Memasuki jam makan siang, satu per satu mobil pribadi halaman Mal Tebet Green yang berada di Jalan Letjen MT Haryono, Jakarta Selatan. Ada yang menggunakan jasa valet parking. Banyak yang memilih menjadi mencari parkir sendiri di lantai tiga.
"Mau makan siang saja," ujar seorang pengunjung pria yang baru saja menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas valet parking.
Setiap pengunjung yang daÂtang ke mal tersebut dipastikan melewati plang orange setinggi 1,5 meter. Plang itu memuat logo Pemprov DKI Jakarta di bagian atasnya. Tanda ini dipasang karÂena mal ini menunggak pajak.
"Tanah dan bangunan ini belum melunasi PBB-P2 dan dalam pengawasan Pemprov DKI Jakarta," demikian tulisan di plang. Tak lupa dicantumkan peraturan yang menjadi dasar pemberitahuan ini: Instruksi Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 89 Tahun 2013.
Spanduk pemberitahuan yang sama dibentangkan di jalur pintu masuk mal. Spanduk itu sepanjang 1,5 meter diikatkan pagar pembatas. Pengunjung mal akan melewati spanduk ini sebelum masuk.
Pengumuman ini tak berpenÂgaruhi kepada pengunjung mal. Mereka yang memiliki keperluan tetap datang ke sini. "Ramainya makan siang doang karena posisi kita berada di area perkantoran," ujar satpam pria mal ini.
Memasuki pintu kaca, akses masuk utama mal, hawa panas Jakarta sirna diterpa embusan udara sejuk dari AC. Para pramusaji terlihat menawarkan produk makanannya di depan counter-nya masing-masing.
Ada berbagai tempat makan di mal ini. Mulai dari makanan ringan hingga berat. Starbucks Coffee, Burger King, dan Bebek Edan Cak Topa ada di lantai satu. Meski tidak penuh, meja-meja makan di tempat itu terisi pemesan.
Suasana berbeda terlihat di tengah mal, dimana kios-kios pakaian berada. Bagian ini sepi pengunjung. Termasuk toko buku Gramedia. Menapaki lantai dua mal melalui eskavator, sebagian besar disuguhi counter makan. Seperti, makanan khas Korea Seigo Dakgalbi, dan Solaria.
Di dalam area mal, tidak ada satu pun spanduk pemberitahuan bahwa pengelola mal menungÂgak pajak kepada Pemprov DKI. Sebelumnya ada spanduk pemÂberitahuan. "Sudah diturunin," bisik satpam tadi.
Manager Building Operation Mal Tebet Green, Eko Priyono mengakui pihaknya menungÂgak pajak kepada Pemprov DKI empat tahun. Jumlahnya Rp 1,8 miliar. Rinciannya hutang paÂjak tahun 2009 sebesar Rp 214 juta, 2010 sebesar Rp 229 juta, 2011 sekitar Rp 245 juta, dan tahun 2014 sebesar Rp 802 juta. Total, hutang pokok sebesar Rp 1,5 Miliar. "Sisanya sekitar Rp 300 juta itu bunga tunggakan," ungkap Eko.
Eko mengungkapkan pajak tahun 2012 dan 2013 sudah dibayar. Jumlahnya Rp375 juta dan Rp 446 juta. Pihaknya keÂsulitan membayar pajak karena jumlahnya selalu naik. Sementara pihaknya tidak bisa menambah pemasukan dari menaikkan harga sewa counter. Pasalnya, para peÂnyewa sudah mengikat kontrak sewa selama lima tahun.
Para penyewa itu mulai masuk pada 2010 dan 2011. Sesuai konÂtrak, di tahun ketiga penyewa telah melunasi kewajibannya membayar sewa counter. "Tahun ini sudah bebas sewa, saya nggak tahu bayarnya nanti bagaimana," kata Eko.
Ia mengungkapkan satu-satu nya pemasukan pengelola mal adalah dari sewa counter dan parkir. Di mal ini sebenarnya ada ruang pertemuan yang bisa disewa. Tapi selama ini sepi.
Eko menceritakan, mal ini didirikan pada tahun 2009 di atas tanah seluas 7.475 meter milik Yayasan Darmaputra Kostrad. PT Wahana Cipta Sentosa (WCS), pengelola mal ini akan menyerÂahkan gedung ke yayasan setelah kontrak habis pada 2039.
Selain membuka mal, PT WCS ingin mengembangkan perkantoran dan hotel 18 lantai. Namun, kata Eko, belum ada inÂvestor yang bersedia menanamkan modal.
Pemantauan
Rakyat Merdeka, atap mal ini tampak belum sempurna. Seperti disisakan untuk memudahkan pembangunan unÂtuk tambah lantai. Komposisinya, di lantai dasar digunakan untuk swalayan seperti Ace Hardware dan Superindo. Lantai satu dan dua untuk mal, dan tiga dan emÂpat untuk area parkir.
Sekalipun kesulitan memÂbayar pajak, Eko memastikan tidak pernah telat membayar gaji pegawai. Ada sekitar 100 orang yang menggantungkan nafkah di tempat ini. Mulai dari karyÂawan pengelola mal, petugas kebersihan, keamanan, hingga petugas parkir.
Eko memastikan aktivitas di mal ini tak terganggu dengan pemasangan plang dan spanduk menunggak pajak. Ia menganggap pemasangan plang dan spanduk itu hanya sekadar pemÂberitahuan saja. Bukan tanda penyitaan.
"Kalau (mal) tutup, kita mau bayar pakai apa," katanya.
Hari menjelang sore, jumlah pengunjung turun drastis. Jarang sekali ditemukan pengunjung yang wara-wiri di selasar perÂtokoan. Termasuk, tempat maÂkan yang tengah hari tadi penuh orang. Mal ini hanya hidup pada waktu makan siang dan malam. Selebihnya sepi.
Pertengahan Desember lalu, petugas dari Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Kecamatan Tebet menyegel Mal Green Tebet. Penyegelan dilakukan karena mal yang berdiri di atas lahan milik Yayasan Kostrad itu menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga Rp 1,8 miliar.
"Jumlah yang belum dibayar sekitar Rp 1,8 miliar dari 4 tahun tunggakan. Padahal kami terus menagih, sejak dari bulan Maret, dan sudah ada informasi terkait sanksi sejak November juga," ujar Imron Cholid, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Tebet.
Menurut Imron, pihaknya telah datang beberapa kali menÂdatangi PT WCS untuk memÂberikan teguran dan menagih pembayaran pajak mal. Tetapi perusahaan itu tak juga meÂlunasi kewajibannya. "Kami datang, namun pihak pengelola mal menolak. Karena itu kami pasang tanda penunggak pajak ini," ungkapnya.
Imron mengatakan, pemasanÂgan spanduk dan tiang penyegeÂlan menurutnya sebagai bentuk peringatan keras agar seluruh wajib pajak membayar kewajibannya tepat waktu. Ia pun menegaskan, bila kewajiban untuk ‑membayar pajak belum dilakuÂkan, pihaknya tidak segan-segan akan mengambil tindakan lebih keras.
Karyawan Pasrah Di-PHK MassalMal Tebet Terancam DisitaManajer Operasi PT Wahana Cipta Sentosa, Eko Priyono mengaku sudah bekerja di Mal Tebet Green sejak tahun 2011. Jatuh bangun pengelolaan mal ini telah dirasakannya. Dia akan bertahan hingga mal ini gulung tikar.
Pria berkulit hitam itu berkanÂtor di sudut kiri mal. Berbaur dengan 19 karyawan pengelola administrasi. Tidak ada penanda kalau sudut mal itu adalah ruanÂgan kantor pengelola. Seorang satpam, berjaga-jaga dilorong selebar satu meter.
Sekalipun menjabat sebagai manajer, gaji yang didapat tidak berbeda jauh dengan upah minimum regional (UMR) di Jakarta yakni sebesar Rp 2,4 juta. Suasana kerja yang nyaÂman dan tidak ada tekanan besar dari pemilik mal, membuatnya betah bekerja. "Sebelumnya saya kelola mal di daerah Senayan," ujar Eko.
Saat ini, tempat kerja Eko sedang mengalami masalah. Ada tunggakan pajak empat tahun sebesar Rp 1,8 miliar yang belum dibayar. Dia tidak menampik ada kemungkinan mal ini akan disita negara dan terjadi PHK massal.
Menurutnya, pengelola meÂmang sedang kesulitan keuangan untuk membayar pajak. Pemasukan satu-satu hanya dari sewa counter dan parkir. Sebelumnya pengelola berencana membuka perkantoran dan hotel 18 lantai. Namun belum ada investor yang berminat.
Sekalipun keuangan sedang seret, Eko bersyukur perusahaan tidak memotong gaji karyawan untuk dialokasikan membayar pajak. Seratus karyawan yang bekerja di mal ini lancar gajian. Hal itulah yang membuat Eko bertahan hingga mal benar-benar tidak beroperasi.
Eko punya persiapan jika perusahaannya bangkrut dan Mal Tebet Green gulung tikar. "Saya masih punya motor, bisalah ngojek," katanya.
Jika uang sudah siap, Eko akan mengabari kepada petugas pajak. "Teguran dari Pemprov secepatnya dibayar. Ya kita tidak bisa pastikan. Begitu uangnya ada, secepatnya pula kita bayar," pungkasnya.
Izin Penggunaan Bangunan Tidak DiperpanjangSekalipun pengelolanya menunggak pajak selama emÂpat tahun, Mal Tebet Green belum disita negara. Akhir taÂhun lalu, Pemprov DKI Jakarta telah memasang plang dan spanduk berupa pemberitahuan mal tersebut nunggak pajak.
Selama menunggak, Dinas Penataan Kota Pemprov DKI Jakarta telah melakukan bermacam teguran kepada manaÂjemen mal. Mulai dari teguran tertulis berupa surat, memasang plang, hingga mendatangi langsung mal.
Kepala Bidang Pengawasan Dinas Penataan Kota Pemprov DKI Jakarta, Wiwit Djalu Adji mengatakan telah mendatangi mal tersebut Kamis pekan lalu. Dia mengancam, jika tunggaÂkan pajak tidak segera dilunasi, pihaknya akan melakukan peÂnyegelan.
"Kami ke sini untuk mengecek apakah bangunan ini layak atau tidak. Juga diperhitungkan sesuai atau tidak dengan izin yang mereka ajukan. Ada lapoÂran bahwa Izin Penggunaan Bangunan (IPB) mereka sudah melewati batas yang ditentuÂkan selama enam bulan, kami belum bisa memberikan hasilÂnya kemungkinan bila tidak sesuai bisa saja bangunan ini akan disita," kata Wiwit.
Mal Tebet Green dilaporkan belum membayar pajak dan tidak memperpanjang izin bangunan. Selain itu bangunan tersebut belum sesuai dengan izin yang sebelumnya di ajuÂkan oleh pihak pengelola.
"Mereka meminta izin untuk membangun hotel, perkantoran dan pertokoan setinggi 18 lanÂtai, tapi sekarang hanya lima lantai," kata Wiwit.
Sebelumnya, Dinas Penataan Kota Pemprov DKI Jakarta meÂnanyakan izin kelayakan banÂgunan kepada Yayasan Dharma Putra selaku pemilik tanah. Namun, Yayasan menyatakan tidak bertanggung jawab atas hal tersebut. Sebab, sudah disewakan kepada PT Wahana Cipta Sentosa Sejahtera yang kemudian mendirikan banguÂnan di atas tanah yayasan.
"Kami hanya menyediakan lahan, mereka menyewa kepada kami untuk mendirikan usaha berupa hotel, perkantoran dan juga fasilitas lainnya, makanya kami mengajak Dinas Penataan Kota untuk bertemu langsung dengan pihak pengelola," ujar Ketua Yayasan Dharma Putra Asrul Zainudin.
Asrul menjelaskan, sesuai kontrak, PT Wahana Cipta Sentosa Sejahtera berhak mengÂgunakan lahan milik yayasan seluas 7.475 meter selama 30 tahun. ***