Berita

Bisnis

Minuman Bersoda Harus Dikenakan Cukai

SENIN, 18 MEI 2015 | 11:49 WIB | LAPORAN:

Di tengah tingginya target penerimaan pajak tahun ini, pemerintah dituntut untuk lebih kreatif. Tidak sekadar mengintensifkan target pajak yang sudah ada.

Staf khusus Wakil Presiden, Sofjan Wanandi beberapa waktu lalu mengusulkan agar pemerintah lebih kreatif dalam memungut dan menetapkan target pajak baru. Perluasan wajib pajak atau ekstensifikasi pajak harus diperluas.  

Ditegaskan Sofjan, untuk menggenjot pajak atau cukai tidak bisa dari jenis perusahaan tertentu saja, semisal industri hasil tembakau. Cukai bisa digenjot dari jenis usaha lain seperti soda atau minuman beralkohol.


Usulan Sofjan itu pun mendapat tanggapan positif dari kalangan legislator Senayan. Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno menegaskan, usulan memperluas tax base merupakan langkah bagus. Dengan eksetensifikasi pajak ini, penerimaan negara menjadi lebih bervariasi karena dengan sumber-sumber pajak yang semakin beragam.

"Tentu saja saya setuju. Dengan target penerimaan perpajakan lebih dari Rp 1.400 triliun, tentu pemerintah dituntut kreatif. Bukan menyasar pada sumber-sumber pajak yang sudah ada," kata politisi PDI Perjuangan ini di Jakarta, akhir pekan lalu.

Selama ini, pemerintah hanya mengandalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor tradisional, seperti cukai tembakau, pajak migas dan komoditas. Padahal, ruang untuk melakukan ektensifikasi pajak cukup memadai.

Anggota Komisi XI DPR lainnya, Mukhamad Misbakhun menjelaskan, sejatinya usulan Sofjan itu sejalan dengan UU 11/1995 yang diamandemen UU 39/2007 tentang Cukai. Salah satu titah dari beleid ini adalah mempermudah langkah ekstensifikasi oleh pemerintah.

"Pemerintah Jokowi harus menangkap sinyal ini sebagai sumber alternatif penerimaan Negara," ujar Misbakhun, Senin (17/5).

Menurutnya, salah satu objek untuk menggenjot penerimaan negara adalah pengenaan cukai bagi minuman bersoda. Berdasarkan informasi, kata Misbakhun, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sudah menyelesaikan formula penghitungan cukai pada minuman soda.

"Rencana ekstensifikasi objek kena cukai tersebut sudah disampaikan Kementerian Keuangan sejak 2012 lalu. Namun kenapa belum kelihatan progress yang nyata?," tanyanya.

Menurut politisi Golkar ini, ada strategi-strategi yang harus ditempuh pemerintah agar rencana pengenaan cukai minuman ringan berkarbonasi bisa terlaksana. Pertama, pendefinisian minuman ringan berkarbonasi harus jelas mengacu pasal 2 UU Cukai, agar landasan pengenaan cukai benar secara material.

Dikatakannya, bahan adiktif yang terkandung dalam minuman ringan berkarbonasi terdiri pemanis buatan, zat pewarna, dan zat pengawet. Komposisi bahan-bahan tersebut, banyak yang dapat menimbukan dampak negatif bagi kesehatan. Akibat konsumsi berlebihan, katanya, dapat menyebabkan obesitas, diabetes mellitus, batu ginjal, osteoporosis, dan kerusakan gigi.

"Fakta ilmiah ini sebenarnya sangat kuat untuk mendasari pengenaan cukai minuman ringan berkarbonasi," ujar Sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR ini.

Strategi berikut, lanjut Misbakhun, faktor kelaziman pengenaanya di negara lain. UU 39/2007 cukup visioner karena mengadopsi praktik dan teori cukai internasional. Karena itu, apa yang dipungut cukai di negara maju secara prinsip dapat dikenakan juga di Indonesia. Sebut saja negara-negara yang mengenakan cukai minuman bersoda, seperti Finlandia, Perancis, Jerman, India, Jepang, dan Amerika.

Sebelumnya, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi Sofjan Wanandi mengatakan pemerintah harus gencar melakukan ekstensifikasi pajak atau memperluas cakupan penarikan pajak dengan target pendapatan yang demikian besar. Pernyataan ini disampaikan terkait dengan target pajak sekitar Rp 1.439,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.

Ditegaskan Sofjan, untuk menggenjot pajak atau cukai tidak bisa dari jenis perusahaan tertentu saja, semisal industri hasil tembakau. Cukai bisa digenjot dari jenis usaha lain seperti soda atau minuman beralkohol.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya