Meski tak terpilih kembali menjadi pimpinan KPK, akademisi asal Yogyakarta ini tetap bersemangat melindungi KPK dari upaya-upaya pelemahan. Terkait rencana untuk merevisi Undang-Undang (UU) KPK yang dinilai banyak kalangan bakal melemahkan KPK, Busyro kembali menegaskan komitmennya akan selalu tampil di depan melawan itu. Berikut bincang-bincang Rakyat Merdeka bersama Busyro:
Rencana merevisi UU KPK hanya ditangguhkan saja oleh DPR dan pemerintah. Pada 2016 ini bisa jadi wacana itu akan kembali digeber. Apa tanggapan Anda?
Saya bersama aktivis antiÂkorupsi lainnya akan tampil di depan untuk menentang rencana itu. Kami akan selalu melakukan sikap kritis terhadap upaya-upaÂya itu. Saya melihat di satu sisi DPR itu pernyatannya selalu biÂlang (melalui revisi) mau memÂperkuat KPK dan pemberantasan korupsi tapi sisi lain cuma ada kemunafikan politik.
Apakah Anda melihat ada 'perselingkuan' politik antara legislatif dan eksekutif dalam rencana revisi itu?
Apakah Anda melihat ada 'perselingkuan' politik antara legislatif dan eksekutif dalam rencana revisi itu? Proses (revisi) itu kan (dikerÂjakan oleh) pemerintah bersama DPR. Okelah kalau DPR itukan wajah politik kita pahami, tapi kalau pemerintah bersikap teÂgas Presiden Jokowi menstop (rencana revisi) itu pasti tidak akan berlanjut. Saat ini apakah ada yang percaya bahwa rencana revisi itu untuk memperkuat KPK? Saya khawatir nanti beÂgitu masuk ke DPR malah 'liar'. Saya yakin kekuatan bisnis yang busuk itu tidak mustahil akan menyebar duit.
Memangnya selama ini Anda belum melihat keteÂgasan Presiden Jokowi dalam membantu pemberantasan korupsi dan seperti apa jika dibandingkan dengan pemerÂintahan SBY?Pak SBY itu dalam banyak hal tegas. Misalnya, saat penyerbuan kantor KPK pada 5 oktober 2012 itu SBY tegas. (catatan: saat itu Polri dan KPK sedang bersiteÂgang pasca KPK menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai terÂsangka dalam kasus pengadaan alat simulator SIM. Kala itu kanÂtor KPK dikepung anggota Polri yang hendak manangkap penyÂidik KPK Novel Baswedan yang ditersangkakan polisi dalam kasus penganiayaan) Kemudian SBY juga tegas dalam memuÂtuskan kasus Novel Baswedan. Dan untuk wacana revisi UU KPK SBY juga tegas menyetoÂpnya. Sebaliknya sekarang kasus Novel justru dilanjutkan di era Jokowi. Tak hanya kasus Novel, kasus AS (Abraham Samad), BW (Bambang Widjojanto) pun demikian. Padahal motif kasus mereka semuanya jelas bermotif politik. Mengapa Presiden tidak tegas kalau demikian maka Presiden akan dinilai tidak konÂsisten memberantas korupsi.
Jika kondisi ini terus berlanÂjut apa yang akan terjadi? Ya rezim sekarang ini nanti akan semakin mengalami kriÂsis legitimasi. Rakyat ini kan sudah puluhan tahun dikibulin, dimiskinkan oleh mesin korupsi, dimiskinkan oleh proses politik, sampai kapan pemerintah akan memperhitungkan jika nanti suatu saat akan terjadi kemaraÂhan rakyat. 5 oktober itu kan rakyat berbondong-bondong datang ke KPK untuk mem-
back up novel, kemudian dalam kasus cicak-buaya itu kan juga dahÂsyat. Apa itu tidak dilihat. Kalau rakyat sudah marah itu tidak ada yang bisa membendung.
Lantas menurut Anda apa yang langkah yang mesti diÂambil Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus Novel, AS dan BW? Presiden kan punya kewenanÂgan. Dia kan panglima tertinggi, dia kan bisa melihat latar belaÂkang kasus ini, penyelesainnya bisa dengan jalan seperti yang diambil Pak SBY dulu. Kalau dulu kan Pak SBY menyeleÂsaikan kasus Bibit-Chandra melalui deponering, sekarang untuk menyelesaikan kasus Novel, BW dan AS ya minimal deponering.
Lantaran upaya pelemahan KPK ini juga Anda dikabarkan menjadi tegang dengan bekas ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Betul itu?Saya tidak melihat mantan-mantan itu karena dalam satu organisasi sudah tidak terikat lagi. Tetapi sebagai mantan ketua KPK harusnya kita punya komitmen untuk memperkuat KPK. Ketika KPK hari demi hari terus diupayakan untuk dimutiÂlasi dengan 'kekerasan' politik seharusnya mantan-mantan itu harusnya memperkuat. Siapapun mantan pimpinan itu.
Pada tahun 2016 ini apa yang mesti menjadi perhatian utama bagi KPK?Korupsi di Indonesia ini seÂmakin mempertegas wajahnya yang masif, yang sistemik dan struktural lintas lini, lintas sekÂtoral bahkan masyarakat sudah semakin mengalami dampak dari korupsi. Dampak korupsi itu sudah sampai pada jebolÂnya pertahanan moral di level masyarakat. Atas dasar itu perlu ada evaluasi menyeluruh terhÂadap upaya pemberantasan koÂrupsi. Persoalan itu jangan hanya dibebankan pada KPK saja, tapi juga kepada eksekutif, legisltaif dan masyarakat sipil. KPK-nya sendiri harus terus konsisten memperkuat kewenangan yang ada. Bahwa KPK itu fungsi utamanya itu pemberantasan bukan pencegahan. Pencegahan itu hanya bagian dari kebijakan yang bisa dilaksanakan KPK bersama kementerian atau lemÂbaga negara lainnya.
Khusus kepada pimpinan KPK yang baru apa pesan Anda? Pertama, pimpinan KPK itu harus lebih hati-hati lagi. Kedua, mereka harus semakin mengganÂdeng kekuatan masyarakat sipil. Mengapa demikian? Karena ini kekuatan yang murni yang tidak memiliki kepentingan politik. Ketiga, perkuat budaya transparanasi dan egaliter di KPK. Keempat, untuk 2019 pilpres yang akan datang, KPK perlu fokus ke sana, sehingga model-model kebijakan anggara baik di pusat maupun daerah harus diperketat dan diawasi, jangan sampai ada penyusunan kebijakan anggaran yang orienÂtasinya untuk 2019.
Melihat tantangan ke depan yang semakin sulit, apakah Anda optimistis dengan pimpiÂnan KPK baru?Kita lihat saja arah kepemimpiÂnan mereka dalam tiga bulan perÂtama ini kan akan jelas. ***