Berita

mahfud-buya syafii

Perlemah KPK, Buya Syafii dan Mahfud Tak Akan Mau Jadi Dewan Pengawas

RABU, 17 FEBRUARI 2016 | 03:53 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Dewan Pengawas yang diatur dalam revisi UU KPK harus ditolak. Karena baik paradigma maupun fungsinya sama sekali bukan dalam rangka penguatan KPK, tetapi memperlemah dan bahkan dapat membunuh lembaga antirasuah tersebut.

Sebab, fungsi Dewan Pengawas KPK nantinya adalah mengawasi tugas Pimpinan KPK; mengevaluasi kinerja pimpinan KPK setiap tahunnya; dan penyadapan dan penyitaan yang dilakukan KPK harus seizin lembaga Dewas tersebut.

"Kewenangan yang sedemikian besar dan ekstensif jelas akan membelenggu Pimpinan KPK dalam pembuatan keputusan strategis, dan implikasinya akan membuat kinerja terkait penindakan mengalami gangguan birokratisasi, dan terbuka peluang yang lebih besar bagi politisasi," ungkap akademisi AS Hikam (Selasa, 16/2).


Menurutnya, keberadaan Dewas KPK tersebut harus tetap ditolak meski Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo (BS), dengan mengatakan bahwa Dewas akan diisi figur-figur yang dikenal publik memiliki integritas yang baik serta tidak lagi memiliki ambisi menjabat jabatan publik.

"Hemat saya, ini adalah alasan yang terlalu sumir, seperti janji kampanye pileg yang tidak dijamin akan ditepati oleh DPR. Lebih jauh lagi, alasan seperti itu malah menunjukkan ekonomisme dalam penalaran politisi tersebut," ungkap mantan Menristek ini.

Sebab bagaimana mungkin sebuah persoalan sistemik hanya akan diselesaikan dengan jawaban yang bersifat subyektif seperti itu.

"Penolakan terhadap Dewas muncul karena fungsi dari lembaga tersebut yang akan menjadi penghalang bagi KPK. Siapapun yang ada di Dewas tidak akan bisa membuat KPK akan kian kuat jika diberi kewenangan yang luar biasa tersebut. Pendek kata, alasan yang dilontarkan oleh BS adalah sontoloyo," tegasnya.

Argumen Bambang Soesatyo justru kian membuktikan bahwa usulan DPR tentang revisi UU KPK ternyata tidak terdapat koherensi pemikiran di dalamnya. Itu menjelaskan mengapa sejauh ini belum ada naskah akademik dari Senayan yang bisa menopang rancangan revisi secara kokoh dan masuk akal.

"Terang saja para politisi dan parpol yang mendukung revisi tersebut tak mampu membuktikan bahwa apa yang mereka sebut penguatan itu adalah benar-benar upaya yang membuat KPK lebih berdaya dalam bekerja memberantas korupsi. Wacana 'penguatan KPK' versi politisi dan parpol, ternyata, tak memiliki substansi yang bisa diandalkan dan justru malah membuka peluang bagi tawar-menawar politik," tekannya.

Bisa jadi, siapapun yang akan menjadi anggota Dewas KPK akan diajak tawar menawar politik oleh parpol dan politisi mereka untuk "menjaga" agar lembaga antirasuah bisa dikontrol dari dalam.

"Dan kalau BS mengatakan akan mengangkat tokoh-tokoh sebesar Prof. Buya Syafii Maarif (BSM) dan Prof. Mahfud MD (MMD), saya kira beliau-beliau yang akan menolak. Sebab mereka tidak akan mau diajak pat gulipat oleh para politisi tersebut!" tandasnya.

Dalam dalam diskusi "Menuju Upaya Penguatan KPK" di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Selasa (16/2), Bambang menyampaikan bahwa Dewan Pengawas KPK yang akan dibentuk nanti diisi oleh nama-nama yang dikenal publik memiliki integritas yang baik serta tidak lagi memiliki ambisi menjabat jabatan publik.

"Coba kalau dewan pengawasnya seperti Pak Mahfud MD, atau Buya Syafii Maarif. Mereka yang mempunyai integritas tinggi, bisa menjadi dewan pengawas," katanya.

Karena itu dia menegaskan bahwa pihaknya akan memperkuat KPK sebagai lembaga yang menangani tindak pidana korupsi. Dia menolak anggapan bahwa revisi UU KPK akan memperlemah lembaga anti rasuah. "Kami ini akan memperkuat KPK, ini untuk kebaikan KPK dan masyarakat luas dalam pemberantasan korupsi," tandasnya. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya