Berita

foto:net

On The Spot

Warga Kalijodo Bertahan, Belum Mau Pindah Ke Rusun

Diberi Waktu 11 Hari
SENIN, 22 FEBRUARI 2016 | 09:35 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Meski batas waktu penertiban semakin dekat, banyak warga Kalijodo yang masih enggan untuk pindah ke rumah susun (rusun).

Pasca Operasi Pemberantasan Penyakit Masyarakat (Pekat), kawasan Kalijodo, Jakarta Utara jadi lebih sepi. Jalan Kepanduan II yang berada tepat di depan deretan kafe, lebih lengang.

Sejumlah pengendara motor melintasi kawasan yang terkenal hiburan malamnya itu. Beberapa anggota polisi berjaga untuk mengamankan Kalijodo pasca operasi tersebut. Deretan warung yang biasa menyediakanminuman, banyak yang tak beroperasi. Hanya beberapa yang masih buka.

Belakangan ini, para pemilik kafe menutup tempatnya berda­gang. Hal itu terpaksa dilakukan lantaran para pekerja kafe dan pekerja seks komersial (PSK) pergi entah ke mana. Pasalnya, penghasi­lan mereka sangat bergantung pada ramainya tamu. Karena rencana penertiban, kawasan tempat hiburan malam ini jadi sepi.

Warga Kalijodo pun tak ban­yak yang beraktivitas di luar ru­mah. Pintu-pintu rumah tertutup rapat. Hanya ada beberapa warga Kalijodo yang berada di luar ru­mah, untuk sekadar berbincang. Perbincangan mereka kebanyakan tentang relokasi ke rusun. Ada yang tidak setuju, dan ada juga yang setuju dengan syarat tertentu.

Warga Kalijodo diberi waktu 11 hari dari Kamis (18/2) un­tuk mengosongkan atau mem­bongkar sendiri bangunannya. Sebelas hari itu terdiri atas tujuh hari untuk masa berlaku surat peringatan pertama, tiga hari untuk masa berlaku surat perin­gatan kedua, dan satu hari untuk masa berlaku surat peringatan ketiga. Jika tidak mengosongkan wilayah Kalijodo, pemerintah akan melakukan eksekusi.

Sumiyati, salah satu warga pemilik kios makanan dan mi­numan ringan, dengan tegas menolak relokasi ke rusun. Alasannya, tawaran ganti rugi itu tidak menjamin kehidupannya akan tetap sejahtera saat sudah bertempat tinggal di rusun. "Di rusun, kami mau usaha apa? Mau buka warung, tetangga kanan kiri juga usaha yang sama," ujar Sumiyati di kiosnya.

Sumiyati mengaku belum memiliki rencana jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI jadi melakukan pembongkaran ki­osnya setelah mengeluarkan Surat Perintah Bongkar (SPB) awal Maret nanti. Dia tak per­nah punya rumah di Kalijodo. Dia hanya menyewa kontrakan di Kalijodo, begitu juga anak-anaknya yang kini tinggal di sebelah kontrakannya.

Tempat tinggalnya hanya kamar kecil tanpa kamar man­di. Makanya, Sumiyati mesti mandi di WC umum setiap hari. Harga sewa kontrakannya hanya Rp 250.000 per bulan. "Sekarang saya pusing harus pindah ke mana. Kamarnya sudah saya rapikan, barang-barang sudah dimasukkan ke koper, tapi saya bingung pindah ke mana," tuturnya.

Sumiyati begitu menggan­tungkan hidupnya dari kios yang telah ia kelola selama 20 tahun. Dia biasa mendapat penghasilan Rp 400.000 hingga Rp 500.000 setiap hari dari kios yang ia kelola. "Setelah rencana penert­iban ramai diberitakan, apalagi setelah Surat Peringatan Pertama dikeluarkan, penghasilan saya turun drastis. Penghasilan saya sekarang paling tinggi 100 ribu per hari," curhatnya.

Penurunan pendapatan itu, lanjut Sumiyati, terjadi karena pemilik kafe dan para PSK yang biasa menjadi langganannya telah meninggalkan Kalijodo. Mereka mulai pergi sebelum SP1 dikeluarkan. "Dari kios ini, saya bisa menyekolahkan tiga anak. Sekarang kalau mau digusur, tidak tahu bagaimana nasib kami," tuturnya.

Sukinem, warga RT 05 RW 05 memiliki pandangan yang agak berbeda. Ia bersedia direlokasi ke rusun, asalkan mereka ditem­patkan di satu blok dalam rusun yang sama. "Kalau semua setuju masuk rusun bareng-bareng, saya mau. Satu blok gitu dari sini semua," usulnya.

Sukinem menyatakan, sampai saat ini dia belum mau pindah ke rusun lantaran banyak warga Kalijodo belum mau pindah. Warga masih sepakat bertahan bersama. Selain itu, rusun yang ditawarkan jadi tempat reloka­si, yakni Rusun Marunda dan Pulogebang, lokasinya juga jauh. "Saya kalau dipindah ke Rusun Daan Mogot mau, tapi katanya be­lum selesai dibangun," lanjutnya.

Sukinem juga merasa tidak diterima di lingkungan baru nanti. "Warga Marunda di TV bi­langnya tak mau menerima kita. Kayak orang Kalijodo bukan manusia saja," ujar perempuan asal Yogyakarta ini.

Sukinem sekarang bingung mau tinggal di mana. Meski mengontrak di Kalijodo sejak umur 17 tahun, ia telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI. Saat ini, dia tak ada pilihan lain selain mencari kontrakan yang dekat. Di Kalijodo, dia me­nempati kontrakan seharga Rp 200.000. Anak dan menantunya juga demikian.

"Saya nyari di perumahan belakang sini, tapi tak ada yang mau terima. Bilangnya penuh, padahal masih ada yang ko­song. Tak mau kalau orang dari Kalijodo. Kalau ada kontrakan lain, mahal, rata-rata 500 ribu per bulan. Uangnya kurang, makanya saya masih cari-cari ini," ujar Sukinem.

Diman, warga RT 05 RW 05 Kalijodo lainnya, mengatakan hal yang hampir serupa. Ia setuju kalau direlokasi ke rusun, asalkan satu bangunan bersama warga Kalijodo lainnya. "Saya di mana saja, asalkan satu blok sama orang dari sini," imbuhnya.

Diman juga punya permint­aan lain. Ia tetap berharap, ada kompensasi kalau tempat ting­galnya dibongkar. "Kami tak mau melawan aparat, tidak nge­lawan Ahok. Tapi, kami harus mempertahankan hak. Saya harap ada ganti rugi yang sesuai harga bangunan," urai Diman.

Diman menambahkan, dirinya punya tiga rumah yang selu­ruhnya tak bersurat. Dia cuma punya bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan tiap tahun. Diman memakai satu rumah untuk tinggal, sedangkan dua rumah lainnya ia kontrakkan.

"Dari kontrakan, setiap bulan saya dapat pemasukan sekitar Rp 700.000. Kalau saya pindah ke rusun, pemasukan saya hilang. Wajar dong saya minta ganti rugi," ucap pria yang tinggal di Kalijodo sejak lahir ini.

Ketua RW 05 Kelurahan Pejagalan, Y Kunarso Suro Hadi Wijoyo menyatakan, tokoh masyarakat maupun pengurus Rukun Tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW) di lokalisasi, sepakat mem­inta Pemprov DKI Jakarta untuk menyediakan Rumah Susun Hak Milik (Rusunami). Mereka berse­dia untuk pindah asal direlokasi ke rusunami tersebut, bukan Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa).

Alasannya, kawasan Kalijodo merupakan wilayah yang sudah ditempati selama puluhan tahun, meski memang menduduki ta­nah milik negara, dan harusnya merupakan ruang terbuka hijau (RTH). Kawasan prostitusi kelas bawah tersebut telah ada sejak tahun 1960-an.

"Warga sudah banyak yang mendapatkan nafkahnya dari wilayah ini, dengan cara ber­jualan. Itu yang harus pemerin­tah pikirkan. Kalau PSK mung­kin bisa pindah, tapi buat warga yang tinggal di sini puluhan tahun, masa iya mereka tidak mendapat kompensasi apapun," ujar Kunarso di depan Kantor Pos RW 05 Kelurahan Pejagalan.

Menurutnya, saat ini kawasan Kalijodo sudah jauh lebih tertib dibandingkan puluhan tahun la­lu. Saat itu Kalijodo bukan hanya daerah prostutusi, perjudian juga masih marak di sana. "Kalau kita fair-fairan, tak ada perjudian. Memang ada yang minum mi­numan beralkohol, tapi tak ada yang berbuat kriminal di sini. Sedangkan pelacuran itu dampak kondisi ekonomi yang memaksa para perempuan dari daerah un­tuk datang bekerja seperti ini," tambah Kunarso.

Latar Belakang
Polisi Temukan 436 Anak Panah Beracun

Gelar Operasi Pekat Di Kalijodo

Aparat gabungan dari Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya diterjunkan dalam Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) di kawasan Kalijodo, Jakarta.

Salah satu kafe yang menjadi sasaran adalah Intan Cafe milik pentolan Kalijodo, Abdul Aziz alias Daeng Aziz. Polisi anti huru hara dikerahkan ke kafe ini. Mereka menjaga ketat kafe itu.

Pantauan di lokasi, lima wanitasempat diamankan di sana. Mereka didata dan dites urine. Polwan yang mendata menduga, mereka adalah pekerja seks komersial (PSK) serta mucikari. Bukan hanya itu, polisi juga menemukan satu gudang berisi penuh minuman bir yang masih terisi.

Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan menyelidiki siapa yang memasok minuman terse­but. Sebenarnya kami sudah mendapatkan informasi, tapi tak bisa saya jelaskan dulu siapa. Jika memang itu ilegal dan tanpa izin, kami akan proses secara hukum,” tandasnya.

Sedangkan pemilik senjata tajam, terancam terkena Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Pasal 2. Aparat juga menyita 33 senjata tajam dari berbagai jenis, 2 palu, 8 linggis, 3 tang, 9 obeng, 1 senapan angin, 166 dus kondom, dan ratusan anak panah dalam operasi tersebut.

"Ada sekitar 10 ribu bir yang kami temukan di sini (Kafe Intan), dan 436 anak panah yang kami duga beracun," ujar Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin di lokasi.

Operasi Pekat yang digelar pa­da Sabtu (20/2) sejak pukul 04.00 WIB itu, menyasar 66 kafe di Kalijodo, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Selain menyita ratusan kondom, polisi juga menyita gunting, palu, linggis, pisau pemotong kue, dan foto-foto perempuan yang didapat dari kafe-kafe tersebut.

Tak hanya itu, dalam Operasi Pekat ini, aparat juga menangkap 17 orang, di mana 9 orang di antaranya adalah pemilik kafe, dua orang memiliki senjata tajam (sajam), tiga orang sebagai PSK, dan tiga pemuda yang diketahui sedang berpesta narkoba.

Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Eko Daniyanto mengatakan, pihaknya menga­mankan tiga orang yang keda­patan sedang mengonsumsi narkoba saat operasi pekat se­dang dilakukan. Ketiga pemuda tersebut yakni Lani, Rizal, dan Sandi, mereka merupakan warga sekitar Kalijodo yang kepergok berpesta narkoba saat operasi pekat dilakukan ribuan pasukan gabungan TNI dan Polri.

"Mereka dibawa ke Polres Metro Jakarta Utara untuk men­jalani proses pemeriksaan lebih lanjut, namun dari hasil tes urine yang sudah kita lakukan, mereka positif menggunakan narkotika jenis sabu," kata Eko.

Selain menemukan sejumlah ba­rang bukti paket sabu ukuran kecil, ia mengungkapkan, anggotanya juga menemukan alat hisap dan se­jumlah senjata tajam yang dimiliki dua pemuda untuk berjaga-jaga bila terjadi keributan.

"Kawasan prostitusi dan bar seperti ini selain rawan tindak kriminal, dapat dengan mudah ditemukan penyalahgunaan narkotika. Oleh sebab itu, kami akan melakukan operasi pekat ini secara rutin," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, pihaknya akan terus melakukan operasi semacam ini. Tujuannya untuk menjaga agar situasi di Kalijodo selalu kondusif. Dengan Operasi Cipta Kondisi di Kalijodo, pihaknya berharap tidak ada hambatan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk menerapkan kebijakannya.

"Cipta Kondisi terus dilaku­kan, supaya pada saatnya nanti, kebijakan Bapak Gubernur da­pat berjalan lancar. Artinya apa, kami berharap nanti ketika penataan oleh pemda berjalan, tidak ada lagi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah, itu harus dicip­takan, di-create dari awal. Kalau tidak, berarti tidak ada perenca­naan," urainya.

Menurut Krishna, saat ini, pemilik 50 kafe di Kalijodo su­dah mulai keluar. Tak hanya itu, para pengontrak di Kalijodo juga mulai meninggalkan kawasan itu. "Yang warga sebagian sudah mendatangi kecamatan untuk nanti mendapat kompensasi perumah­an, sebagaimana yang telah diatur Pemprov DKI," tandasnya.

Sebelum melakukan operasi tersebut, aparat gabungan dari Polda Metro Jaya, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja melaksana­kan apel dalam rangka operasi menangani penyakit masyarakat di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Data dari Polda Metro Jaya menyebutkan, aparat keamanan gabungan yang diterjunkan terdiri dari sekitar 3.400 personel kepolisian, 600 TNI, dan 2.000 satuan polisi pamong praja (Satpol PP). ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Aksi Massa Desak Polisi Tetapkan Said Didu Tersangka

Kamis, 03 Oktober 2024 | 20:43

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jelang Lengser, Jokowi Minta Anak Buah Kendalikan Deflasi Lima Bulan Beruntun

Senin, 07 Oktober 2024 | 10:00

Kekerasan Terhadap Etnis Uighur Ubah Hubungan Diplomatik di Asteng dan Astim

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:57

Zulhas Janji akan Kaji Penyebab Anjloknya Harga Komoditas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:49

2 Wanita ODGJ Hamil, Kepala Panti Sosial Dituding Teledor

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:46

Hubungan Megawati-Prabowo Baik-baik Saja, Pertemuan Masih Konsolidasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:36

Pasar Asia Menguat di Senin Pagi, Nikkei Dibuka Naik 2 Persen

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:30

Riza Patria Minta Relawan Pakai Medsos Sosialisasikan Program

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:29

Penampilan 3 Cawagub Dahsyat dalam Debat Pilkada Jakarta

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:26

Aramco Naikkan Harga Minyak Mentah Arab Light untuk Pembeli di Asia

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:17

PDIP Ingatkan Rakyat Tak Pilih Pemimpin Jalan Pintas

Senin, 07 Oktober 2024 | 09:16

Selengkapnya