Minimnya infrastruktur pendukung sarana dan prasarana pariwisata di Banyuwangi menjadi salah satu kritik yang dilontarkan wisatawan yang berkunjung ke kota Bumi Blambangan itu.
"Kendaraan umum di Banyuwangi jarang. Sulit sekali menemukan angkutan umum yang mempercepat akses wisata dari satu tempat ke tempat lain," ujar salah seorang wisatawan, Endang Prih saat berbincang dengan Kantor Berita politik RMOL (Rabu, 4/2).
Wanita 31 tahun yang berdomisili di Jakarta ini mengaku sudah tiga kali ke berkunjung ke Banyuwangi. Minimnya keberadaan angkutan umum dan informasi pendukung wisata menyebabkan biaya wisata di Banyuwangi juga melonjak. Pasalnya, wisatawan didorong untuk menyewa kendaraan roda empat atau roda dua. Untuk wisatawan backpacker hal tersebut tentu dinilai sangat tidak efisien.
"Aku suka wisata ke kota itu. Tapi, trip ke Banyuwangi itu mahal karena minimnya infrastruktur," katanya.
Ia mencontohkan, salah satu contoh buruknya sarana transportasi pendukung pariwisata Banyuwangi yang pernah dirasakan adalah ketika menunggu bus di Terminal Jajag. Lamanya waktu tunggu bus menyebabkan wanita yang suka traveling ini harus rela melewatkan kunjungannya ke kawasan wisata lain.
"Di Terminal Jajag harus menunggu bus 3 jam baru jalan. Akhirnya ada destinasi yang nggak tercapai karena baru tiba di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri terlalu malam. Jadi, tidak ada tempat wisata lain yang bisa dikunjungi lagi. Belum lagi dari satu tempat ke tempat lain harus naik ojek. Angkot lama munculnya," keluh Endang.
Endang mengimbau Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mulai berbenah dengan memperbaiki infrastruktur transportasi pariwisatanya. Sehingga, promosi wisata Banyuwangi tidak hanya heboh di media massa atau media sosial.
"Infrastruktur itu termasuk moda transportasi diperbaiki dong," imbaunya.
Perlu diketahui, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas tengah gencar mempromosikan pariwisata Banyuwangi. Puluhan kegiatan wisata, pembangunan hotel serta promo wisata besar-besaran sepanjang tahun ternyata tidak sejalan dengan perbaikan sarana dan prasarana transportasi.
Salah satu rencana pembangunan yang digadang-gadang Bupati Banyuwangi adalah perpanjangan landasan Bandara Blimbingsari, Banyuwangi hingga 450 meter dengan lebar 30 meter. Tujuannya adalah untuk memuluskan pendaratan pesawat sekelas Airbus A320 dan Boeing 737. Namun, sayangnya, penambahan rute terbang dari Surabaya-Banyuwangi tidak disertai dengan perluasan jalan raya dari dan menuju bandara.
Akses jalan raya dan sarana transportasi seolah dikesampingkan oleh Pemda Banyuwangi. Karena rute sepanjang jalan bandara sangat sempit dan dikelilingi oleh rumah penduduk yang berjarak hanya beberapa meter saja dari bahu jalan. Padahal, September 2014 lalu kota ini mendapat penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) bidang lalu lintas dari Kementerian Perhubungan untuk kategori Kota Sedang.
Azwar Anas diklaim mampu menata transportasi publik dengan baik. Penghargaan ini menilai sejauh mana perhatian sekaligus kinerja bidang transportasi dalam mewujudkan transportasi yang berkelanjutan, berbasis kepentingan publik, dan ramah lingkungan.
[mel]