Edhie Baskoro Yudhoyono:net
Putra bungsu Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono ini menyangkal tudingan yang menyebutÂkan kegiatan "SBY Tour De Java" yang digelar Partai Demokrat sebagai persiapan pencapresan. Pria yang akrab disapa Ibas ini menjelaskan, kegiatan itu hanya ajang nostalgia sekaligus silaturahmi dengan warga sambil menyerap aspirasi.
"Ini sebenarnya kegiatan rutin Partai Demokrat. Yang speÂsial tahun ini, kegiatan dipimpin langsung oleh Pak SBY selaku Ketum Demokrat sekaligus Presiden keenam RI," ujar Ibas saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Ibas menegaskan, partainya tak ingin terburu-buru menentukan siapa yang bakal diusung, mengÂingat pelaksanaan pilpres masih sekitar 3 tahun lagi. Berikut penÂjelasan Ibas selengkapnya;
Setelah sempat 'puasa' prestaÂsi di pileg dan pilpres 2014, apa ambisi Partai Demokrat di Pemilu 2019?Tentunya keinginan Partai Demokrat sama seperti partai-partai lain, yakni ingin berhasil di Pemilu 2019. Apakah itu legislatif, maupun pilpres.
Namun, kami tidak ingin mendahului karena Belanda masih jauh. Kami masih berkonÂsentrasi dulu dalam konsolidasi internal, mulai dari pusat sampai daerah.
Tapi apakah sudah ada bisik-bisik di internal Demokrat soal siapa yang akan dijagokan pada Pilpres 2019?Seperti yang saya bicaraÂkan tadi. Setiap partai punya strategi untuk itu. Tapi kami tidak ingin berwacana dulu. Kami ingin fokus konsolidasi internal dan mempersiapkan pesta demokrasi yang ada di depan mata dulu, yakni pilkada serentak tahun 2017 dan 2018. Dan Alhamudillah, pada pilkada 2015 kemarin, target kemeÂnangan kami tercapai, bahkan lebih.
Dengan pileg dan pilpres yang digelar serentak, tentuÂnya setiap parpol harus punya capres yang diusung bila mau suara legislatifnya meningÂkat...Itu perlu didiskusikan lagi. Saya jadi teringat pada pemilu 2004. Saat itu Demokrat bukan pememang pemilu, tapi berhasil mengusung capres. Dan pada 2009, kami menang pileg dan pilpres. Meskipun akhirnya kami kecewa harus di posisi 4 dan absen di pilpres.
Jadi, apakah benar seorang tokoh yang punya populariÂtas tinggi, maka menang. Dan apakah popularitas figur bisa mempengaruhi suara parpol, tentunya perlu diskusi kembali.
Sejauh ini, popularitas SBY masih tinggi?Saya tegaskan, Pak SBY suÂdah 10 tahun menjadi presiden atau dua periode. Dan tentunya itu cukup jadi alasan bagi SBY untuk tidak maju kembali sebaÂgai presiden.
Tetapi kami tidak menampik, kalau masyarakat kita masih banyak yang mengelu-elukan, menghormati, mengagumi dan berharap beliau maju kembali. Tapi secara undang-undang itu tidak memungkinkan. Dan kami mengikuti aturan yang berlaku.
Bagaimana dengan Ibu Ani yang juga banyak dijagokan untuk maju bertarung?Kalau itu silakan tanya langÂsung kepada Ibu Ani. Tapi kita akui, memang banyak kader Demokrat yang berpikiran sepÂerti itu. Para kader berpendapat, tokoh-tokoh seperti Ibu Ani, Pak Pramono Edhie layak untuk diusung. Atau kami ambil lagi tokoh-tokoh yang dulu sempat ikut konvensi capres Partai Demokrat di tahun 2014.
Tapi yang pasti, kami masih menggodok nama-nama tersebut. Termasuk membuka peluang di luar nama-nama itu, misalnya seorang Gubernur yang mumÂpuni atau anggota DPR yang juga layak. Tetapi biarlah itu berjalan secara alami saja. Kami tidak mau berwacana dulu soal itu.
Anda sendiri siap bila dituÂgaskan partai untuk maju?Kalau itu saya akan jawab bahwa saya tidak akan menÂcalonkan diri. Jangan sampai masyarakat menilai seolah-olah Partai Demokrat ambisi besar untuk terus menguasai pucuk pimpinan di negeri ini.
Masa itu akan datang silih berganti. Tapi tidak menutup kemungkinan memang semua parpol berharap menang di pemilu, apakah itu legislatif ataupun presiden.
Terkait penjaringan calon, apakah Demokrat akan kemÂbali bikin konvensi capres seperti tahun 2014?Jujur saja, kita belum seperti negara-negara maju dalam menentukan capres yang akan diusung. Masyarakat kita belum banyak mengetahui soal tujuan dilakukan konvensi capres. Padahal dalam konvensi keÂmarin, Partai Demokrat ingin tunjukan kader-kader yang kredÂible, ternyata masyarakat kurang menangkapnya. Tapi apakah kami akan lakukan lagi model konvensi, itu juga masih kami kaji kembali.
Tapi siapa pun nanti yang akan maju dan dipilih masyarakat, saya berharap tatanan yang sudah kita bangun tidak sampai hilang. Kemarin saat proses transisi kepemimpinan Pak SBY dengan Pak Jokowi, itu kita lihat sangat bagus sekali. Ini merupaÂkan pendidikan politik yang baik untuk ke depannya agar terus dipertahankan. ***