Berita

Hukum

MK Putuskan Paslon Tunggal Ditentukan Pilihan Setuju atau Tidak Setuju

SELASA, 29 SEPTEMBER 2015 | 16:19 WIB | LAPORAN:

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pilkada 2015. Permohonan yang dikabulkan itu meliputi Pasal 49 ayat (8) dan (9), Pasal 50 ayat (8) dan (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4), (5), dan (6).

Permohonan yang digugat oleh Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru itu mempermasalahkan syarat minimal dua pasangan calon, sementara sejumlah daerah masih terdapat satu pasangan calon saja alias tunggal.

Effendi dan Yayan dalam permohonannya meminta MK agar mengabulkan solusinya. Pemohon meminta agar paslon tunggal melawan kotak kosong dilandasi oleh kepastian hukum.


Namun majelis hakim Konstitusi tidak sependapat dengan pandangan Pemohon yang meminta Mahkamah untuk memaknai bahwa frasa "setidaknya dua pasangan calon" atau "paling sedikit dua pasangan calon" yang terdapat dalam seluruh pasal yang dimohonkan.

"Pengujian dapat diterima dalam bentuk atau pengertian, pasangan calon tunggal dengan pasangan calon kotak kosong yang ditampilkan pada Kertas Suara," ujar anggota majelis hakim Konstitusi, Suhartoyo dalam pembacaan amar putusan di Ruang Sidang Utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/9)

Majelis hakim mempertimbangkan demikian, sebab Pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon harus ditempatkan sebagai upaya terakhir. Hal itu semata-mata demi memenuhi hak konstitusional warga negara, setelah sebelumnya dengan syarat paling sedikit dua paslon.

Majelis hakim juga berpendapat, Pilkada yang hanya diikuti oleh paslon tunggal, manifestasi kontestasinya lebih tepat apabila dipadankan dengan plebisit yang meminta rakyat sebagai pemilih untuk menentukan pilihannya dengan mekanisme 'setuju' atau 'tidak setuju' dengan paslon tunggal tersebut.

"Jadi bukan dengan pasangan calon kotak kosong sebagaimana dikonstruksikan oleh Pemohon. Tapi nanti rakyat disodorkan pilihan setuju atau tidak setuju terhadap satu pasang calon itu," jelas Suhartoyo.

Apabila ternyata suara rakyat lebih banyak memilih 'setuju', maka paslon dimaksud ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Sebaliknya, apabila ternyata suara rakyat lebih banyak memilih 'tidak setuju', maka pemilihan ditunda sampai Pilkada serentak berikutnya.

Menurut Suhartoyo, penundaan demikian tidaklah bertentangan dengan konstitusi, sebab pada dasarnya rakyatlah yang telah memutuskan penundaan itu melalui pemberian suara 'tidak setuju' tersebut.

"Ini lebih demokratis dibandingkan dengan menyatakan 'menang secara aklamasi' tanpa meminta pendapat rakyat jika pasangan calon tidak memiliki pesaing," tambah Suhartoyo.

Penekanan terhadap sifat 'demokratis' ini menjadi substansial karena merupakan perintah konstitusi, dalam hal ini Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

"Dengan mekanisme (setuju dan tidak setuju) itu, amanat konstitusi yang menuntut pemenuhan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih, serta amanat agar pilkada dilaksanakan secara demokratis dapat diwujudkan," tegas Suhartoyo.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya