Pagelaran kompetisi Piala Presiden dianggap menjadi pelepas dahaga dari pecinta sepak bola di Tanah Air setelah sekitar setahun mengalami mati suri. Tak heran, kompetisi yang diikuti 16 klub dari seluruh Indonesia ini diganjar dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Primare House Cooper (PWC).
"Sebab memang dari awal, kita menggelar Piala Presiden ini niatnya baik, tidak berpolitik. Kita ya menyelenggarakan saja," kata Ketua Organizing Commitee Piala Presiden, Erick Tohir.
Atas prestasi yang didapat itu pun, Erick Tohir dengan didampingi Ketua Stering Commite Maruarar Sirait dan auditor PWC, Lok Budianto langsung menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada 5 Januari lalu. Sebenarnya, apa rahasia sukses dari panitia menyelenggarakan even terseÂbut? Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Ketua OC Piala Presiden Erick Tohir :
Pelaksanaan kompetisi Piala Presiden kemarin dapat puÂjian dari banyak pihak. Anda puas?Penilaian sukses itu dari banÂyak orang, bukan dari kami. Jadi kalau memang mereka menganggap ini sukses, berarti ini sebagai sesuatu yang positif. Tentu saja, kita senang dengan penialain tersebut. Sebab meÂmang dari awal, kita menggelar Piala Presiden ini niatnya baik, tidak berpolitik. Kita ya menyeÂlenggarakan saja.
Kita lihat sepak bola kita seÂlama ini seperti yang telah kita tahu. Paling tidak, Piala Presiden ini menjadi solusi atas sepak bola nasional kita. Tentu saja, Piala Presiden ini bukan solusi menyelururuh, tapi paling tidak ada pertandingan.
Cuma itu?Hal lain, kalau di Amerika misalnya, pemenang liga itu, baik basket, sepak bola dan lain-lain, itu pasti diterima Presiden. Nah ini baik sebab bisa memberi semangat untuk juara. Dan Alhamdulillah, kita juga. Juara kemarin diterima baik Pak Presiden di Istana. Kami sangat senang.
Boleh tahu, apa kunci sukses even besar tersebut?Saya rasa karena kita mengelola dengan sangat profesional. Kita juga berhubungan dengan banyak pihak. Kita berhubunÂgan dengan PSSI, pemerintah, BOPI, TNI dan polisi. Dan
Alhamdulillah, klub-klub juga senang.
Dalam menyelenggarakan even ini, siapa saja yang paling berjasa ikut mensukseskan? Banyak. Selain saya, ada Pak Maruarar Sirait, Pak Hasani, Pak Cahyadi. Tentu juga kita mengucapkan terimakasih keÂpada sponsor karena kalau tidak ada sponsor, tidak akan jalan komeptisi ini.
Saya rasa, kinerja tim panitia sangat bagus. Tentu pasti ada kekurangan, maka kita sangat terÂbuka pada kritik. Kritik itu menÂjadi masukan yang baik. Jangan dikritik sedikit marah, he he.
Ada hambatan yang beÂrarti selama pertandingan berjalan?Tidak ada. Yang terberat adalah saat Final di Jakarta dan melibatÂkan PERSIB. Memang luar biasa ketika Walikota Bandung dan Gubernur DKI Jakarta bisa duduk bareng. Ini luar biasa. Sampai polisi juga turun, demikian juga TNI. Kita sangat berterimakasih pada TNI dan polisi.
Panitia dapat untung besar dong?Ada saldo sebesar Rp 1,5 miliar. Namun dana itu kita biarkan saja di dalam
account Piala Presiden. Kita gunakan kalau ada pertandingan lagi. Kita tunggu saja, apakah nanti ada pertandingan lagi. Namun yang jelas, siapapun yang menÂjalankan pertandingan, ada daÂnaya di situ.
Dalam sebuah kompetisi olahraga, misalnya sepak bola, komentar negatif tentu tidak bisa dihindari. Tanggapan Anda?Kesuksesan sebuah turnaÂmen itu adalah bila dijalankan secara profesional, dan tidak ada
conflict of interest. Karena kan kadang-kadang, saya tidak menampik di dunia olahraga ini banyak sekali orang berÂpikiran negatif. Apalagi kalau soal pertandingan. Salah sedikit misalnya, yang disalahkan waÂsit. Sementara wasit kita tahu sendiri seorang manusia biasa dan kadang-kadang kan berbuat kesalahan.
Kita tahu, dunia sepak bola kita sedang mengalami masalah. Payung organisasinya (PSSI) dibekukan oleh pemerintah. Bagaimana menurut Anda?Saya rasa mesti ada pembicaraan pemerintah dengan PSSI. Mesti dicariin jalan yang terÂbaik. Karena masing-masing punya pemikiran yang sama, tapi mungkin mencarai solusinya berbeda.
Ke depan agar sepak bola Indonesia berjalan baik, apa saran Anda?Struktural sepak bola juga mesti diperbaiki, namun bukan berarti yang sekarang negatif. Dalam arti, bagaimana kompetisi teratas berjalan, bagaimana komÂpetisi menengah berjalan, dan bagaimana kompetisi menengah serta amatir itu berjalan.
Lalu sekolahnya bagaimana, kepelatihan bagaimana. Bagaimana juga dengan pemain. Kita lihat Jepang, mereka sukses karena fokus melatih dan memÂpersiapkan generasi muda, buÂkan kepada liganya saja. ***