Kepolisian kembali membongkar kasus suap dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. AH diciduk karena meminta uang ratusan juta kepada eksportir.
Dalam aksinya, tersangka menawarkan jasa untuk mengurus izin di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok secara cepat. Aksinya terbongkar setelah Polres Pelabuhan mendapat laporan dari E, seorang pengusaha.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan, Ajun Komisaris Victor Daniel Henry Inkiriwang mengungkapkan, Asep menjalankan aksinya sejak 2008. Tersangka mengincar eksportir dengan bertukar informasi dari mulut ke mulut. "Sampai dapat nomor handphone, lalu diajak ketemu," katanya.
Tersangka meminta uang Rp 190 juta kepada Euntuk mengurus izin. "Tersangka menyampaikan bisa mengurus pembatalan doÂkumen ekspor dan menyiapkan SPKBE (Surat Perintah Keluar Barang Ekspor) dalam waktu cukup singkat yakni 10 hingga 14 hari kerja," kata Victor.
Korban akhirnya menyangguÂpi. Uang Rp 190 juta diserahkan dalam tiga tahap. Tahap pertama Rp 80 juta pada 9 November 2015. Berikutnya Rp 20 juta pada 6 Desember 2015. Terakhir uang Rp 90 juta diserahkan pada 31 Desember 2015.
Kepada korban, tersangka meÂnyebutkan uang Rp 80 juta untuk biaya koordinasi dengan pihak Bea dan Cukai. Kemudian Rp 20 juta untuk menggerakkan pihak Bea dan Cukai untuk membuka segel merah.
"Uang 90 juta untuk tanda tanÂgan dan stempel dari kepala Bea dan Cukai di dokumen SPKBE," ungkap Victor.
Meski sudah mengeluarÂkan uang, muatan kontainer milik Etak kunjung keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok. "Kontainer pengusaha tersebut masih dalam proses segel petuÂgas Bea dan Cukai Tanjung Priok dan tidak dibatalkan ekspornya," kata Victor.
Eakhirnya mengadukan AH ke polisi. AH kemudian ditangÂkap salah satu restoran di Kelapa Gaging, Jakarta Utara.
Dari tangan tersangka, polisi menyita barang bukti uang Rp 18 juta, dokumen SPKBE palsu, dua lembar kuitansi asli bukti penyerahan uang dari korban ke tersangka, dan sebuah telepon genggam.
Kepada polisi, tersangka mengaku, mengetahui alur penguÂrusan dokumen ekspor-impor di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok karena pernah menjadi karyawan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).
Tersangka juga mengaku melakukan aksinya seorang diri. Menurut Victor, polisi masih mengembangkan kasus ini. "Apakah ada pihak yang membantu tersangka atau turut serta masih kami dalami," katanya.
Sejauh ini, polisi menjerat AH dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan junto Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dengan anÂcaman hukuman pidana penjara 4 tahun.
Sebelumnya, polisi membongkar praktik mafia
dwelling time yang melibatkan pejabat Kementerian Perdagangan. Enam pun ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap izin impor barang.
Mereka yakni Partogi Pangaribuan (bekas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan), Imam Aryanta (Kasubdit Fasilitas Ekspor dan Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag), dan Mustafah (pegawai honorer Kemendag).
Dari kalangan pengusaha yakÂni Direktur Utama PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA) Tjindra Johan, Direktur PT GSA Eryatie Kwandy alias Lucy, dan Direktur PT Rekondisi Abadi Jaya Hendra Sudjana alias Mingkeng.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komaris9 Besar Mujiyono mengakutelah menyelesaikan penyidikan terhadap para tersangka. Kini keenam tersangka sudah proses penuntutan .
Namun penyidikan kasus
dwelling time ini belum tutup bukti. Masih ada beberapa pihak yang tengah dibidik. "Kami masih menindaklanjuti perkara tersebut. Kita tunggu saja hasilÂnya nanti," katanya.
Kilas Balik
Kapolda: Ada Oknum Minta Uang Agar Izin Cepat KeluarKapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian menyaÂtakan, banyak calo yang bermain dalam kasus
dwelling time, yang menyebabkan banyak kontainer menunggu di pelabuhan selama berhari-hari.
"Di Malaysia dua hari, Singapura cuma satu hari, kita rata-rata lima setengah hari. Nah ini kan berdampak pada ekonomi Indonesia," sebutnya.
Tito mengatakan, ada permasalahan sistem di Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam sistem perizinan, dikenal dengan nama
pre-clearence yang meliputi kegiatan perizinan. Kedua kegiatan clearence yang ada di Bea Cukai. Yang ketiga adalah post-clearence untuk mengeluarkan barang yang sudah clear.
"Nah, ada keterlambatan di tiga bagian ini. Perizinan yang lambat dan tidak sesuai proseÂdur," ujar Tito menambahkan.
Selain itu, pengusaha juga harus datang ke kantor-kantor Kementerian untuk mengurus perizinan. "Pengusaha harus lari ke sana-kemari," katanya.
Tito mengatakan, polisi mendapat informasi ada oknum-oknum yang memanfaatkan tahapan-tahapan prosedur yang harus dilalui itu untuk meminta uang. "Ada (oknum) yang meÂminta uang supaya izinnya lebih cepat keluar, dan itu melibatkan calo," katanya.
Berawal dari temuan itu, Polda Metro Jaya mengendus unsurpidana berupa gratifikasi, penyuapan serta pemerasan terhadap pengusaha. Saat ini, polisi sedang memetakan untuk penyelidikan lebih lanjut.
"Kasus ini banyak melibatkan Kementerian Perdagangan, tapi kita akan mengecek kementerian yang lain, yang pasti sekarang kiÂta sedang kerjakan Kementerian Perdagangan khususnya di bagian Dirjen Perdagangan Luar Negeri," kata Tito.
Tim gabungan Polda Metro Jaya lalu menggeledah kantor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Kementerian Perdagangan. Dalam penggeledahan itu, polisi menemukan sejumlah uang yang diduga terkait pengurusan izin impor.
Enam orang pun ditetapkansebagai tersangka kasus suappengurusan izin impor di Kemendag. Salah satunya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan. Sedangkan tiga lainnya dari kalangan pengusaha. ***