Kementerian ESDM mengancam akan memutus kontrak perusahaan tambang baru bara yang tidak mau menandatangani amandemen kontrak. Pengusaha diberi batas waktu hingga Oktober 2015.
Saat ini ada sekitar 73 perusaÂhaan dengan status pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKÂP2B). Rinciannya, 10 perusaÂhaan sudah mengamandemen kontraknya. Lalu sekitar 51 perusahaan sudah sepakat akan memenuhi amandemen kontrak. Sisanya, 12 persahaan belum mau melakukan renegosiasi dengan pemerintah.
Jika perusahaan PKP2B ingin menambang lagi di Indonesia, mereka harus menyelesaikan amandemen kontraknya hingga Oktober 2015. Lewat dari batas waktu itu, Kementerian EnÂergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan memperpanÂjang izin operasinya.
Direktur Pembinaan dan PenÂgusahaan Batubara Kementerian ESDM Adhi Wibowo mengataÂkan, renegosiasi kontrak dengan perusahaan pertambangan untuk memberikan kepastian investasi.
"Kami hormati kontrak PKÂP2B hingga habis masa berÂlakunya. Tapi kami tidak beri perpanjangan usaha setelah habis kontraknya," katanya.
Proses renegosiasi dengan perusahaan tambang batubara PKP2B dinilai sangat lamban. Menurutnya, sebagian besar perusahaan batubara masih merasa terbebani dengan adanya skema Pajak Pertambahan Nilai dan kewajiban divestasi saham hingga 51 persen.
Dia menegaskan, jika tidak ada titik temu dalam menyÂusun amandemen, KementeÂrian ESDM akan mengacu pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam aturannya, PKP2B mesti menyepakati enam poin reÂnegosiasi, yaitu peningkatan nilai tambah batubara, pengurangan luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kenaikan royalti, diÂvestasi, serta penggunaan barang dan jasa dalam negeri.
Sementara, Dirjen MinerÂal dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pihaknya menarÂgetkan proses
Clear and Clear (CnC) perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tuntas tahun ini.
Menurut dia, saat ini sudah ada IUP non-CnC yang dicabut izinnya oleh gubernur. Selain itu, tim tim teknis yang meÂnangani masalah CnC IUP juga sudah dibentuk.
Tim teknis lintas instansi pemerintah, yakni KementeÂrian Perdagangan, Kehutanan, ESDM, dan Komisi PemberanÂtasan Korupsi (KPK), dibentuk dalam rangka penataan pertamÂbangan mineral dan batubara.
"Kita rapat awal September, akan dibahas mekanisme dan kriteria-kriterianya. Arahnya tahun ini harus selesai. Nanti keputusan akan ditetapkan berÂsama KPK," kata dia
Menurut dia, pemegang IUP yang sudah dicabut gubernur, otomatis lahannya mengikuÂti peraturan yang ada, yakni dikembalikan ke negara.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi PerÂtambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala menÂgatakan, pengusaha hanya bisa mengajukan permohonan ke peÂmerintah. Dia juga memahami, pemerintah harus menyelesaikan amendemen kontrak karena harus melaksanakan amanah Undang-Undang Minerba.
"Iming-iming perpanjangan izin usaha bagi PKP2B tidak sepenuhnya manjur untuk meÂnyelesaikan amendemen konÂtrak," katanya.
Menurut dia, keberlangsungan usaha tergantung dari cadangan batubara di wilayah PKP2B. Bagi perusahaan pemegang PKP2B yang cadangan batubaÂranya tinggal sedikit tentu saja perpanjangan izin usaha tidak menarik bagi mereka.
Karena itu, dia berharap ada titik temu dalam masalah ini. "Dua-duanya harus diuntungÂkan," tukasnya.
Berdasarkan data Publish
What You Pay Indonesia, sekitar 59,7 persen penerimaan negara bukan pajak (PNBP) masih menÂgandalkan sektor pertambangan dan minyak dan gas. Pada 2014 kontribusi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan dari sektor pertambangan mencapai 10,57 persen.
Selain itu, pada 2014 PNBP sektor mineral dan batubara hanya sebesar Rp 34,2 triliun di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yaitu sebesar Rp 39 triliun.
KPK mencatat ada sekitar Rp 28,5 triliun potensi PNBP di sektor mineral dan batubara yang hilang dan tidak menjadi penerimaan negara karena tata kelola yang buruk.
Data Kementerian ESDM pada 2014 mencatat potensi kerugian negara sebesar US$ 1,2 miliar-US$ 1,5 miliar per tahun yang disebabkan ekspor ilegal batubara. Ada sekitar 30 juta-40 juta ton batubara yang keluar dari Indonesia melalui perdagangan ilegal. ***