KEDATANGAN Darmin Nasution ke Istana beberapa waktu lalu sontak mengagetkan banyak pihak. Spekulasi segera berkembang dan berhembuslah kabar bahwa Darmin Nasution akan didampuk menjadi Menteri Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil yang sejak menjadi menteri rupiah terus nyungsep.
Jika kabar ini benar, ini adalah perjudian terbesar Presiden Jokowi. Sebagaimana diketahui, saat ini perekonomian Indonesia dibayang-bayangi krisis besar. Berbagai indikator ekonomi menunjukkan tren negatif. Bahkan sejak Presiden Jokowi naik tahta, rupiah terus melorot.
Sebenarnya sudah tepat jika Jokowi ingin merombak Tim Ekonomi. Tetapi Presiden harus mempertimbangkan masak-masak siapa figur yang akan ditunjuk. Salah menunjuk orang maka petaka bagi bangsa. Ini dibuktikkan Kesalahan Jokowi menunjuk Sofyan Djalil, menjadikan ekonomi semakin terpuruk. Dunia usaha tidak bergairah. Pertumbuhan ekonomi tidak mampu terangkat dan ujung-ujungnya gagal menyejahterakan rakyat.
Jika Jokowi ingin menunjuk Darmin Nasution, sebaiknya Jokowi melihat dulu rekam jejaknya. Memang, Darmin Nasution sudah malangi-melintang di jabatan publik, tepatnya jabatan yang berurusan dengan keuangan. Darmin Nasution pernah menjadi Dirjen Pajak, Komisioner LPS dan Gubernur Bank Indonesia.
Seabrek jabatan pernah diemban oleh Darmin Nasution. Namun, apakah ada prestasi hebat yang ditorehkan. Prestasi yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Jawabannya tidak ada. Kinerjanya biasa-biasa saja. Bahkan bisa dikatakan mengecewakan dan tersandung kasus hukum.
Nama Darmin Nasution pernah disebut dalam kasus mafia pajak yang menyeret nama Gayus Tambuhan. Bahkan Gayus dengan lantang dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta supaya mantan Dirjen Pajak Darmin Nasution juga diseret menjadi terdakwa seperti dirinya. Memang hingga sekarang, Darmin Nasution secara hukum bersih dari pusaran kasus mafia pajak. Namun, setidaknya sebagai atasan Gayus Tambunan, Darmin Nasution gagal membersihkan Dirjen Pajak dari mafia.
Darmin Nasution juga disebut-sebut dalam kasus Century, setidaknya pernah dipanggil KPK sebagai saksi. Dimana saat itu Darmin Nasution menjabat sebagai anggota Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dan sekaligus Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sayang, skandal Century membeku di KPK dan sampai sekarang tidak jelas penyelesainnya.
Dan yang paling disayangkan adalah ketika Darmin Nasution menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dalam kurun waktu 2010 sampai 2013. Dimana saat itu ekonomi sedang di level terbaiknya. Dana asing berduyung-duyung masuk karena ekonomi AS dan Eropa masih lesu. Sayang, momentum tersebut tidak bisa dimaksimalkan. China dan India mampu memanfaatkan momentum tersebut dan berhasil mematok pertumbuhan hingga 9 persen.
Sebagai Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution gagal memanfaatkan momentum. Padahal di belahan dunia manapun racikan kebijakan dari gubernur bank sentral merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Darmin Nasution bersikap seolah biasa saja. Buktinya, perbankan masih takut menyalurkan kredit kepada dunia usaha dan masih mematok bunga selangit. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga biasa saja hanya di kisaran 5 sampai 6 persen.
Dari sekilas rekam jejak di atas dapat digambarkan bahwa sosok Darmin Nasution tidak layak menjadi panglima Tim Ekonomi. Alih-alih mau mengangkat ekonomi bangsa, yang ada justru dikhawatirkan akan memperburuk pertumbuhan ekonomi. Di saat booming saja gagal memanfaatkan momentum, apalagi akan menghadapi bayang-bayang krisis, dikhawatirkan Darmin Nasution menjerumuskan ekonomi bangsa ke dalam kubangan penderitaan. Semoga tidak terjadi.
[***]Penulis adalah Sekjen HUMANIKA