Lelaki kelahiran Ambon 66 tahun silam ini meÂmang sudah tak bernaung di Komisi PemberanÂtasan Korupsi (KPK) lagi. Namun, perhatiannya terhadap nasib lembaga anti-rasuah itu masih besar, utamanya terhadap nasib para pimpinan dan penyidik KPK yang menjadi korban krimiÂnalisasi.
Terkait perkara penganiayaan yang dibelitkan kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Abdullah menuntut Kepolisian dan Kejaksaan agar menindakÂlanjuti rekomendasi Ombudsman, yang menemukan adanya praktik rekayasa dan maladÂministrasi yang dilakukan oleh oknum Kepolisian dalam penyÂidikan kasus Novel.
Tak hanya soal Novel, Abdullah juga memberi pesan khusus kepada bekas pimpinan KPK, Johan Budi Sapto Pribowo yang kini didapuk sebagai Juru Bicara Kepresidenan agar turut menjaga marwah KPKsaat bertugas di Istana. Berikut wawancara Rakyat Merdeka bersama Abdullah;
Memangnya, seberapa kuat rekomendasi Ombudsman di mata penegak hukum?Kalau Ombudsman sudah mengeluarkan rekomendasi, maka rekomendasi itu harus dijalankan. Saat ini posisi perkara itu ada di mana, maka harus diÂhentikan. Jika itu di Kepolisian, itu harus SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara). Kalau di Kejaksaan berarti harus dikemÂbalikan.
Persoalannya adalah apakÂah Kepolisian dan Kejaksaan mau menerima rekomendasi Ombudsman atau tidak, itu yang jadi persoalan.
Sebelumnya rekomendasi serupa juga pernah diterbitkan Ombudsman dalam kasus Bambang Widjojanto (BW), tapi tak juga dijalankan.Apakah Anda masih optimistis rekomendasi Ombudsman dalam kasus Novel dijalankan?Kalau Ombudsman sudah menyatakan ada maladminisÂtrasi, maka bukan saja perkara itu harus dihentikan, tapi orang yang diduga melakukan maladÂministrasi juga harus ditindak, harus diproses juga oleh instansi terkait. Apakah dari Kepolisian maupun Kejaksaan.
Jadi kalau misalnya rekoÂmendasi Ombudsman dalam kasus Pak BW tak dijalankan begitu juga dalam kasus Novel, maka bisa saja masyarakat akan menduga bahwa ini bukan persoalan hukum, tapi persoÂalan politik.
Artinya sengaja mengkriminalisasi KPK. Jadi masyarakat tambah percaya bahwa ini kriminalisasi, bukan persoÂalan hukum yang betul-betul terjadi terhadap Pak BW atau Novel.
Apa ada solusi lain untuk Novel?Sebenarnya tidak usah rekoÂmendasi dan lain-lain, kalau sudah ada Ombudsman, dan Ombudsman punya kompetensi terkait persoalan itu, maka kaÂlau polisi dan jaksa teruskan saja ke pengadilan, kan meÂmalukan sendiri suatu saat bagi Kejaksaan, karena jelas nanti pengadilan menolaknya atau menyatakan tidak bersalah. Kemudian Kejaksaan sendiri yang terkena dampaknya.
Maksudnya?Ya artinya kalau betul itu reÂkomendasi Ombudsman, masa pengadilan nanti menjatuhkan hukuman kepada Novel atau keÂpada BW, atau siapa saja dalam kasus seperti itu.
Apa yang seharusnya diÂlakukan oleh penegak huÂkum?Kalau masih di tangan polisi ya harus SP3. Kalau sudah sampai di Kejaksaan ya SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan).
Kalau kedua penegak huÂkum ini memilih menggantung kasus tersebut, apa ada konÂsekuensinya?Berarti ini kan tidak melakÂsanakan ketentuan. Itu melangÂgar HAM kan.
Kenapa melanggar HAM?Kan prinsip penegakan huÂkum itu kan, pertama adanÂya kepastian hukum. Kedua, tegaknya keadilan, ketiga manÂfaat bagi masyarakat. Berarti prinsip penegakan hukum tidak tercipta, kemudian tidak terjadi keadilan yaitu melanggar HAM seseorang yang digantung, seperti itu.
Kalau masih tetap diganÂtung, apa perlu Presiden turun tangan?Sebenarnya sudah terlambat kalau Presiden turun tangan, kaÂlau mau kan sejak awal. Presiden akan dituduh mengintervensi proses penegakan hukum.
Oleh karena itu terserah pada Presiden, dia punya kewenangan sebagai kepala pemerintahÂan, terhadap Kapolri, terhadap Kejaksaan Agung.
Tetapi tidak mencampuri substansi penegakan hukum. Sebagai atasan Kapolri dan Kejaksaan Agung bisa saja Presiden memberikan nasihat dalam harmonisasi penegakan hukum. Kalau kemudian subtansinya tidak kuat, bisa saja perkara itu di SP3 atau SKP2.
Atau itu nanti pencitraan pemerintah, khususnya dalam penegakan hukum bisa terulang lagi seperti masa yang lalu, atau perkara Pak BW dan Novel diÂgantung lagi, seperti itu.
Beralih ke persoalan lain. Bekas pimpinan KPK Johan Budi resmi jadi Juru Bicara Kepresidenan, komentar Anda?Oh jadi Jubir di Istana?... He-he-he... Bukankah (awalnya) Jokowi tidak mau menggunakan sistem Jubir.
Bukannya itu bagus?Kalau Pak Johan ditarik ke Istana, artinya Pak Jokowi melakukan langkah politik yang sangat strategis, bagaimana mendekatkan hubungan KPKdengan dia. Sehingga hubungan dengan penegak hukum lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan menjadi kondusif. Tapi saya tidak tahu Pak Jokowi mau pakai Pak Johan untuk apa...
Anda mendukung tidak Pak Johan masuk Istana?Ya dari sisi kapasitas Pak Johan juga ada kapasitas untuk menjadi Jubir, dia kan sekitar deÂlapan tahun jadi Jubir KPK. Ya tidak mustahil dia akan menjadi Jubir yang baik di Istana.
Apa pesan Anda untuk Johan yang saat ini bertugas di lingkungan yang bergelimang kepentingan?Nah, maka karena itu Pak Johan harus betul-betul meÂnentukan sikap di situ. Apakah Pak Johan nanti sekadar menÂjadi corong pemerintah, yang mau menyelamatkan wajah pemerintah atau Pak Johan betul-betul melaksanakan tugas secara profesional sebagai manÂtan pejabat KPK. Terserah pada Pak Johan untuk menilai atau memutuskan.
Terakhir soal penegakan hukum sepanjang 2015, apa catatan penting Anda?Kalau soal penegakan hukum di Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden harus memperbaiki citra mereka yang tahun kemarin dianggap sangat kurang elok lah, yaitu soal kriminalisasi KPK, baik soal BW atau AS atau soal Novel, terus kemudian soal Kapolri dan Wakapolri.
Untuk ke depan, apa hal yang paling serius untuk diperhatikan Presiden?Sekarang ini yang menjadi serius adalah pada tahun 2016 ini ketika masa jabatan Kapolri selesai, apakah di situ Jokowi bisa kembali menunjukkan identitas dia sebagai seorang negarawan, bahwa apakah BG menjadi calon Kapolri lagi, atau langsung menjadi Plt Kapolri, atau tidak.
Itu akan teruji lagi kemudian nanti. Kalau menurut saya, jika Jokowi ingin maju lagi di tahun 2019 nanti, ya jangan diulangi kesalahan tahun kemarin.
Tapi kan jenjang BG seÂlaku Wakapolri naik jabatan menjadi Kapolri bukankah wajar?Meskipun beliau Wakapolri, tidak otomatis menjadi Plt Kapolri, apalagi sampai menÂjadi calon Kapolri.
Perwira-perwira lain di Kepolisian kan masih banyak yang bersih dan bisa membantu hubungan baik antar sesama penegak hukum. ***