"Assalamualaikum." Salam itu diucapkan Hasan Basri berulang kali di depan rumah bernomor 9 di Blok B5 Perumahan Taman Mahkota, Rawa Bokor, Benda, Kota Tangerang. Datang jauh-jauh dari Jatinegara, Jakarta Timur, pria berusia 79 tahun mendapati pagar rumah yang dijadikan kantor Jaya Mandiri Bersama Indonesia (JMBI) ini terkunci.
Ia juga mengetuk-ketuk pagar dengan kunci motor berharap ada reaksi dari penghuni tempat ini. Namun salam dan ketukan itu tak berbalas. Lelah memanggil selama 30 menit tanpa dijawab, Hasan yang menÂgenakan peci putih ini istirahat duduk di bawah pohon. Matanya tetap mengamati kantor JMBI. Berharap bisa melihat secuil aktivitas di kantor yang akan memberangkatkannya umroh.
Hasan heran dengan kondisi kantor JMBI yang sepi. Terakhir ke sini dua bulan lalu, suasananÂya ramai. "Sekarang spanduknya saja tidak ada," ujarnya.
Maret lalu, dia ke sini untuk mengambil pembuatan paspor guna ke Arab Saudi. "Katanya sudah jadi, tapi sedang dibawa untuk membuat visa," tutur Hasan yang datang ke sini mengenÂdarai kendaraan roda dua.
Hasan tertarik umroh dengan biÂaya murah yang ditawarkan JMBI. Hasan dan istrinya pun mendaftar pada April 2014. Masing-masing hanya dikenakan biaya Rp 12 juta. Usai melunasi pembayaran, Hasan dijanjikan akan diberangÂkatkan pada Februari 2016.
Hasan sudah mengikuti latihan manasik umroh dan tes kesehaÂtan yang difasilitasi JMBI. Tak hanya itu, dia juga sudah mendaÂpat koper dorong untuk menaruh barang bawaan, pakaian ihram dan buku panduan manasik dari perusahaan yang akan memÂberangkatkannya.
Kabar mengenai jamaah umÂroh yang "disandera" di Jeddah, Arab Saudi karena JMBI belum melunasi biaya akomodasi, mengusiknya. Ia pun mencoÂba mengontak nomor telepon orang-orang JMBI. Namun tak satu pun yang terhubung.
Kemarin, dia memutuskan mendatangi kantor perusahaan ini di Rawa Bokor. Namun dia hanya mendapati tempat ini seperti tak ditinggali lagi. Pagar kantor setinggi 2 meter, digembok.
Mengintip ke dalam, teras kanÂtor ini berantakan. Spanduk taÂwaran haji dan umroh tergeletak di sisi kanan halaman. Sandal-sandal bertebaran. Sebuah bangku taman persis di depan pintu masuk terliÂhat diselimuti debu. Di sampingÂnya ada sangkar burung kosong.
Lama celingukan di depan kantor JMBI, Hasan memutusÂkan mencari informasi kepada warga di perumahan ini. Ia berÂtanya kepada satpam perumahan ini di mana rumah pengurus RT dan RW. Satpam lalu menunjukÂkan Naswardi, Ketua RW 09 yang sedang membersihkan selokan.
Dari Naswardi, Hasan mendapat kabar bahwa Nurjannah, pemilik JMBI sudah tak tinggal lagi di situ. Termasuk lima karyawannya. "Kontraknya habis tanggal 17 (Mei 2015), habis itu pindah nggak tahu di mana," ujar Naswardi.
Naswardi menuturkan Nurjannah mengontrak rumah ini sejak dua tahun lalu. Rumah berlantai dua ini lalu dijadikan kantor JMBI. Sejak merekrut calon jamaah haji dan umroh, Nurjannah bisa membeli dua ruÂmah di kompleks ini. Harganya ditaksir sampai miliaran.
Kepada Hasan, Naswardi juga menginformasikan bahwa rumah di samping kiri kantor JMBI adaÂlah kediamanan anak Nurjannah. "Anaknya masih tinggal di sana," bisik Naswardi. Hasan pun menghampiri rumah ini. Namun tak ada yang menyahut salam maupun panggilannya.
Tak berhasil menemui anak Nurjannah, Hasan meluncur ke dua rumah yang disebutkan milik komisaris JMBI Itu. Ia mendapati kondisi yang sama. Rumah-rumah itu terkunci dan tak ada penghuninya.
Patah arang tak bisa menemui orang JMBI, Hasan pasrah jika gagal umroh. Ia berharap uang Rp 24 juta yang sudah disetor untuk biaya umroh dirinya berÂsama istri, dikembalikan.
Sebanyak 49 jamaah umroh yang diberangkatkan JMBI ke Arab Saudi, belum bisa kembali. Paspor mereka ditahan di hotel di Jeddah. Penyanderaan†ini dilakukan karena JMBI belum melunasi biaya akomodasi.
Adalah Anzar Rasyid yang mengabarkan "penyanderaan" ini ke Tanah Air. Ia menuturkan berangkat umrohâ€"menggunaÂkan jasa JMBIâ€"pada pada 4 Mei lalu. Sesuai jadwal, pada 15 Mei sudah tiba di Tanah Air.
Mendapat informasi ini, Kementerian Agama pun bergerak. Sepuluh paspor jamaah akhirnya dikembalikan. Kementerian juÂga mendesak perusahaan travel segera melunasi biaya akomodasi sehingga jamaah bisa segera dipuÂlangkan. Kementerian akan meÂmantau pemulangan jamaah itu.
Hingga tadi malam, komisaris JMBINurjannah belum bisa dihubungi. Begitu juga Feyzars Noor, perwakilan perusahaan ini untuk wilayah Jakarta dan Banten; serta Djuju Djuwita, koordinator daerah.
Tidak Terdaftar di Kemenag, Numpang di Travel Resmi Jaya Mandiri Bersama Indonesia (JMBI) ternyata tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Ibadah Umroh (PIU) di Kementerian Agama.
"Travel Jaya Mandiri tidak berizin, travel yang tak berÂizin akan kami kumpulkan dan kami tindak lanjuti," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Abdul Djamil seperti dikutip situs di internet.
Abdul mengatakan travel Jaya Mandiri bisa pergi memberangÂkatkan jamaah karena "menumpÂang" izin dengan travel resmi yang terdaftar di Kemenag. "Ada travel yang berizin dan memÂberikan visa ke Jaya Mandiri. Ini masih diselidiki," katanya.
Hasil pengecekan
Rakyat Merdeka di situs Kementerian Agama, tidak ada nama Jaya Mandiri Bersama Indonesia sebagai Penyelenggara Ibadah Umroh (PIU).
Puluhan jamaah umroh yang diberangkat JMBI tertahan di Jeddah, Arab Saudi. Mereka tak bisa pulang karena paspornya ditahan lantaran travel belum melunasi biaya akomodasi. Jamaah kemudian melaporkan masalah ini ke Kantor Teknis Haji di Jeddah.
Totalnya ada 49 orang yang melapor karena tak bisa pulang ke Indonesia lantaran paspor ditahan Ali, pihak yang ditunjuk travel untuk mengurus akomodaÂsi jamaah selama di Arab Saudi. Jamaah seharusnya sudah tiba di Tanah Air pada 15 Mei lalu.
Kepada Kantor Teknis Haji di Jeddah, Ali mengaku sengaja menahan paspor jamaah karena JMBI belum mentransfer uang untuk membayar akomodasi. Setelah uang ditransfer, paspor jamaah akan dikembalikan sehÂingga mereka bisa pulang.
Informasi yang diperoleh, sepuluh paspor jamaah sudah dikembalikan. Kementerian Agama akan memantau pemuÂlangan jamaah ke Tanah Air.
DPR akan memanggil Kementerian Agama sehubungan dengan maraknya travel haji khusus dan umroh nakal. "Harusnya minÂggu ini, tapi mereka (Kemenag) sedang ada rakornas haji," ujar Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay.
Saleh mengungkapkan pihaknya banyak menerima lapÂoran masyarakat soal travel haji dan umroh bermasalah. Untuk itu, Komisi VIII perlu meminta penjelasan dari Kementerian Agama mengapa hal itu bisa terjadi. Juga apa tindakan yang sudah dilakukan Kementerian.
"Yang kita panggil pemerintah ya, bukan pengusahanya," tegasÂnya.
Didatangi Polisi Sebelum Kantor Dikosongkan Polisi sudah mengendus adanya calon jamaah umroh yang resah karena tak kunjung dibÂerangkatkan JMBI ke Tanah Suci. Pekan lalu, polisi mendaÂtangi kantor JMBI di Perumahan Taman Mahkota, Rawa Bokor, Benda, Kota Tangerang,
Tak lama setelah didatangi polisi, kantor JMBI dikosongÂkan. Nurjannah maupun lima karyawan angkat kaki dan tak diketahui pindah ke mana.
Kesaksian ini disampaikan Solihin, warga perumahan Taman Mahkota. Rumah Solihin hanya berjarak 15 meter dari rumah yang dijadikan kantor JMBI.
Solihin tak sampai mencari tahu apa yang dilakukan polisi maupun siapa yang ditemui di kantor JMBI. "Tadinya ada spanduk di depan. Itu sudah dicopot," sebutnya.
Solihin baru tahu persoalan setelah mendapat informasi dari media bahwa puluhan jamaah yang diberangkatkan JMBI ke Arab Saudi belum bisa kembali karena paspornya ditahan. JMBI belum melunasi biaya akomodasi jamaah itu.
Solihin juga menuturkan bahwa polisi datang lagi ke sini. Namun kantor JMBI suÂdah kosong. Polisi pun sempat berjaga-jaga. "Takutnya ngaÂmuk, kan kantornya kosong," terang Solihin.
Sempat membawa spanduk yang dipasang JMBI, Solihin pun mengaku tergiur berangÂkat umroh menggunakan jasa perusahaan ini. Pasalnya biÂayanya murah. Hanya Rp 12 juta. Begitu biaya perjalanan dilunasi, calon jamaah dijanjiÂkan akan berangkat ke Tanah Suci pada tahun berikutnya.
"Itu murah sekali. Dolar saja sekarang sudah Rp 13 ribu," katanya.
Lantaran ragu, ia tak jadi mendaftar. Ia memilih menggunakan travel lain dengan biaya perjalanan sebesar Rp 23 juta per orang. Menurut dia, dengan kurs dolar yang masih tinggi, biaya umroh termurah masih di atas Rp 20 juta. Sebab itu, dia heran JMBI bisa mematok tarif hanya belasan juta.
Dua tahun ngontrak di sini, Solihin menyaksikan JMBI sempat jaya. Kantornya banyak didatangi calon jamaah umroh. Bahkan menjadi tempat transit jamaah sebelum diberangkatÂkan ke Arab Saudi.
"Bisa kebeli dua rumah juga," katanya. Pengakuan sama disampaikan Naswardi, ketua RT setempat.
Solihin melihat JMBI memiÂliki dua minibus yang kerah diÂparkir dari jauh dari rumahnya. Kedua mobil ini tak pernah parkir lagi di sini setelah kantor JMBI dikosongkan. ***