Sebagian pihak meragukan langkah Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan yang akan mengubah skema pengoperasian 116 pelabuhan, yang sebelumnya akan diserahkan kepada swasta dan BUMN, menjadi badan layanan umum (BLU).
Direktur Eksekutif Centre for Budget Analysis, Uchok Sky Khaddafi, menilai langkah ini hanya akal-akalan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan agar anggaran operasional 116 pelabuhan tetap di bawah kontrol Kemenhub.
"Saya kira ini hanya akal-akalan Menteri Jonan saja agar operasional 116 pelabuhan tidak lepas dari kementeriannya," tutur Uchok saat dihubungi, Senin (23/3).
Ia juga menilai bahwa langkah ini sangat keliru mengingat layanan pelabuhan tidak hanya terbatas pada penumpang, tetapi juga masuk area bisnis di mana di dalamnya ada perusahan dan pihak ketiga yang akan diuntungkan.
"Jadi jangan disamakan antara BLU yang sudah diterapkan di kampus dan TransJakarta dengan yang akan diterapkan di pelabuhan, karena ini tidak murni mengelola layanan kepada masyarakat luas. Harus dipilah antara yang berhubungan dengan masyarakat langsung atau dengan perusahaan, kargo dan lain sebagainya yang seharusnya menjadi wilayah BUMN," papar Uchok.
Ia mengingatkan bahwa ada aturan main dan batasan yang ketat dalam skema BLU yang harus dipenuhi dan tidak mungkin hal tersebut dapat diterapkan seluruhnya dalam operasional pelabuhan. Untuk itu Uchok meminta agar Menteri Perhubungan tidak membodohi rakyat.
"Menteri Jonan jangan akal-akalan dong, jangan bodohi publik, kalau Jokowi mungkin bisa diakalin. Kalau publik, nanti dulu," pungkasnya.
Kritik terhadap skema BLU juga disampaikan oleh Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) yang mempertanyakan status keberadaan enam Badan Layanan Umum (BLU) yang disiapkan Kementerian Perhubungan untuk mengelola 116 pelabuhan UPT.
Pasalnya, apabila sejumlah pelabuhan tersebut hendak dikomersialkan oleh regulator, sebaiknya pengelolaannya diserahkan langsung kepada badan usaha, yakni BUP.
Ketua Umum ABUPI, Aulia Febri Fatwa, menyatakan, dengan mengacu pada beberapa peraturan yang ada, setiap komersialisasi pelabuhan milik pemerintah maka pengelolaannya dilimpahkan kepada BUP yang bisa berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun pihak swasta pemegang izin BUP.
Regulasi yang diacunya tersebut adalah Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah (PP) 6/2009 tentang Kepelabuhanan.
"Dari informasi yang kami dapatkan, BLU itu di-drive dari Balitbang Kemenhub. Andaikan itu benar, kami mempertanyakan kepentingannya dan tujuannya apa? Kami tidak tahu BLU itu apa, dan sempat kaget,†kata Aulia, dalam rilis yang sama.
Menurut dia, pendirian BLU untuk mengoperasikan pelabuhan UPT dengan alasan peningkatan pelayanan kepada para penggunanya, bisa dimaklumi oleh pihaknya. Tetapi jika Kemenhub bertujuan menaikkan pendapatan, dalam hal ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disumbangkan sejumlah pelabuhan tersebut, maka langkah itu sudah terkait dengan pengembangan bisnis, artinya dikomersialisasikan.
Ia mengharapkan, Kemhub tetap menawarkan pengelolaan sejumlah pelabuhan UPT diberikan kepada BUP, di mana sekarang jumlahnya berkisar 180 BUP, di luar PT Pelindo I-IV.
[ald]