Dua pekan lalu, Komnas HAM mengambil langkah untuk menghentikan berkas perkara pelanggaran HAM 1965 yang bolak-balik ke Kejaksaan Agung. Berkunjung ke Amerika, Komnas HAM meminta tolong Department of State, National Security Agency, dan CIA untuk diÂhubungkan dengan Presiden Barack Obama. Targetnya, meminta Obama membuka berkas penyelidikan CIA atas kasus 1965.
Mengacu pada Undang-undang Keterbukaan Informasi Amerika Serikat, sebuah dokuÂmen bisa dibuka untuk umum jika peristiwanya sudah terjadi lebih dari 25 tahun. Kasus 1965 masuk syarat itu. Namun peÂmerintah AS menolak membuka berkas karena takut akan mengÂganggu hubungan baik dengan Indonesia. Kecuali jika Presiden Joko Widodo turun tangan.
Tidak menutup kemungkiÂnan, data yang akan diterima Komnas-HAM terkait pengungÂkapan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 1965 dari Pemerintah Amerika Serikat berasal dari CIA (Central Intelligence Agency), agen Intelijen Amerika.
Nur Kholis, Ketua Komnas HAM memaparkan kerja timnya, seusai kunjungan ke Amerika Serikat. Simak wawancara lengÂkapnya berikut ini;
Oleh-oleh kunjungan dari Amerika apa nih?Sebenarnya bukan aku yang ke Amerika, cuma teken suratÂnya doang... He-he-he.
Yang ke Amerika apa nggak beri laporan sama Ketua?Sudah. Jadi di sana ditemui oleh staf gedung putih. Yang terpenting adalah kita mengirim surat ke Presiden Obama itu untuk mendapatkan data dari Pemerintah AS pada tahun 65 maupun sesudahnya yang berÂhubungan dengan peristiwa 65. Seperti; komunikasi, diplomasi antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat, pada waktu itu. Itu data yang kita minta. Kita lagi menunggu surat dari pemerinÂtah Amerika, apakah melalui salah satu departemennya yang mungkin sama dengan kita atau kementeriannya, kita tunggu daÂlam beberapa hari ke depan.
Data seperti apa sebenarnya yang dicari Komnas HAM?Yang pasti memang, data-data ini sebenarnya kan data-data yang beberapa tahun. Secara umum, data ini sudah bisa diakses pubÂlik sebenarnya. Hanya saja, kita belum tahu nanti apakah akan ada pembatasan terhadap data ini.
Ini sumber datanya benar dari CIA?Jadi itu nanti jatuhnya ke arsip nasional. Nanti datanya, bisa dari sumber macam-macam kan. Saya belum tahu apakah datanya dari CIA, atau dari data Kemenlu di sana. Tetapi data ini biasanya, suÂdah terdokumentasi sedemikian rupa dan bisa diakses publik. Nah kita harapkan dapat diberikan salinan dari data-data itu. Kalau ada pembatasan, kita lihat nanti ya. Ini mungkin dalam sehari dua sudah ada jawaban nanti ya.
Memang, Amerika mau ngasih?Saya yakin dalam minggu deÂpan sudah ada jawaban. Bukan datanya ya, tapi surat jawaban atas permohonan kita.
Kenapa Amerika yang dipiÂlih Komnas HAM?Sebenarnya Amerika bukan satu-satunya, ada Inggris ada Australia. Nah kalau kita melihat hasil penyelidikan 65 misalnya, konteks latar belakang peristiwa itu kan ada, situasi dunia pada waktu itu kan ya tidak seperti sekarang. Mungkin dari pola komunikasi dan hubungan erat antara negara kita dengan negara lain itu yang penting bagi kasus 65 itu sendiri. Mungkin ya. Karena belum tentu juga data itu bisa kita pakai ya. Kalau nggak berhubungan kita nggak pakai.
Atas dorongan apa sih kasus 65 diungkit lagi?Ya memang ya, kita bersurat kepada Obama itu sebenarnya dorongan dari korban, dari NGO (
Non Government Organization) untuk melengkapkan data seÂlengkap mungkin. Supaya kita mengetahui peristiwa 65 itu seperti apa, kan sah saja. Itu salah satu latar belakangnya. Yang lain, kan korban banyak ya di masa lalu. Baik korban 65 maupun sebelumnya atau sesudah 65.
Kasus 65 kan sudah lama sekali?Tapi mereka masih sering daÂtang ke kantor, ada ratusan dan tersebar di seluruh Indonesia.
Apa yang mereka inginkan? Kita kan spiritnya kan rekonsilisiasi sebenarnya untuk peristiwa 65 sendiri. Spiritnya ya. Tapi memang belum ada keputusan, masih dalam proses (dengan korban). Nah ada baiknya, rekonsiliasi kita itu daÂtanya valid ya. Jadi kita ada manfaatnya melakukan sesuatu ini. Minimal untuk generasi sekarang, kalau ada pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalu, kan selalu ada riset-riset yang kontroversi di Indonesia maupun Internasional. Nah ada baiknya itu kita benahi secara perlahan. Yang terpenting, pengungkapan kasus-kasus seperti ini supaya tidak terulang kembali. Untuk menjadi pembelajaran bagi kita semua sebenarnya.
Bukan untuk penegakan hukum?Ya itu tetap terbuka. Tapi spiritnya ini adalah rekonsiliasi. Misalnya kalau rekonsiliasi, suÂdah ada komitmen nasional, ya jangan ditutupi juga bahwa di peristiwa sebelumnya ada korÂban. Ini kan bisa menjadi pintu masuk untuk melihat masa lalu kita, dan kita mencoba menyeÂlesaikan. Yang namanya korban kan tidak bisa dibatasi pada periode tertentu saja. Karena semua warga negara punya hak untuk mempersoalkan kalau haknya dilanggar. Menurut saya sebelum 65, yang ada peristiwa harus diinisiasikan juga, bisa kita komunikasikan. ***