Berita

ilustrasi/net

Hukum

Jelas Ada Pidana Dalam Kasus Apartemen Kempinski dan Menara BCA

KAMIS, 25 FEBRUARI 2016 | 13:39 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Ada indikasi pidana dalam kasus bangunan Gedung Menara BCA, Apartemen Kempinski serta Grand Indonesia Mall, yang berdiri di atas tanah negara milik BUMN PT. Hotel Indonesia Natour (HIN).

Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Law Reform Institute (ILRINs), Jeppri Firdaus Silalahi, dalam siaran persnya, Kamis (25/2). Menurut Jeppri, indikasi pidana bisa ditelusuri mulai dari kontrak kerjasama yang dibuat antara PT. HIN sebagai pemilik lahan dengan PT. Cipta Karya Bumi Indah (CKBI).

"Dalam klausul perjanjian kerjasama antara dua pihak, undang-undang mensyaratkan keterbukaan dan tidak adanya unsur penipuan atau hal yang disembunyikan dari salah satu pihak di perjanjian tersebut. Dalam kasus Kempinski ini kita bisa cermati bahwa ada indikasi pihak yang membuat perjanjian sengaja melemahkan atau merugikan negara," tutur Jeppri.


Perjanjian itu membuat PT. HIN selaku pembuat perjanjian tidak bisa serta merta mengklaim kerugiannya lewat klausul perjanjian. Menurut Jeppri, kalau perjanjiannya tidak dilemahkan, maka kasusnya tidak akan rumit. (Baca: Ada Kerugian Negara Dalam Kontrak BOT Dengan PT Grand Indonesia).

"HIN akan dengan mudah menagih kerugiannya ketika perjanjiannya kuat dan tidak merugikan," tegas Jeppri.

PT HIN dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI) menggelar kontrak Build, Operate, Transfer (BOT). Menurut Jeppri, bentuk perjanjian BOT hal yang biasa dalam dunia bisnis. Yang tidak biasa adalah ketika ujung dari kerjasama merugikan salah satu pihak.

"Disanalah unsur pidana bisa ditelusuri, ada tidak permainan dalam pembuatan perjanjian yang lemah tersebut. Saya yakin pelakunya bisa ditemukan," imbuhnya.

Lebih jauh ILRINs meminta agar PT. HIN juga mengambil langkah hukum yang tegas dengan melakukan somasi resmi kepada PT. CKBI sebagai tindakan hukum pihak yang merasa dirugikan.

"Ini juga menunjukkan itikad baik dari manajemen PT. HIN yang sekarang untuk menghentikan kerugian negara yang terjadi sejak perjanjian itu dibuat. Kalau tidak ada langkah hukum, dan hanya menunggu respon dari penegak hukum, maka bisa dibilang langkah HIN pasif secara hukum," ujar Jeppri. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya