Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintoharjo sementara menutup layanan terapi oksigen. Ruang udara bertekanan tinggi itu ditutup, sampai tim investigasi menyelesaikan penyelidikan kebakaran yang menewaskan empat orang itu.
Suasana di RSAL Mintoharjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat tampak normal. Beberapa peÂserta Badan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berada di ruang tunggu yang terletak di sebelah kiri lobi. Keluarga pasien pun keluar masuk pintu lobi RSAL Mintoharjo.
Kondisi berbeda terlihat di gedung Hyperbaric Center yang berjarak beberapa meter dari geÂdung utama RSAL Mintoharjo. Bangunan yang salah satu ruangannya terbakar, Senin keÂmarin itu, sepi. Sudah tidak ada lagi anggota TNI berseragam yang berjaga di depan gedung, dan pos keamanan yang ada di sebelah kiri bangunan ini seperti Rabu lalu. Garis polisi (
police line) masih melintang di depan gedung sebagai tanda larangan masuk.
Pintu utama bangunan dibiarkan terbuka lebar. Begitu jugadengan pintu kaca tempat Hyperbaric Chamber yang terbaÂkar. Seng direkatkan ke rangka kayu, menutupi setengah bagian ruangantersebut. Namun, konÂdisi di dalam bangunan tidak terlihat karena gelap.
"Untuk hyperbaric, penggunaan chamber sementara dihentikan, sampai ada hasil investigasi," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Muhammd Zainudin.
Sedangkan pelayanan lainÂnya berjalan normal. "Semua pasien yang datang mendapat pelayanan seperti sediakala," ujar Zainudin.
Zainudin mengatakan, peÂnyebab ledakan di salah satu ruangan gedung Hyperbaric belum dapat disimpulkan. Sementara itu pihak berwenang sedang memeriksa para saksi untuk diÂmintai keterangan. Sampai saat ini, tim telah memeriksa beberÂapa saksi, dari operator center, keluarga, dan beberapa orang lainnya. "Jadi, meledaknya tanki masih diselidiki," kata dia.
Zainudin menjelaskan, saat peristiwa terjadi, dokter dan operator hanya bisa melihat keadaan di dalam ruangan itu dari kaca luar ruangan tanpa bisa mengevakuasi empat korban. Dokter dan operator dapat meÂlihat api berkobar sangat besar di dalam ruangan yang saat itu ditempati bekas Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Purn) Abubakar Nataprawira dan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo, Edi Suwandi dan dokter bernama Dimas.
"Di lubang chamber sebeÂnarnya ada kaca dan kelihatan aktivitas di dalamnya. Tapi tekaÂnan oksigen murni membuat api cepat menyebar," ucapnya.
Menurut Zainudin, saat keÂbakaran, semua peralatan di ruangan chamber Pulau Miangas dalam kondisi baik. Selama ini, katanya, ruangan tersebut mendapat perawatan rutin.
Ruangan chamber yang diÂgunakan para korban adalah ruanganlama yang hanya mamÂpu menampung empat orang. Ruangan itu buatan Prancis. Sedangkan di RS TNI AL Mintahardjo ada satu tabung ruangchamber lainnya yang berukuÂran cukup besar dengan daya tampung 18 sampai 22 orang. Ruangan itu buatan Spanyol.
"Kondisinya baik karena seÂlalu mendapat perawatan rutin. Biasa digunakan untuk terapi anggota Komando Pasukan Katak," terangnya.
Menurut Zainudin, terapi tersebut penting bagi penyelam karena mereka menghadapi teÂkanan udara tinggi saat berada di bawah air. RS Mintohardjo tercatat telah mengoperasikan ruang hyperbaric yang memuat empat pasien sejak tahun 2013. Namun selain untuk terapi peÂnyelam, ruang hyperbaric itu juga dimanfaatkan untuk meraÂwat pasien umum.
"Ruangan itu sebenarnya alat untuk pengobatan hyperbaric penyelam kami. Tapi juga bisa digunakan untuk terapi kesÂehatan, makanya banyak pasien yang juga menjalani perawatan di sini," jelas dia.
Zainudin menjelaskan, musibah terjadi pukul 11.30 WIB. Saat itu Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) bertekanan 2,4 atmosfir, tapi ketika tekanan muÂlai dikurangi menuju 1 atmosfir, pada pukul 13.10 terlihat perciÂkan api di dalam chamber.
Kemudian operator dengan cepat membuka sistem
fire, tapi api dalam chamber membesar dan tekanan dalam chamber naik cepat.
Safety valve terbuka dan menimbulkan ledakan.
"Api bisa dipadamkan, namun korban tidak dapat diselamatkan. Korban yang berada dalam ruang tersebut baru bisa dievakuasi sekiÂtar pukul dua siang," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Ade Supandi menyaÂtakan, tidak akan menutup-nutupi hasil investigasi Puslabfor Mabes Polri, Puspomal, dan pihak-pihak lainnya terkait penyebab ledakan mesin terapi Hyperbaric di RS TNI AL Mintoharjo pada Senin (14/3).
Dia berjanji akan membuka seluas-luasnya dan menyampaiÂkan kepada publik dengan transÂparan, hasil investigasi penyebab meledak dan terbakarnya mesin hyperbaric tersebut.
"Saya ingin menyampaikan, sebagai pribadi dan pimpinan TNI AL, juga ikut berduka atas wafatnya empat pasien dalam chamber yang terbakar. Apakah karena kelalaian manusia atau tidak berfungsinya alat, kami akan terbuka kepada media," kata Ade di halaman Dermaga Markas Kolinlamil Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dia mengatakan, pihak gabungansedang bekerja bahu-memÂbahu melakukan penyelidikan lebih dalam terkait penyebab terjadinya kebakaran, dan siap bertanggung jawab terhadap kejadian tersebut.
"Kejadian kebakaran ini meÂmang terus kita cari penyebabnya. Saya tidak akan berandai-andai dan menyerahkan sepenuhnya kepada tim dari Puspomal dan Mabes Polri untuk mendeteksi dan mengetahui penyebab kebaÂkaran, apakah karena kelalaian atau hal lainnya," tambah Ade.
Menurut Ade, kejadian kebaÂkaran pada alat terapi tersebut adalah sesuatu yang sangat tidak diharapkan. Menurutnya, alat itu bila dilihat dari fungsinya sebenarnya digunakan untuk pengobatan efek dekompresi pada penyelam TNI AL dalam misi-misi di bawah laut.
"Sehingga apa ada kelalaian atau malfungsi itu nanti didasarÂkan pada laporan investigasi tim gabungan. Saya sudah meÂlaporkan kepada Panglima TNI tentang pembentukan tim inÂvestigasi gabungan tersebut dan hasilnya akan diberitahukan keÂpada publik, tapi pada dasarnya teknologi apapun itu harus aman digunakan," ujarnya.
Lebih lanjut, Ade menambahÂkan, mesin terapi hyperbaric buÂkan hanya RS TNI AL saja yang menggunakan, tetapi adapula rumah sakit lainnya yang mengÂgunakan metode sejenis.
"Kita lihat hasil investigasi tersebut, dan TNI AL tidak boleh menutup-nutupi. Begitu kejaÂdian kemarin dilaporkan Karum Mintoharjo, saya langsung ke RS melihat kondisi, dan saya perÂintahkan investigasi gabungan baik dari Polri, TNI AL, Ikatan Dokter Hyperbaric yang mengeÂtahui secara teknis dan mekanisme apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti tersebut dan penyebabnya," katanya.
Ade memaparkan, kejadian itu tidak diduga oleh seluruh staf RS tersebut. Pasalnya, TNI AL sudah menggunakan metode hyperbaric dari tahun 1960, dan digunakan untuk mengobati efek dekompresi sebagai akibat dari penyelaman di dalam laut.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, terapi hyperÂbaric saat ini tidak hanya dimanÂfaatkan untuk efek dekompresan bagi para penyelam. Terapi yang meningkatkan kadar oksigen dalam darah tersebut, juga diguÂnakan untuk mengobati berbagai penyakit lain yang kerap didera tubuh manusia.
"Awal tahun lalu, kami pakai untuk 9 penyelam yang melakuÂkan operasi penyelamatan dalam kecelakaan Air Asia. Saya sendiribaru dua bulan lalu dihyperÂbaric," ucap. Ade. ***