Penyelidikan pemberian surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL-BLBI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan terus berlanjut. Dugaan keterlibatan sejumlah pihak, termasuk konglongmerat Sjamsul Nursalim terud dicari tahu oleh tim dari lembaga antikorupsi tersebut.
Wakil Ketua KPK, Bambang Wijojanto menegaskan bahwa masalah yang terjadi dengan pihak Polri sama sekali tak mengganggu jalannya penyelidikan tersebut.
"Sampai sekarang penyelidikan masih berjalan," jelas pria yang biasa disapa BW ini di Jakarta, Rabu (28/1).
Walau begitu, BW masih enggan membeberkan siapa-siapa saja yang akan dijerat pihaknya menjadi pesakitan. Salah satu alasannya, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
BW pastikan, pihaknya akan "memeras keringat" untuk bisa menyelesaikan bau amis korupsi dalam pemberian SKL BLBI tersebut. Termasuk, memaksimalkan penyelidikan ini seoptimal mungkin.
"Kita selesaikan semua proses itu, baru dalam ekspose diputuskan. Ya sekarang masih jalan. Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan," terang bekas Ketua YLBHI itu.
SKL sendiri merupakan produk yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri yang adalah Ketua Umum PDI Perjuangan.
Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Para Penerima SKL BLBI berdasarkan Penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) diantaranya adalah Anthony Salim dari Salim Grup (Bank Central Asia / BCA). Nilainya mencapai Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.
Ada juga Sjamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI. Nilainya Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Ada juga Mohammad 'Bob' Hasan dari Bank Umum Nasional. Nilainya Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, terrmasuk 14,5 persen saham di PT Tugu Pratama Indonesia. Ada juga Sudwikatmono dari Bank Surya. Nilainya Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional) Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.
[wid]