebetulnya meÂnyadari adanya kemungkinan mereka terjangkit flu burung jika tetap berinteraksi dengan peliÂharaannya. Namun dia berangÂgapan, hal tersebut juga tidak bisa membenarkan kesewenang-wenangan petugas.
"Kami sadar bahayanya, dan kami juga enggak mau sampai kena flu burung. Tapi enggak boleh begitu juga. Warga kan juga rugi karena ternaknya diÂmatiin, tanpa ada ganti rugi. Jadi jangan mentang-mentang punya wewenang," tandasnya.
Nunung pun meminta agar pemerintah lebih berhati-hati daÂlam melakukan prosedur pemusÂnahan ternak, yang terinfeksi flu burung. Pemerintah benar-benar harus memperhatikan kenyaÂmanan dan keamanan ketika melakukan hal tersebut.
"Pas pemusnahan anak-anak kecil juga dibiarkan bebas nonton. Padahal area pemusnahan tersebut harusnya steril, dan hanya petugas yang berseragam khusus diperboÂlehkan ada di sana. Kata petugas juga habis tugas seragam mereka bakal langsung dibakar karena berbahaya. Kalau begini kan konÂdisi anak-anak juga enggak tahu gimana," tandasnya.
Kekesalan serupa juga diungkapkan Giman, salah seorang warga yang ternaknya dimusnahÂkan. Dia menyesalkan tindakan petugas KPKP yang tidak memÂberikan hasil tes laboratorium kepada mereka, sebelum terÂnaknya dimusnahkan.
"Sebagai orang awam saya merasa lebih baik kalau petugas menyerahkan hasil tes tertulis yang menyatakan semua ternak kami memang positif terkena flu burung. Jangan cuma lewat omongan. Jadi kami juga enak, lebih ikhlas ternak yang sudah kami rawat baik-baik harus diÂmusnahkan," ujarnya.
Menurut dia, pernyataan lisan saja tidak cukup untuk membuat dirinya mengikhlaskan semua ternaknya dimusnahkan. Sebab dirinya tidak yakin, semua terÂnaknya terkena flu burung.
"Berdasarkan pengalaman saÂya, ternak-ternak itu tidak terlihat seperti sedang menderita flu buÂrung. Gejalanya berbeda dengan yang terjadi 2007," kata dia.
Giman menjelaskan, dalam kasus ini, tidak ada satupun terÂnak miliknya yang mati seketika. Pada kasus ini ternak miliknya terlihat sakit beberapa hari beÂlakangan, berbeda dengan 2007 dimana ternaknya yang sebelumÂnya terlihat sehat tiba-tiba mati saat makan. Ketika itu, tubuh ternaknya juga membiru secara tiba-tiba.
"Saya duga mereka sedang sakit karena pergantian musim. Berdasarkan pengalaman meÂmang ada siklus dimana fisik hewan drop saat itu. Biasanya maksimal mereka akan sakit selama 10 hari, setelah itu biasa lagi. Jadi bukan karena flu buÂrung," jelas pria yang mengaku sudah puluhan tahun memelihara unggas tersebut.
Giman pun mengaku bingung, mengapa hasil tes laboratorium dimana hewannya yang menjadi sample, dinyatakan positif flu buÂrung. Sebab sejak awal, sepengeÂtahuannya tidak ada unggas yang mati mendadak di daerah itu.
"Piaraan saya jadi sample karena katanya hewan yang diÂduga kena flu burung itu berasal dari sini. Padahal piaraan saya tidak ada yang mati mendadak. Yang ada saya potong karena sakit, lalu saya konsumsi. Saya juga enggak tahu itu siapa yang melapor ada ternak saya yang tiba-tiba mati," terangnya.
Pria asal Bantul ini tidak mau berspekulasi, ada warga yang tidak suka sehingga memunculÂkan kasus flu burung ini. Dia hanya berharap, pemerintah melakukan tindakan yang tepat dalam upaya menjaga kesehatan warganya. ***