Berita

propam polri

Hukum

Propam Polri Investigasi Kekerasan Terpidana Kasus JIS ke Cipinang

JUMAT, 05 JUNI 2015 | 00:50 WIB | LAPORAN:

. Tim Propam Polda Metro Jaya dan Propam Mabes Polri menyambangi LP Cipinang guna menginvestigasi, mengumpulkan data, sekaligus bertemu sejumlah terpidana kasus tuduhan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS), Kamis (4/6).

Itu dilakukan guna mengungkap dugaan penyiksaan terhadap terpidana pekerja kebersihan PT ISS saat proses penyidikan polisi. Investigasi itu dipimpin Propam Polda Metro Jaya di bawah komando Kompol Aji Sucipta dan Propam Mabes Polri yang dipimpin AKBP B. Halim.

Investigasi ini juga dilakukan pasca ada laporan keluarga terpidana kasus JIS ke Kompolnas, Februari 2015 lalu. Mereka mulai masuk ke Rutan Cipinang sejak pukul 10.00 WIB dan baru keluar dari sana lima jam setelahnya.


Tidak ada pernyataan yang dilontarkan mereka usai melakukan pemeriksaan terhadap petugas kebersihan PT ISS tersebut.

Sejumlah tenaga kebersihan PT ISS diduga mengalami kekerasan oleh oknum polisi karena dipaksa mengaku sebagai pelaku sodomi terhadap MAK, mantan murid TK JIS. Mereka adalah Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Syahrial, Zainal Abidin, Azwar, dan Afrisca Setyani. Kecuali Afrisca, semua tersangka disidik tanpa didampingi pengacara.

Bahkan Azwar meninggal dunia, diduga tidak kuat menerima siksaan. Polisi menyatakan Azwar bunuh diri dengan meminum cairan pembersih di toilet. Tetapi terdapat kejanggalan pada jenazah Azwar saat dikembalikan ke keluarganya. Tubuh Azwar terlihat bengkak, matanya lebam dan bibirnya pecah.

Bukti-bukti foto dan tulisan tangan para terpidana serta keterangan keluarga mereka menjadi pertanda kuat bagi polisi untuk melakukan investigasi laporan dugaan kekerasan saat proses penyelidikan polisi.

Saut Irianto Rajagukguk, pengacara Agun Iskandar dan Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin mengatakan pihaknya mendukung proses investigasi oleh Propam Polda Metro Jaya.

Dia berharap investigasi ini bisa membeberkan kejanggalan demi kejanggalan kasus JIS dan perlahan-perlahan bisa jadi bukti kliennya tak bersalah melakukan sodomi terhadap MAK.

"Mereka adalah korban dari penindasan aparat penegak hukum untuk dijadikan sebagai pelaku atas tuduhan tuduhan orang tua MAK tanpa pernah mengungkap motif dibalik tuduhan tersebut," jelas Saut kepada media usai mendampingi kliennya menerima tim Propam Polda Metro Jaya dan Propam Mabes Polri.

Saut tegaskan, otopsi terhadap jenazah Azwar perlu dilakukan guna membongkar dugaan penyiksaan. Selama ini, polisi selalu menolak untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Azwar.

"Dengan otopsi, fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi di balik kematiannya akan bisa terungkap dengan jelas," demikian Saut.

Sejumlah pihak juga menduga ada tindak kekerasan dalam proses penyidikan kasus ini. Komisioner Kompolnas, Andrianus Meliala mengatakan perlunya investigasi untuk mengungkap kasus ini secara terang benderang. "Kita minta investigasi semuanya termasuk untuk makam almarhum Azwar, harus digali untuk mencari bukti penyiksaan tersebut," kata Adrianus, kepada sejumlah media.

Anggota PP Muhammadiyah sekaligus Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, juga menegaskan, untuk almarhum
Azwar, jika melihat dari fisik sebelum dimakamkan, maka kecil kemungkinan korban bunuh diri. Sebab ada bekas kekerasan di tubuh Azwar yang tidak masuk akal jika yang bersangkutan melakukan bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai.

"Secara kasat mata, dari fisik sesuai foto yang saya terima maka kondisi almarhum Azwar bukanlah kondisi seseorang bunuh diri. Pengalaman saya 15 tahun bergulat di dunia penelitian kriminal, terpaksa harus saya simpulkan Azwar bukanlah bunuh diri," jelas Mustofa.

Investigasi dan otopsi penting dilakukan, karena sejak awal, kasus tuduhan sodomi terhadap MAK memang terkesan sangat dipaksakan. Investigasi bisa mengungkap, apakah kasus ini murni kekerasan seksual, ataukan ada motif uang di baliknya. Sebab, pelapor kasus ini, yakni TPW (ibu MAK), juga menggugat JIS secara perdata senilai US$ 125 juta atau senilai Rp 1,6 triliun, dari gugatan awal hanya US$ 12,5 juta. [rus]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya