Plang berwarna putih itu dipasang di pagar rumah berdinding motif batu bata di Jalan Selat Makassar, Kavling TNI-AL Blok C9, Duren Sawit, Jakarta. "Tanah dan bangunan ini telah disita dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Anas Urbaningrum," tulisan di plang itu.
Dari plang itu juga bisa diketahui KPK menyita aset yang berhubungan dengan bekas ketua umum Partai Demokrat itu terhiÂtung sejak 28 Februari 2014.
Meski rumah ini kecil, namun memiliki pos satpam. Posisinya di sebelah kanan luar pagar. Pos ini memiliki jendela kaca yang menghadap ke samping dan ke depan. Jendelanya dilapisi kaca film model cermin dua arah. Orang dari luar tak bisa melihat isi pos. Tapi dari dalam bisa terlihat situasi di sekitar rumah yang dijaga.
Kaca jendela di samping tampak pecah. Dari sela-sela kaca yang pecah itu bisa terlihat bahwa pos ini kosong. Pintu masuk pos yang berada di samping dalam kondisi terkunci.
Pagar rumah di samping pos tertutup rapat. Pagarnya model teralis. namun celah-celahnya ditutupi lembaran fiber warna putih pekat, sehingga orang tidak bisa mengintip ke dalam. Tak ada untuk mengintip dari pagar ini.
Rumah ini sebelumnya milik Nurkasanah. Tanah berikut bangunan seharga Rp 690 juta ini kemudian dibeli Anas melalui Nurachmad Rusdam pada 28 Juni 2011. Kepemilikannya di atas namakan Attabik Ali, merÂtua Anas.
Masih di kompleks ini, ruÂmah Anas lainnya yang terleÂtak di Jalan Teluk Semangka Blok C9 Nomor 1 juga disita telah disita KPK sejak tahun lalu. Rumah seluas 639 meter persegi ini sebelumnya milik Reny Sari Kurniasih. Dibeli lewat Nurachmad Rusdam pada 16 November 2010 seÂharga Rp 3,5 miliar. Kemudian kepemilikannya di atas namaÂkan Anas sendiri.
Sama seperti rumah ada di Selat Makassar, bangunan ini juga tampak sepi. Gerbang utaÂmanya dalam kondisi terkunci. Pos jaga yang berada di samping gerbang utama, juga kosong.
Rakyat Merdeka kemudian mencoba berputar ke bagian kiri markas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), ormas yang didirikan Anas dan pendukungÂnya. Tembok setinggi 2 meter mengelilingi sisi ini.
Di sisi rumah yang menghadap Jalan Langsa terdapat satu pintu masuk. Pintu terletak di sebelah kanan halaman, yang dijadikan tempat parkir. Pintu kayu berorÂnamen itu hanya cukup dilewati satu orang.
Ketika didorong, pintu ini ternyata tak terkunci. Melangkah ke dalam, terlihat suasana rumah ini gelap. Semua lampu dimaÂtikan. Kolam yang terletak di kanan dan kiri jembatan menuju pendopo, hanya berisi air dan daun-daun yang rontok
Pendopo itu terletak di sebelah kanan kolam. Desainnya ala joÂglo. Pendopo ini juga gelap. Di dinding bagian dalam pendopo terlihat bendera ada dan logo PPI, yang terdiri dari gabungan warna merah, putih, dan hitam.
Di sebelah kiri dalam terdapat sebuah pintu yang menjadi akses masuk ke bangunan utama. Pintu ini terkunci. Kemudian pada bagian kanan dalam halaman parkir seluas 81 meter persegi yang disulap menjadi tempat berkumpul.
Tenda semi permanen meÂlindungi tempat parkir ini dari terik panas dan hujan. Di sisi kiri parkiran, terdapat sebuah spanÂduk besar berukuran 2x13 meter. Di spanduk itu, terpampang lambang PPI dengan tulisan: Bergerak..! Serentak..! Gerakan Kebangkitan Indonesia.
Khodir, warga di situ mengungkapkan, sejak disita KPK tahun lalu, rumah ini tidak ditempati. Keluarga Anas juga tidak perÂnah menginjakkan kakinya di rumah ini.
"Yang saya lihat sih, tidak ada keluarga yang datang. Soalnya saya nggak pernah lihat lagi, ada mobil yang keluar-masuk gerÂbang. Kalau mobil yang parkir di samping itu biasanya milik tetangga," katanya.
Sebelumnya, keluarga Anas menyatakan siap hengkang dari rumah ini KPK menyitanya. "Kalau mau disita ya silakan," ujar Yulianto Wahyudi yang mewakili keluarga Anas.
Menurut Khodir, anggota PPI juga sudah jarang datang ke tempat ini. Ia melihat anggota ormas ini datang terakhir kali pada Januari 2015.
"Mereka berkumpul dalam rangka peringatan setahun diÂtahannya Anas. Itu sepanduknya masih terpasang," terang Khodir, sambil menunjuk ke salah satu sepanduk.
Spanduk tersebut terletak tak jauh, dari gerbang utama markas PPI. Warnanya merah putih. Pada sisi kiri spanduk tersebut, terpampang sketsa wajah Anas Urmaningrum dengan posisi menghadap agak menyamping.
"Jangan menyerah untuk menÂcari keadilan," tulisan dukungan di spanduk itu. Di tulisan ini dicantumkan tanggal 1 Januari 2014 -1 Januari 2015.
Di seberang gambar sketsa wajah Anas dicantumkan angka "1" selebar spanduk, yang dilanjutkan tulisan "Tahun Penzaliman".
Menurut Khodir, sejak rumah ini disita belum pernah terlihat petugas KPK maupun pengadiÂlan yang mengecek kondisinya. "Yang saya tahu, rumah itu hamÂpir selalu kosong," tandasnya.
Belum lama, Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkara kasasi Anas. MAmemvonis Anas bersalah dalam kasus yang menjeratnya dan dihukum 14 tahun penjara. Tak hanya itu, hak politik Anas dicabut, diwajibkan membayar denda Rp 5 miliar, dan uang pengganti kerugian negara Rp 57,59 miliar plus 5,261 juta dolar Amerika.
Dengan keluarnya putusan kasasi MAini, kasus Anas mendekati babak akhir. Anas tinggal memiliki satu upaya hukum yang bisa ditempuhnya, yakni peninÂjauan kembali (PK).
Sesuai ketentuan hukum yang berlaku, PK tak menghalangi ekÂsekusi putusan kasasi. Akankah aset-aset Anas akan disita perÂmanen untuk mengganti uang kerugian sebesar Rp 57,59 miliar plus 5,261 juta dolar AS?
Yudi Kristiana, jaksa penuntut umum dalam kasus Anas belum memutuskannya. Ia beralasan masih menunggu salinan putusan kasasi dari MA.
"Hal-hal yang terkait aset itu sesuatu yang rumit dan pelik, bahkan sensitive, Jadi kita harus menunggu putusan resminya," katanya.
MA Anggap Putusan Pengadilan Pertama dan Banding KeliruSejumlah pejabat dan politisi yang terbukti melakukan korupsi dicabut hak politiknya. Begitu puÂla dengan Anas Urbaningrum. Apa alasan Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman ini?
"Dapat dilihat apa pertimbanÂgan hukumnya, yang bersangÂkutan melakukan perbuatan ini karena berlatar belakang politik," kata Suhadi, juru bicara MAmenÂjelaskan majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman ini.
Menurut Suhadi, majelis haÂkim berhak mencabut hak-hak seseorang dalam putusannya, termasuk hak politik. Majelis haÂkim kasasi menilai pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut, keliru.
Sebaliknya, MA justru berÂpendapat, publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakÂta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin.
"Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah diceÂgah. Caranya dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya," kata Suhadi.
Suhadi menambahkan, pihaknya tidak mempermasalahkan rencana bekas ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkaranya.
"Terpidana berhak mengajuÂkan PK terhadap putusan hakim berkuatan hukum tetap maupun kasasi," tandasnya.
Untuk diketahui, MA memÂperberat hukuman terhadap Anas setelah menolak kasasi yang diajukannya. Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun.
Selain itu, Anas juga diwajibÂkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Anas juga diwajibkan membayar uang pengÂganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.
MA mengabulkan pula permoÂhonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. Majelis yang memutus perkara ini yakni hakim agung Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
Tidak Terima Putusan Kasasi, Kuasa Hukum Siapkan Bukti BaruAnas Urbaningrum akan mengajukan peninjauan kembali atas kasus yang didakwakan kepadanya. Upaya hukum luar biasa ini akan ditempuh setelah Mahkamah Agung (MA) memÂperberat hukumannya menjadi 14 tahun penjara.
"Yang jelas vonis ini gila. Sungguh sangat berat sekali. Jelas majelis hakim tingkat kasasi lebih mengedepankan semangat menghukum denÂgan meninggalkan semangat untuk mencari keadilan," kata Handika Honggowongso, angÂgota tim penasihat hukum Anas.
Namun dia belum belum biÂsa memastikan, kapan memori PK diajukan. "Waktunya beÂlum diputuskan, tapi yang pasti putusan hakim yang tidak adil harus dilawan dengan segenap ikhtiar yang dimungkinkan oleh hukum," terangnya.
Handika menyatakan, pihaknya telah menyiapkan segala bukti baru (novum) serta dalil-dalil yang kuat. Dia menÂjamin, pihaknya akan menunÂjukan adanya kekeliruan hakim dalam vonis di tingkat kasasi pada sidang PK nanti.
"Pasti akan ada upaya hukum untuk melawan putusan yang gila itu, kami sudah siapkan segala bukti baru dan dalil yang sahih untuk PK," tegasnya.
Dia menambahkan, Anas dalam kondisi sehat di Rutan KPK. Namun sangat kecewa dengan putusan kasasi yang diputuskan hari beberapa hari lalu itu. "Nampak jelas kegetiÂran dan kemarahan yang menÂdalam, namun masih berusah tetap tegar," tandasnya.
Handika mengungkapkan keluarga Anas juga syok denÂgan penambahan hukuman ini. "Putusan kasasi malah lebih tidak adil, makin bikin susah tapi keluarga akan tetap tabah dan terus mendukung Mas Anas untuk melakukan upaya hukum supaya mendapat keaÂdilan," tuturnya.
Dalam putusan yang dilansir dari MA disebutkan, majelis kasasi secara bulat menyataÂkan bahwa Anas telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Kasasi Anas sudah diputus, berubah putusannya menjadi 14 tahun. Alasannya terbukti tindak pidana korupsi dan terbukti pencucian uang," kata juru bicara MA Suhadi.
Selain pidana badan yang diperberat, majelis juga menÂjatuhkan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan bulan kurungan dalam perkara Anas serta membayar uang pengÂganti mencapai Rp 57 miliar.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI telah mengÂkorting hukuman Anas dari pidana 8 tahun penjara menjadi 7 tahun. Di tingkat pertama, Pengadilan Tipikor Jakarta mempidana Anas 8 tahun penjara lantaran dinyatakan terÂbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang dari proyek Hambalang. ***