Di tengah "euforia" isu pelanggaran etika Ketua DPR RI, Setya Novanto, terkait pembicaraannya dengan Freeport Indonesia, perhatian publik lepas dari peran Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Sofyan Djalil.
Beberapa waktu lalu, Sofyan ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk menyusun daftar kewajiban Freeport dalam memenuhi standarisasi izin tambang di Indonesia. Belum diketahui apa saja isi daftar itu. Namun, laporan akhir dari Sofjan itu rencananya akan disampaikan pada bulan ini.
Kebijakan Jokowi itu dikiritik pengamat pertambangan yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara.
Mantan anggota DPD RI ini menyatakan, Presiden Jokowi tidak boleh mereduksi tanggung jawab menangani Freeport kepada Sofjan. Apalagi, pembuatan daftar semacam itu hanyalah persoalan kecil dibandingkan kewajiban-kewajiban utama yang harus dipenuhi Freeport sebelum ada negosiasi terkait nasib kontrak karya.
"Jokowi sendiri harus bisa menjalankan (negosiasi) apa saja yang harus dipenuhi oleh Freeport. Ketua tim negosiasi itu seharusnya Jokowi," tegas Marwan saat dihubungi redaksi, Jumat (4/12).
Marwan mengingatkan ada empat syarat yang belum dipenuhi dan wajib segera dipenuhi Freeport Indonesia. Yaitu, peningkatan royalti, divestasi 51 persen sahamnya lewat Menteri Keuangan atau BUMN, membayar kompensasi kerusakan lingkungan sebesar US$ 5 miliar, dan pembangunan smelter di tanah Papua.
"Soal kompensasi itu sudah diminta Rizal Ramli waktu masih Menko Perekonomian 14 tahun lalu. Rizal juga yang memaksa peningkatan royalti. Kalau pemerintah memang inginkan itu, ya Presiden Jokowi sendiri harus bicara. Jangan Rizal saja yang
ngomong," ungkap Marwan.
Penyusunan daftar kewajiban Freeport oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, disebut Marwan tidak terlalu penting jika dibandingkan kewajiban negara membentuk tim negosiasi yang diketuai presiden. Tim negosiasi harus diperkuat kinerja kementerian terkait, misalnya Kementerian Keuangan dan Kementerian Kehutanan-Lingkungan Hidup.
"Sofyan Djalil itu punya banyak pakar di kementeriannya, tinggal tugaskan saja. Tapi anda buat syarat apapun, sebagus apapun, kalau tidak bisa memaksa Freeport, buat apa?" tegas Marwan.
[ald]