Berita

foto:net

On The Spot

Cabai Ada Yang Harganya Sudah Turun Rp 20 Ribu

Meski Terbilang Masih Mahal
SENIN, 21 MARET 2016 | 09:20 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Belasan angkutan kota berkumpul di bawah fly over Arif Rachman Hakim, Depok, Jawa Barat. Angkot-angkot yang rutenya menuju ke arah Sawangan, Beji, Depok Tengah, dan Depok Timur itu berbaris memanjang di sisi fly over.

Beberapa tampak menunggu penumpang (ngetem) di putaran balik yang ada di bawah fly over, sehingga menyulitkan pengen­dara yang melintas.

Dekat antrean kendaraan tersebut, terdapat beberapa kios sayuran, yang dibangun seadanyamenggunakan bambu. Semua pedagang di kios-kios tersebut menjual berbagai jenis sayuran dan bumbu dapur seperti cabai, tomat, kentang, dan buncis.

Bagian Pasar Kemiri Muka yang tertelak di situ memang khusus untuk sayuran dan bumbu dapur. Untuk daging dan barang lainnya terdapat di bagian lain pasar, yang dipisahkan oleh rel kereta Stasiun Depok Baru.

Meski hari menjelang sore, suasana di Pasar Kemiri Muka masih cukup ramai. Pembeli yang kebanyakan karyawati silih berganti menyambangi lapak para pedagang, membeli sayuran dan bumbu dapur untuk di rumah.

Pasar Kemiri Muka buka 24 jam. Pagi hingga siang hari, pembelinyamayoritas ibu rumah tangga. Kemudian pada sore hari pembelinya biasanya adalah pekerja, semen­tara malam hari konsumennya kebanyakan pedagang.

Berdasarkan pantauan Rakyat Merdeka, para pembeli menge­luh ketika akan membeli cabai. Pasalnya, harga cabai mengalami kenaikan tajam. Sebelumnya, har­ga cabai per kilo hanya Rp 20 ribu, sekarang di pasar ini berkisar Rp 40 ribu-Rp 80 ribu.

"Ngeluhlah, harga cabai yang biasanya Rp 20 ribu per kilo sekarang jadi Rp 75 ribu. Itu juga sudah saya kasih diskon, karena harga aslinya Rp 80 ribu per kilo. Sekarang kalau beli Rp 20 ribu cuma dapat seperempat kilo," ujar Atih, salah satu pedagang sayur mayur di Pasar Kemiri Muka, Beji, Depok.

Atih menyatakan, semua jenis cabai mengalami kenaikan se­jak satu bulan terakhir. Cabai merah keriting harganya naik dari Rp 20 ribu per kilogram menjadi Rp 50 ribu. Kemudian harga cabai rawit hijau melonjak menjadi Rp 40.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 20.000 per kilogram.

Kenaikan tertinggi dialami ca­bai rawit merah yang menyentuh harga Rp 80.000 per kilogram, dari sebelumnya Rp 20.000 per kilogram. "Ini sebenarnya juga sudah turun Rp 20 ribu. Hari Senin lalu, harga cabai rawit merah Rp 100 ribu," terangnya.

Atih mengaku tidak tahu pe­nyebab kenaikan harga cabai sebulan ini. Sebab, selama ini dirinya tidak pernah belanja sendiri. Dia selalu menitipkan belanjaan untuk kiosnya kepada salah seorang rekannya.

"Saya cuma nitip belanja di Pasar Anyar, Bogor. Jadi kalau ditanya kenapa naik tinggi sekali, saya juga bingung. Soalnya saya belinya juga sudah mahal," ucap­nya di depan lapak dagangannya.

Menurut Atih, kenaikan harga ini berakibat pada menurunnya jumlah pembelian cabai. Kalau biasanya warga membeli cabai seperempat kilogram, sekarang jadi hanya satu ons. Bagi yang sebelumnya biasa membeli cabai setengah ons, sekarang mereka jadi hanya membeli seperempat ons.

"Untungnya karena cabai ter­masuk kebutuhan pokok, yang beli tetap banyak. Walau jumlah per orangnya turun, tapi total pendapatan tetap," kata dia.

Kenaikan harga cabai juga berpengaruh terhadap modal usahanya. Jika selama ini setiap hari Atih hanya mengeluarkan dana sekitar Rp 2 juta untuk berbelanja, sekarang dia harus merogoh ko­cek hingga Rp 3 juta per hari.

"Sebelumnya kalau belanja sekitar Rp 2 juta sudah banyak sekali. Sekarang sudah tidak bisa, Rp 3 juta baru mencukupi. Untung saya masih punya modal," curhat ibu dua anak ini.

Harga berbeda terdapat di Pasar Kemiri Muka bagian yang lain. Di tempat tersebut, cabai keriting dijual dengan harga Rp 40 ribu per kilogram. Sementara itu cabai rawit hijau dijual dengan harga Rp 32 ribu per kg, sedangkan rawit merah dijual seharga Rp 50 ribu per kilogram. "Cabai di sini lebih murah karena saya beli di Pasar Induk Kramat Jati," kata Guntur, pedagang yang lain.

Cabai keriting, lanjutnya, beli di Pasar Induk Rp 36 ribu per ki­logram, jual Rp 40 per kilogram. Cabai rawit hijau beli Rp 28 ribu per kilogram, jual Rp 32 ribu per kilogram. "Cabai rawit merah beli Rp 45 ribu per kilogram di Pasar Induk, saya jual Rp 50 ki­logram di sini," jelas Guntur.

Dia menyatakan, harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati memang dikenal lebih murah ketimbang di Bogor. Perbedaannya tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 4 ribu-Rp 5 ribu per kilogram. "Makanya saya bisa jual dengan harga segitu," imbuhnya.

Menurut Guntur, di Pasar Kemiri Muka sangat jarang dilakukan operasi pasar. Para pedagang di tempat tersebut harus mengandalkan operasi pasar di tempat lain, untuk menda­pat barang dagangan yang lebih murah. Akibatnya, harga di pasar tersebut lebih tinggi.

"Kalau di tempat lain tidak ada operasi, ya untung-untungan saja. Berharap di tempat lain harganya lebih terjangkau, su­paya kami jualnya tidak terlalu mahal," ucapnya.

Guntur pun mengaku tidak ter­lalu paham, mengapa harga ca­bai bisa melonjak jauh. Dirinya hanya bisa menduga, hal itu karena stok cabai terbatas, aki­bat lambatnya pengiriman dari daerah-daerah. "Kalau penyebab pastinya saya tidak tahu. Jadi sayatahunya cuma barang ada, tapi harganya sekian," tandasnya.

Selain harga cabai, lanjut dia, komoditi yang mengalami kenai­kan adalah bawang merah dan bawang putih. Bawang merah kini dijual Rp 40.000 per kilo­gram dari sebelumnya Rp 20.000 per kilogram. Nominal yang sama juga terjadi untuk bawang putih. Kemudiam harga buncis menga­lami kenaikan dari sebelumnya Rp 8.000 per kilogram naik men­jadi Rp 15.000 per kilogram.

Kondisi berkebalikan terjadi pada komoditi kentang. Harga kentang malah turun, dari sebe­lumnya Rp 15.000 per kilogram jadi Rp 8.000 per kilogram. Sedangkan untuk sayur mayur lainnya relatif stabil. Harga sawi tetap Rp 8.000 per kg, mentimun Rp 6.000 ribu per kg, dan wortel Rp 6.000 per kg. "Tapi kenaikan sayuran yang lain tak terlalu terasa. Soalnya tidak terlalu jauh naiknya. Cuma cabai yang be­rasa," tuturnya.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok Martinho menjelaskan, kenaikan harga cabai dipicu banyak daerah di Indonesia yang mengalami gagal panen. "Kami perkirakan harga akan kembali normal usai musim hujan," tutur Martinho.

Selain itu, sambung Martinho, pada tingkat petani, panen cabai baru bisa dilaksanakan menjelang bulan puasa. Karena itu pihaknya meminta agar warga bersabar, dan mencari solusi alterntif.

"Kami sangat menganjurkan warga agar menanam pohon cabai sendiri di halaman rumah. Sehingga ketika harga cabai tinggi, warga tak perlu risau. Jika tak ada lahan, maka bisa di dalam pot. Karena cabai bisa tumbuh di dalam pot," ucap Martinho.

Sementara itu, Sumarno, salah seorang pedagang di Pasar Induk Kramat Jati mengatakan, ham­pir semua jenis cabai harganya mengalami kenaikan. Misalnya untuk jenis cabai keriting, min­ggu lalu harganya Rp 38 ribu per kilogram dan kini menjadi Rp 42 ribu per kilogram. Bahkan pada bulan Februari lalu harganya hanya Rp 21 ribu per kilogram.

"Cabai merah besar, bulan Februari Rp 42 ribu per kilo­gram, minggu lalu Rp 48 ribu per kilogram dan sekarang Rp 51 ribu per kilogram," ujar Sumarno pekan lalu.

Demikian halnya cabai rawit merah, bulan lalu hanya Rp 13 ribu per kilogram. Kemudian naik menjadi Rp 37 ribu per kilogram, dan sekarang men­capai Rp 44.400 per kilogram. Sedangkan cabai rawit hijau bulan lalu Rp 8.000 per kilo­gram, dan kini Rp 22 ribu per kilogram.

Menurut Sumarno, kenaikan harga dipicu banyaknya tanaman cabai yang diserang hama patek. Sehingga, daunnya layu dan mengering. Akibatnya, banyak petani tidak dapat memanen cabainya. Kondisi ini memicu merosotnya pasokan barang ke Pasar Induk Kramat Jati.

Latar Belakang
Curah Hujan Yang Tinggi Jadi Alasan

Harga cabai merah dan bawang merah di sentra penghasil cabai, terus melonjak. Namun, kenaikan itu tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi petani. Sebab, saat yang sama, produksi mereka juga bermasalah sehing­ga harus menjual cabai dengan harga tinggi.

Para pedagang di Purbalingga, Jawa Tengah tidak berani me­nyimpan stok cabai dalam jumlahbanyak karena takut cabai cepat membusuk. Pedagang tidak lagi membeli barang dalam jumlah banyak.

Harga cabai kini sudah menca­pai Rp 70 ribu per kilogram (kg). Sementara, harga bawang merah sudah mencapai Rp 45 ribu per kg. Naiknya harga cabai dan bawang merah membuat peda­gang cabai dan bawang merah di Pasar Segamas, Purbalingga, Jawa Tengah mengurangi stok pembelian.

Biasanya, mereka membeli ca­bai dan bawang merah hingga 50 kg untuk dijual lagi. Tapi, sejak harga kedua komoditas itu naik, mereka hanya berani menyedia­kan stok sebanyak 15 kg.

Pedagang cabai, Ponisih men­jelaskan, para pedagang tidak berani menyimpan stok dalam jumlah banyak karena pasar se­dang sepi pembeli. Mereka takut barang menjadi busuk karena tidak cepat terjual. Ketimbang merugi, mereka memilih mengurangi stoknya.

"Naiknya harga cabai dan bawang merah juga berimbas pada daya beli konsumen. Ibu-ibu di Purbalingga mengurangi pembelian cabai dan bawang merah untuk menghemat uang belanja," jelas dia.

Sementara itu, sejumlah petani cabai merah di Majalengka, Jawa Barat, harus memanen tanaman cabai lebih cepat karena takut busuk karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Petani ca­bai merah ini juga mengurangi produksi dan mengalami penu­runan penghasilan.

"Bahkan petani harus memilih tanaman cabai merah antara yang bagus dan segar dengan cabai merah yang sudah mulai busuk, akibat musim hujan denganin­tensitas tinggi yang sering terjadi pada siang hingga malam hari," ujar Didi di Majalengka.

Akibatnya, hasil produksi tan­aman cabai merah yang semula dua kuintal menjadi satu kuintal misalnya, sehingga membuat penghasilan berkurang.

Menurut salah satu petani cabai merah, Didi, panen cabaimerah dan hasil produksi menu­run sehingga penghasilan pun ikut berkurang. "Memanen cabai merah ini karena takut busuk, soalnya hujan tinggi. Hasil produksi cabai merah juga berkurang, sehingga penghasilan ikut berkurang," tuturnya.

Dia memaparkan, tingginya curah hujan di Februari, mem­buat sejumlah wilayah penghasil cabai mengalami gagal panen. Di Desa Baran, Kecamatan Ambarawa, ratusan hektar tana­man cabai rusak akibat serangan hama penyakit dampak dari in­tensitas hujan yang cukup tinggi bulan lalu. Cabai yang dihasilkan layu dan kering sebelum sempat dipanen.

Sedangkan yang bisa disela­matkan pun hasilnya tak mak­simal. "Kena pathek, penyakit tanaman cabai, karena curah hujannya terlalu tinggi. Banyak yang gagal panen, rata-rata kena pathek semua," paparnya.

Seorang petani cabai di Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Ote juga mengatakan, pada musim hujan banyak tanaman cabai yang terserang hama. Serangan hama tersebut menyebabkan tanaman cabai busuk. Sehingga, meski harga cabai sedang bagus pun tidak terlalu menguntungkan petaninya.

"Dari dua hektare lahan cabai paling yang bisa dipanen 60 persennya, jadi naiknya har­ga tidak berdampak kepada pendapatan. Populasi ulat saat musim hujan juga meningkat. Akibatnya banyak daun yang dimakan ulat, sehingga tanaman cabai rusak. Menurutnya, harga jual cabai di tingkat petani saat ini mencapai kisaran Rp 42 ribu per kilogram," kata dia.

Menurutnya, kenaikan harga cabai di pasaran wajar. Pasalnya, harga jual di tingkat petani cukup tinggi. Saat ini harga cabai dari petani jatuh di kisaran Rp 40 ribu sampai Rp 45 ribu per kg. Maka di pasar harganya akan lebih dari itu. "Kenaikan harga tersebut disebab­kan adanya penurunan produksi cabai, di lahan saya saja sampai 30 persen turunnya," terangnya.

Direktur Bahan Pokok dan Barang Strategis Kementerian Perdagangan (Kemendag), Robert Bintaryo menyatakan, naiknya harga cabai dan bawang merah beberapa pekan terakhir disebab­kan terbatasnya hasil panen di beberapa wilayah produsen cabai, sehingga menyebabkan suplai di pasar-pasar berkurang.

"Berdasar hasil pengamatan langsung di beberapa sentra produksi cabai, diketahui bahwa hasil panen masih sangat terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan lokal," ujarnya.

Robert mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan suplai di pasar berkurang dan mengaki­batkan kenaikan harga cabai dan bawang merah. Hal itu, lanjut Robert, terindikasi dari pasokan cabai di Pasar Induk Kramat jati, Jakarta yang mengalami penu­runan, dimana pada 13 Maret lalu hanya 65 ton atau 32,5 persen dari pasokan normal yang sebesar 150-200 ton per hari. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jelang Lengser, Jokowi Minta Anak Buah Kendalikan Deflasi Lima Bulan Beruntun

Senin, 07 Oktober 2024 | 10:00

Kekerasan Terhadap Etnis Uighur Ubah Hubungan Diplomatik di Asteng dan Astim

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:57

Zulhas Janji akan Kaji Penyebab Anjloknya Harga Komoditas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:49

2 Wanita ODGJ Hamil, Kepala Panti Sosial Dituding Teledor

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:46

Hubungan Megawati-Prabowo Baik-baik Saja, Pertemuan Masih Konsolidasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:36

Pasar Asia Menguat di Senin Pagi, Nikkei Dibuka Naik 2 Persen

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:30

Riza Patria Minta Relawan Pakai Medsos Sosialisasikan Program

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:29

Penampilan 3 Cawagub Dahsyat dalam Debat Pilkada Jakarta

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:26

Aramco Naikkan Harga Minyak Mentah Arab Light untuk Pembeli di Asia

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:17

PDIP Ingatkan Rakyat Tak Pilih Pemimpin Jalan Pintas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:16

Selengkapnya