. Nota keberatan alias eksepsi mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin dalam dugaan korupsi jual beli gas alam untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Bangkalan dan Gresik, Jawa Timur ditolak.
"Menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim M. Muhlis saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, Senin (25/5).
Hakim menilai, surat dakwan yang disusun jaksa telah memenuhi syarat formil dan materiil. Karenanya, eksepsi Fuad Amin dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
"Oleh karena itu harus ditolak," ujar Muhlis.
Pihak Fuad Amin dalam eksepsinya mempermasalahkan kewenangan Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam mengadili perkara ini. Sebab, yang dianggap berwenang untuk mengadili perkara Fuad Amin adalah Pengadilan Tipikor Surabaya, Jawa Timur lantaran sebagian besar saksi berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surabaya.
Terkait poin alasan dalam eksepsi itu, majelis hakim menyatakan mengacu pada ketentuan pasal 84 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP, jika suatu tindak pidana terjadi di berbagai wilayah hukum pengadilan negeri maka setiap pengadilan negeri berwenang untuk mengadili perkara tersebut dengan melakukan penggabungan berkas pidana.
Di sini, terdapat tindak pidana yang didakwakan jaksa kepada Fuad Amin terjadi di wilayah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Mengacu pada KUHAP, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara terdakwa Fuad Amin," beber Muhlis.
Selain mengenai kewenangan pengadilan, poin lain yang menjadi keberatan pihak Fuad Amin adalah mengenai kewenangan penyidik dan penuntut umum KPK untuk melakukan penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pada poin ini majelis hakim juga tidak setuju. Menurut majelis, penyidik dan penuntut umum KPK dapat melakukan penyidikan dan penuntutan TPPU sebagaimana tercantum dalam pasal 75, pasal 95 Undang-Undang TPPU.
"Menimbang, dapat disimpulkan penyidik dan penuntut umum KPK dapat melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," ujar Muhlis.
Karena itu, majelis hakim meminta jaksa untuk melanjutkan persidangan ke tahap berikutnya dengan agenda pembuktian dari jaksa.
Diketahui, Fuad Amin didakwa menerima uang sebanyak Rp 18,050 miliar. Uang diberikan PT Media Karya Sentosa (MKS) sebagai balas jasa kepada Fuad Amin terkait pengurusan perizinan pembelian dan penyaluran gas alam di Gili Timur.
Selain itu, Fuad Amin didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang pada periode 2010-2014 dengan total harta lebih dari Rp 230 miliar.
Pada dakwaan ketiga, jaksa juga mendakwa Fuad melakukan pidana pencucian uang pada tahun 2003-2010 dengan total duit dan aset mencapai Rp 54,9 miliar.
[sam]